Badan Geologi Temukan Potensi Hidrogen Alami di Morowali
Pusat Survei Geologi (PSG) Badan Geologi terus melakukan penelitian untuk mengidentifikasi potensi hidrogen alami yang ada di daerah One Pute Jaya, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah. Hidrogen dapat menjadi tonggak besar dalam mewujudkan masa depan yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan.
"Penelitian ini tidak hanya mengejutkan, tetapi juga membawa kabar baik bagi masa depan energi bersih di tanah air," kata Kepala Pusat Survei Geologi, Hermansyah, saat dihubungi dari Jakarta, seperti dikutip dari Antara, Senin (23/10).
Ia mengatakan, Sulawesi Tengah diketahui merupakan daerah yang memiliki sebaran batuan ultramafik yang paling luas di Indonesia. Hal ini menjadikan provinsi tersebut tempat yang menarik untuk memulai pencarian sumber energi hijau hidrogen.
Menurut Hermansyah, mata air panas di daerah One Pute terbukti mengandung gas hidrogen alami. Gelembung-gelembung gas yang muncul di kolam mata air ini adalah gas hidrogen yang berasal dari proses serpentinisasi di bawah permukaan bumi.
"Lebih menariknya lagi, munculnya gas hidrogen ini diperkirakan berhubungan dengan patahan Matano, yang menjadi jalur migrasi gas ke permukaan. Inilah yang membuat gas hidrogen muncul bersama mata air panas One Pute," kata dia.
Hermansyah mengatakan, temuan mata air One Pute mengingatkan semua pihak akan kekayaan alam yang dimiliki Indonesia. Kekayaan alam tersebut bukan hanya dalam bentuk minyak bumi, gas alam, dan tambang, tetapi juga dalam bentuk sumber energi bersih.
Dia mengatakan, pengembangan dan pemanfaatan energi bersih seperti hidrogen juga menjadi langkah penting dalam mengatasi perubahan iklim yang saat ini dihadapi dunia.
"Semoga penelitian ini terus berkembang dan memberikan manfaat besar dalam mendukung program Net Zero Emission yang telah dicanangkan Indonesia pada tahun 2060," kata dia.
Indonesia Fokus Pengembangan 3 Jenis Energi Baru
Indonesia akan fokus pada pengembangan tiga jenis energi baru untuk mencapai target Net Zero Emission (NZE) pada 2060 atau lebih cepat. Ketiga jenis energi baru tersebut adalah energi hidrogen, nuklir, dan amonia.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yudo Dwinanda Priaadi mengatakan, masih ada tantangan dalam pengembangan ketiga energi tersebut, salah satunya agar harga energi baru tersebut terjangkau bagi masyarakat.
"Kita mau Indonesia maju. Untuk mencapai hal itu, kita perlu energi baru yang affordable yang bisa kita dapatkan di sini, kita juga fokuskan kepada energi nuklir, hidrogen, dan amonia," ujar Yudo dalam acara UOB Gateway to ASEAN Conference 2023, di Jakarta, Rabu (11/10).
Yudo mengatakan, pemerintah juga akan mendorong penggunaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Namun, Indonesia tidak memiliki banyak kapasitas baterai untuk menyimpan energi matahari.
Untuk itu, pemerintah sedang berupaya membangun banyak fasilitas baterai penyimpan energi tersebut. "Memang targetnya di 2060 energi kita ke depannya akan ke energi matahari. Maka dari itu, kita butuh baterai untuk storage. Rencananya kita akan bangun banyak baterai untuk bisa simpan panas ini dalam baterai," kata dia.
Berdasarkan data International Energy Agency (IEA), komitmen investasi terbesar di skala global untuk pengembangan energi hidrogen berasal dari Jerman, yakni mencapai US$10,3 miliar pada 2021.
Sedangkan di kawasan Asia, komitmen investasi paling besarnya berasal dari Jepang, yakni US$6,5 miliar.