Tripatra Sebut Teknologi dan Bahan Mentah Jadi Tantangan Pengembangan Biofuel
PT Tripatra Engineers and Constructors (Tripatra) melihat terdapat dua tantangan dalam mengembangkan ekosistem bahan bakar nabati (BBN) atau biofuel di Indonesia. Kedua tantangan itu adalah teknologi dan minimnya bahan baku atau bahan mentah untuk memproduksi bahan bakar nabati.
Ananto Wardono, Green Energy Development Director Tripatra, mengatakan tantangan pertama yang dihadapi perusahaan adalah teknologi untuk mengembangkan biofuel di Indonesia. "Karena teknologinya belum ada, kami sosialisasikan dari sisi itu. Kami mencari partner teknologi yang sesuai dengan kondisi di Indonesia," ujar Ananto dalam Tripatra Media Forum, di Jakarta, Senin (30/9).
Tantangan kedua adalah Indonesia tidak memiliki bahan mentah (feed stock) yang kuat untuk pembuatan biofuel. Meski begitu, Tripatra berusaha mengidentifikasi bahan mentah lainnya dan disesuaikan dengan penggunaan di Indonesia.
"Pada waktu kami bergerak untuk melakukan main plan dan melakukan analisis feed stock ini yang pertama kami coba lakukan adalah mengamankan feed stock itu sendiri," ujarnya.
Perusahaan telah mengidentifikasi sumber daya lain sehingga bisa mendukung teknologi yang ada untuk segera dikomersialkan. "Selain untuk kebutuhan short term, kami juga punya persediaan untuk penggunaan feed stock yang memastikan pabrik ini bisa survive 30 sampai 40 tahun ke depan," ujarnya.
Kembangkan Biofuel Generasi Kedua
Ananto menyebut, Tripatra telah menginvestasikan sumber daya untuk mengembangkan teknologi dan infrastruktur yang diperlukan dalam ekosistem biofuel. Investasi tersebut digunakan untuk memproduksi biofuel generasi kedua secara massal.
"Biofuel generasi kedua merupakan jenis bahan bakar nabati yang dihasilkan dari proses pengolahan bahan baku yang lebih kompleks dibandingkan dengan biofuel generasi pertama," ujar Ananto.
Ananto mengatakan, biofuel generasi pertama umumnya menggunakan bahan pangan. Biofuel generasi kedua memanfaatkan bahan baku non-pangan, seperti bahan baku non-pangan seperti limbah pertanian dan biomassa lignocellulose seperti kayu, serbuk gergaji, dan alga.
Menurut Ananto, melalui berbagai inisiatif ini, perusahan tidak hanya berkontribusi pada upaya transisi energi di Indonesia tetapi juga membuka peluang bisnis baru dan menciptakan nilai tambah bagi masyarakat.
"Karena itu, kami memiliki peran yang signifikan dalam pengembangan ekosistem biofuel di Indonesia, termasuk dalam memproduksi Sustainable Aviation Fuel (SAF), yaitu bahan bakar penerbangan yang berkelanjutan dengan sumber terbarukan yang dapat mengurangi emisi karbon secara signifikan dibandingkan dengan bahan bakar fosil konvensional," ujarnya.