Green Climate Fund dan UNEP Kerahkan Rp 1,95 Triliun untuk Proyek Adaptasi Iklim

Image title
3 Juli 2025, 12:25
Green Climate Fund, pembiayaan iklim
Freepik
Ilustrasi pembiayaan hijau
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Green Climate Fund (GCF) telah menyetujui pendanaan baru senilai lebih dari US$ 120 juta atau Rp 1,95 triliun (kurs Rp 16.230/US$) untuk memperkuat ketahanan iklim di Ghana, Maladewa, dan Mauritania. Atas permintaan ketiga negara tersebut, United Nations Environment Programme (UNEP) atau Program Lingkungan PBB, mengembangkan proyek-proyek untuk membantu masyarakat yang rentan terhadap dampak perubahan iklim.

Bantuan tersebut bertujuan untuk mengantisipasi dan melakukan adaptasi terhadap dampak perubahan iklim yang semakin parah. Solusi yang diterapkan di antaranya solusi berbasis pada alam, pertanian tahan iklim, sistem peringatan dini, dan peningkatan ketahanan air.

“Persetujuan proyek-proyek ini menunjukkan bagaimana GCF mendukung kepemilikan negara atas prioritas aksi iklim nasional di Ghana, Maladewa, dan Mauritania. Investasi ini akan berdampak positif pada bidang-bidang utama ketahanan iklim di ketiga negara tersebut," kata Kepala Investasi GCF, Henry Gonzalez, dalam keterangan resmi di situs UNEP, Kamis (3/7).  

Prakarsa-prakarsa tersebut merupakan langkah signifikan dalam penerapan pendanaan adaptasi di wilayah-wilayah yang paling membutuhkan, khususnya di negara-negara kepulauan kecil yang berkembang dan wilayah Sahel. Prakarsa-prakarsa tersebut diharapkan dapat memberi manfaat bagi lebih dari 3,5 juta orang.

“Proyek-proyek baru ini mencerminkan komitmen mendalam UNEP untuk mendukung negara-negara di garis depan perubahan iklim,” kata Direktur Divisi Perubahan Iklim UNEP, Martin Krause.

“Fokus kami adalah pada kontekstualisasi solusi iklim untuk kepentingan negara-negara dan masyarakat yang paling rentan, dengan solusi yang disesuaikan, dipimpin secara lokal, dan berbasis sains," ujar Krause.

Hibah untuk Proyek Ketahanan Agroekosistem di Ghana

Ghana Utara menghadapi curah hujan yang semakin tidak menentu dan musim kemarau panjang yang telah menyebabkan kekurangan pangan kronis, mengeringnya sumber air, dan rusaknya infrastruktur akibat banjir. Petani kecil, yang bergantung pada pertanian subsisten tadah hujan, berada dalam kondisi sangat rentan. Suhu tinggi mengurangi kapasitas retensi air tanah, kemudian hujan ekstrem berisiko menyebabkan bendungan jebol dan banjir di hilir.

Menghadapi tantangan tersebut, proyek baru senilai US$ 70 juta atau Rp 1,13 triliun – termasuk hibah GCF senilai US$ 63 juta atau Rp 1,02 triliun – ditujukan untuk membangun ketahanan agroekosistem dan mata pencaharian pedesaan. Inovasi ini akan mendukung 120 komunitas di delapan distrik di wilayah timur laut, timur atas, dan barat atas Ghana.

Kegiatannya meliputi peningkatan akses ke data iklim dan peringatan dini, memungkinkan pertanian musim kemarau melalui solusi penyimpanan air, dan memulihkan 28.000 hektare (ha) lahan terdegradasi untuk meningkatkan kesehatan tanah, meningkatkan retensi air, dan mengurangi risiko banjir.

Proyek yang dikerjakan oleh Pemerintah Ghana melalui Badan Perlindungan Lingkungan dan Badan Meteorologi Ghana ini akan memberi manfaat langsung kepada 619 ribu orang. Sementara itu, peringatan dini akan menjangkau hingga 2,9 juta orang. Sekitar 120 ribu orang akan merasakan peningkatan ketahanan pangan sebagai hasil dari praktik pertanian yang tangguh terhadap iklim.

Sistem Peringatan Dini di Maladewa

Maladewa adalah negara yang paling rentan terhadap perubahan iklim di dunia. Negara yang terdiri atas 1.192 pulau itu, hampir 80% di antaranya terletak kurang dari satu meter di atas permukaan laut. Maladewa menghadapi ancaman terus-menerus dari naiknya permukaan laut.

Negara ini juga rentan terhadap badai, banjir, gelombang panas, erosi pantai, dan bahaya lain yang diperburuk oleh perubahan iklim. Bahaya-bahaya ini telah mengganggu sektor-sektor ekonomi penting seperti pertanian, perikanan, dan pariwisata yang memengaruhi seluruh penduduk Maladewa. Komunitas termiskin, terpinggirkan, dan terpencil, serta perempuan dan anak-anak menjadi kelompok yang sangat rentan.

Untuk memperkuat kemampuan negara dalam beradaptasi dengan ancaman iklim serta mengurangi kerentanan terhadap perubahan iklim, UNEP, berkoordinasi dengan beberapa mitra nasional dan internasional, mengembangkan proyek Toward Risk-Aware and Climate-Resilient Communities (TRACT) – Strengthening Climate Services and Impact-Based Multi-Hazard Early Warning in the Maldives.

Proyek senilai US$ 25 juta atau Rp 405,6 miliar – yang diharapkan akan memberi manfaat bagi lebih dari setengah juta orang – akan dilaksanakan selama lima tahun di bawah pimpinan UNEP. Proyek ini sejalan dengan tujuan  Inisiatif Peringatan Dini untuk Semua atau Early Warning for All Initiatif (EW4All). Tujuannya, untuk memastikan bahwa setiap orang di Bumi terlindungi dari peristiwa iklim yang berbahaya melalui sistem peringatan dini pada tahun 2027.

Proyek ini juga akan mewujudkan Peta Jalan Maladewa untuk Mencapai Inisiatif Peringatan Dini untuk Semua, yang dikembangkan oleh Pemerintah Maladewa dan mitra internasional untuk memandu peningkatan sistem peringatan dini di negara tersebut. 

Proyek Infrastruktur Hijau di Gurun Mauritania

Di wilayah yang rentan antara Sahara dan Sahel, kekeringan yang berkepanjangan, perambahan pasir, dan kelangkaan air mengancam kehidupan dan mata pencaharian masyarakat. Mauritania telah mengalami percepatan pergerakan bukit pasir, pendangkalan sumber air, dan meningkatnya tekanan pada infrastruktur sosial-ekonomi seperti jalan dan sekolah. Hasil pertanian sangat rendah, negara tersebut bahkan mengimpor hingga 85% kebutuhan makanannya.

Dengan investasi sebesar US$ 33 Juta atau Rp 535,4 miliar — termasuk hibah GCF sebesar US$ 30 juta atau Rp 486,75 miliar — proyek UNEP yang baru akan memulihkan ekosistem dan mengamankan mata pencaharian di empat pusat yang rentan: Aoujeft, Rachid, Tamcheket, dan Nema.

Proyek ini akan mendukung infrastruktur hijau-abu-abu untuk memperbaiki bukit pasir dan mengendalikan perambahan pasir. Proyek ini juga akan meningkatkan akses air untuk pertanian dan rehabilitasi lahan, serta meningkatkan pertanian yang tahan terhadap iklim untuk meningkatkan ketahanan pangan dan pendapatan.

Proyek yang dipimpin oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Pembangunan Berkelanjutan Mauritania ini akan secara langsung memberi manfaat bagi 85 ribu orang dan meningkatkan ketahanan bagi 145 ribu orang lainnya. Proyek ini juga akan melindungi 2.100 ha lahan dan mendukung kontribusi negara tersebut terhadap Great Green Wall. 

Great Green Wall adalah inisiatif multilateral Afrika untuk memerangi penggurunan dan membangun ketahanan iklim di seluruh benua.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Ajeng Dwita Ayuningtyas

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...