Investasi EBT Seret, Ini Penyebabnya Menurut Ekonom Faisal Basri

Nadya Zahira
13 September 2023, 16:27
ebt, investasi, faisal basri
ANTARA FOTO/Arnas Padda/nym.
Foto udara kincir angin Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) Tolo di Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan, Sabtu (27/5/2023).

Pemerintah tengah menggenjot transisi energi di Indonesia yaitu dengan menggunakan energi baru terbarukan (EBT) guna mencapai target Net Zero Emission (NZE) pada 2060. Namun, investasi di sektor EBT masih seret.

Ekonom Senior Faisal Basri mengatakan masih minimnya investor di sektor EBT karena pemerintah belum memberikan kepastian yang jelas. Dia mencontohkan Singapura yang ingin membangun pabrik panel surya di Indonesia namun menurutnya pemerintah tidak merespons niat tersebut dengan baik.

“Jadi ternyata rupanya ada pejabat yang minta saham, jadi mereka tidak merespons Singapura. Yang begini-begini loh. Jadi memang susah transisi energi itu di iklim negra yang korup dan penuh oligarki,” ujar Faisal dalam diskusi daring Mempersiapkan Transisi Energi Indonesia dan Antisipasi Implikasinya, Rabu (13/9).

Faisal mengatakan, masalah mendasar masih minimnya investor di sektor EBT karena enabling environtment-nya yang masih kurang cocok antara yang ada di benak pemerintah dengan investor. “Jadi transisi energi ini kan ada valuenya dengan nilai dan norma, dan nilai yang baru. Mengubah mental ini yang susah,” kata dia.

Di sisi lain, dia mengatakan pemerintah juga seharusnya mendorong penggunaan transportasi publik jika ingin mengurangi emisi dan menciptakan adanya transisi energi. Namun, kenyataannya pemerintah justru lebih mendorong terhadap penggunaan kendaraan listrik.

“Kendaraan listrik memang hemat iya, tapi listriknya juga kan kotor. Kenapa engga mendorong publik transport?,” ujarnya. “Singapura aja yang sudah kaya raya tidak mendorong pengginaan mobil listrik kok, yang mereka dorong adalah publik transport”.

Menurut laporan Kementerian ESDM, pada 2017 realisasi investasi di sektor EBT Indonesia sempat mencapai US$ 2 miliar. Kemudian di tahun-tahun berikutnya cenderung menurun hingga menjadi US$ 1,6 miliar pada 2022.

Halaman:
Reporter: Nadya Zahira
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...