Satu Dekade Pemerintahan Jokowi, Belum Ada UU Baru yang Atur Transisi Energi
Yayasan Indonesia Cerah menilai pemerintahan presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak serius dalam melaksanakan transisi energi atau beralih dari energi fosil ke energi terbarukan. Hal tersebut terlihat dari tidak adanya Undang-Undang (UU) baru yang mengatur tentang transisi energi.
"Temuan kami, ternyata Presiden Jokowi selama 10 tahun itu tidak pernah mengesahkan satu pun peraturan pada level undang-undang yang secara khusus mengatur tentang transisi energi atau energi terbarukan," ujar Peneliti Yayasan Indonesia Cerah, Sartika Nur Shalati dalam diskusi "Satu Dekade Presiden Jokowi : Sejauh Mana Transisi Energi Indonesia?", di Jakarta, Jumat (26/7).
Sartika mengatakan, pemerintahan Jokowi menentukan kebijakan energi di Indonesia dengan masih mengacu pada dua peraturan yang diterbitkan pada masa pemerintahan presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Adapun dua peraturan yang dimaksud adalah UU Nomor 30 Tahun 2007 tentang energi untuk mengatur penyediaan dan pemanfaatan energi secara berkelanjutan, dan peraturan pemerintah nomor 79 tahun 2014 tentang kebijakan energi nasional.
Menurutnya, dengan adanya komitmen Indonesia dalam Paris Aggrement maka peraturan tersebut dinilai sudah tidak relevan untuk dijadikan acuan pengembangan energi terbarukan di Indonesia.
Sartika mengatakan, tidak adanya UU baru mengenai transisi energi membuat target bauran energi Indonesia sulit dicapai. Pasalnya, dua produk hukum tersebut merupakan acuan dalam menyusun dokumen strategis yang berkaitan dengan energi dan juga kelistrikan nasional.
Dokumen strategis yang dimaksud seperti Rancangan Umum Energi Nasional (RUEN), Rancangan Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN), dan Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL).
Selain itu, yang menjadi salah satu hambatan pemerintah untuk mempercepat pembangunan energi terbarukan adalah pasokan berlebih listrik. Hal ini selalu menjadi alasan pemerintah untuk mempercepat pembangunan energi terbarukan.
"Jadi kalau misalnya ada penambahan lagi, kita harus bayar. Nah, apakah ini akan terus menjadi momok yang bakal membebani negara ketika pemerintah tidak melakukan perubahan?," ucapnya.