ESDM Tegaskan Belum Tunjuk Pelaksana Pembangunan PLTN, 6 Negara Sudah Antre


Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebut pemerintah belum menentukan perusahaan atau negara pelaksana pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) di Indonesia.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi, memastikan tidak ada institusi di Indonesia yang melakukan kerjasama dengan perusahaan PLTN di dunia.
Eniya juga membantah jika PLN telah menyetujui kerja sama dengan State Atomic Energy Corporation Rosatom (Rosatom) dari Rusia untuk membangun PLTN di Indonesia.
“Kan enggak jadi tanda tangan dia (PLN). Untuk MoU enggak jadi,” ujar Eniya saat ditemui di Komplek DPR RI, Jakarta, Rabu (30/4).
Eniya mengatakan terdapat enam negara yang berasal dari Benua Asia, Eropa, dan juga Amerika menunjukan ketertarikanya untuk membangun PLTN di Indonesia. Negara tersebut misalnya Amerika Serikat, Rusia, Denmark, Kanada, Inggris, dan Cina.
Dia mengatakan komunikasi tersebut dilaksanakan negara tersebut kepada beberapa institusi di Indonesia seperti perusahaan listrik negara (PLN) dan Kementerian ESDM.
Meski begitu, ia tidak merinci terkait dengan perusahaan yang menunjukan minatnya untuk membangun PLTN di Indonesia. Sebagaimana diketahui, pengembangan energi nuklir di Indonesia masih berada dalam fase 1 atau tahap persiapan pembangunan PLTN sesuai pedoman dari International Atomic Energy Agency (IAEA).
Berdasarkan Rancangan Peraturan Pemerintah Kebijakan Energi Nasional (RPP KEN) dan Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN), PLTN di Indonesia direncanakan mulai beroperasi secara on grid pada 2032 dengan kapasitas awal 250 MW. Kapasitas ini ditargetkan meningkat hingga 7 gigawatt pada 2040.
PLN Berminat Jalin Kerja Sama dengan Rosatom
Sebelumnya, PT PLN (Persero) menyatakan tertarik pada proposal yang diajukan oleh State Atomic Energy Corporation Rosatom (Rosatom) untuk membangun pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) di Indonesia.
EVP Aneka Energi Terbarukan PLN, Zainal Arifin, mengatakan proposal tersebut diterima lantaran Rosatom menawarkan harga yang kompetitif dari pembangunan PLTN di Indonesia.
“Menarik. Bisa kompetitif sama base load, sama geothermal menarik,” ujar Zainal saat ditemui disela acara dalam acara China International Energy Storage (EESA) Summit 2025, di Jakarta, Selasa (29/4).
Zainal mengatakan Rosatom sebelumnya telah mengajukan proposal ke PLN sejak 2019. Namun, proposal tersebut tertunda hingga saat ini.
Dia mengatakan teknologi yang ditawarkan oleh Rosatom lebih bagus jika dibandingkan dengan teknologi milik perusahaan PLTN asal Amerika Serikat.
“Kami sudah evaluasi salah satu yang potensial. Tapi, dibandingkan dengan teknologinya Amerika, yang small scale, lebih advanced [maju] Rosatom,” ucapnya.