Pertamina Telah Salurkan Pertamax Green pada 90 SPBU di Empat Provinsi
PT Pertamina (Persero) memastikan akan terus memperluas penyaluran Bahan Bakar Minyak (BBM) dengan campuran Bioetanol atau Pertamax Green 95 Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Indonesia.
Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga, Irto Ginting, mengatakan sampai dengan saat ini Pertamina telah menyalurkan Pertamax Green 95 di 90 SPBU yang tersebar di empat provinsi di Indonesia.
"Saat ini ada 90 SPBU yang menyediakan Pertamax Green 95 yang tersebar di wilayah Jabodetabek, Banten, Surabaya, Gresik, dan Malang," ujar Irto saat dikonfirmasi Katadata, Selasa (25/6).
Irto mengatakan, perusahaan akan terus memperluas SPBU yang menyalurkan Pertamax Green 95 sebagai komitmen penyediaan energi bersih yang lebih baik. Pertamina menargetkan Pertamax Green disalurkan di 100 SPBU hingga akhir 2024.
Berdasarkan data yang dihimpun perusahaan, konsumsi daripada Pertamax Green terus meningkat sejak pertama kali diluncurkan pada 2023. Dimana di beberapa SPBU yang berada di Jakarta, Tangerang, dan Surabaya mampu menjual hingga 500 liter per hari.
Pada 2023, PT Pertamina (Persero) mulai uji coba pencampuran etanol sebesar 5 persen pada bahan bakar dengan research octane number (ron) 92 dan 98 yang disebut dengan Pertamax Green 95. Uji coba pertama dilakukan pada 12 Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Surabaya dan 5 SPBU di Jakarta.
Potensi Bioetanol di Indonesia
Indonesia memiliki potensi bioetanol untuk dijadikan bahan baku pendamping atau pengganti bahan bakar minyak (BBM). Saat ini, sudah ada 13 produsen bioetanol yang tersebar di 11 wilayah di Indonesia.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Eniya Listiani Dewi, mengatakan Indonesia 13 produsen tersebut menghasilkan bioetanol dengan kapasitas produksi sebesar 365 ribu kilo liter (kl) per tahun.
"Pada sekarang ini yang produksi bioetanol itu ada 13 produsen, di Medan, Lampung, Cirebon, Jogjakarta, Surakarta, Mojokerto, Jombang, Lamongan, Lumajang, Semarang, dan Bone," ujar Eniya saat dikonfirmasi Katadata, Senin (24/6).
Eniya mengatakan, dari 13 produsen tersebut baru 4 produsen yang mempunyai sistem peningkatan persentase etanol untuk dijadikan bahan bakar kendaraan atau fuel grade dalam produksinya. Sedangkan sembilan produsen lainnya baru mampu berada dalam posisi penyediaan etanol untuk bahan baku makanan dan obat.
Sebagaimana diketahui, untuk menjadikan bahan baku dasar seperti molase atau tetes tebu sebagai campuran bahan bakar kendaraan, dibutuhkan teknologi tertentu dengan tingkat pemurnian bahan dasar sampai dengan 99,8%.
"Dari 13 tadi itu 4 perusahaan punya fasilitasnya ,tetapi hanya 2 perusahaan yang mampu memasok untuk fuel grade itu di volume 40 ribu kl per tahun yang bahan bakunya dari molase," ujarnya