Inggris Bakal Keluar dari Perjanjian Piagam Energi 1998
Inggris mengatakan bakal mengikuti langkah negara-negara Eropa lainnya untuk keluar dari sebuah perjanjian internasional yang dinilai menghalangi upaya-upaya untuk memerangi perubahan iklim. Pasalnya, perjanjian tersebut melindungi investasi-investasi di sektor energi yang meluas ke bahan bakar fosil.
Perjanjian Piagam Energi 1998 memungkinkan perusahaan-perusahaan energi untuk menuntut pemerintah atas kebijakan-kebijakan yang merusak investasi mereka. Dalam beberapa tahun terakhir, perjanjian ini telah digunakan untuk menentang kebijakan-kebijakan yang mengharuskan pembangkit-pembangkit listrik tenaga bahan bakar fosil untuk ditutup.
Inggris mengatakan bahwa telah terjadi kegagalan dalam upaya memodernisasi perjanjian tersebut untuk menyelaraskannya dengan target pencapaian nol emisi bersih (net zero emission).
"Perjanjian Piagam Energi 1998 sudah ketinggalan zaman dan sangat membutuhkan reformasi, tetapi pembicaraan telah terhenti dan pembaruan yang masuk akal terlihat semakin tidak mungkin," kata Menteri Negara untuk Keamanan Energi dan Net Zero Inggris Graham Stuart, seperti dikutip Reuters, Kamis (22/2).
Jika Inggris tetap menjadi anggota dalam piagam tersebut, mereka akan kesulitan menuju transisi energi yang lebih bersih dan lebih murah. Bahkan, upaya untuk mencapai target nol emisi bersih bisa meleset.
Pemerintah Inggris mengatakan setelah mempertimbangkan pandangan bisnis, industri, dan masyarakat sipil, mereka sekarang akan memicu penarikan diri dari Piagam Energi 1998 yang akan berlaku setelah satu tahun. Inggris juga akan menghapus perlindungan untuk investasi baru di sektor energi fosil setelah periode ini.
Juli lalu, Komisi Eropa mengusulkan agar negara-negara Uni Eropa secara bersama-sama keluar dari perjanjian tersebut. Sembilan negara anggota Uni Eropa termasuk Prancis, Jerman, Spanyol, dan Belanda telah melakukannya.