Asia Berpotensi Ciptakan 200 Juta Lapangan Kerja Hijau

Image title
6 Oktober 2025, 12:09
Lapangan kerja
ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo/foc.
Dua petugas PLN Indonesia Power UBP Bali memeriksa titik panel surya pada Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Pulau Nusa Penida, Klungkung, Bali, Selasa (22/10/2024). PLTS tersebut menyediakan sumber energi bersih yang ramah lingkungan dengan kapasitas 3,5 MWac untuk memenuhi kebutuhan energi listrik di tiga nusa yakni Nusa Penida, Nusa Lembongan, dan Nusa Ceningan serta mendukung kegiatan pariwisata di pulau itu.
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Asia dinilai memiliki potensi besar untuk menciptakan lebih dari 200 juta lapangan kerja hijau hingga 2030. Namun, potensi tersebut masih dibayangi oleh kesenjangan sosial dan masalah ekonomi, mulai dari kemiskinan ekstrem hingga keterbatasan akses energi bersih.

Catatan The Rockefeller Foundation, Asia membutuhkan investasi hampir US$3 triliun per tahun hingga 2030 untuk mewujudkan sistem energi bersih, infrastruktur berkelanjutan, serta sistem pangan yang tangguh terhadap krisis iklim.

Selain itu lebih dari 150 juta orang di Asia masih hidup dalam kemiskinan ekstrem dengan pendapatan kurang dari US$2,15 per hari, dan 350 juta lainnya mengalami kekurangan gizi, yang mencakup separuh dari total global. Sekitar 150 juta penduduk Asia-Pasifik juga masih belum memiliki akses terhadap listrik.

Melihat hal ini, Executive Vice President of Programs The Rockefeller Foundation Elizabeth Yee menilai menutup kesenjangan pembangunan bukan hanya tanggung jawab moral, tetapi juga peluang ekonomi strategis. 

“Mengatasi kemiskinan dan ketimpangan justru bisa membuka pasar baru, mendorong inovasi, dan memperkuat kepemimpinan ekonomi Asia di masa depan,” kata Elizabeth dalam forum ASIAXCHANGE25, Senin (6/10).

Elizabeth menyoroti bahwa Asia kini menjadi pusat perkembangan energi bersih dunia. Dia menyebut setengah dari kapasitas energi bersih global berada di Asia, dan lima dari sepuluh negara dengan pembangkit tenaga surya terbesar juga berasal dari kawasan ini.

“Indonesia sendiri punya ambisi besar, yakni mencapai 70% energi terbarukan pada 2045,” sebutnya.

Sebagai bagian dari komitmen global untuk transisi energi, The Rockefeller Foundation bersama Global Energy Alliance for People and Planet tengah mengerahkan modal publik, swasta, dan filantropi guna mempercepat proyek-proyek energi bersih di Asia. 

Salah satunya adalah pengembangan pembangkit listrik tenaga surya terapung di Batam dan proyek penyimpanan baterai di Tanah Laut, Kalimantan Selatan.

“Ini bukan sekadar proyek percontohan. Kami sedang membangun blueprint atau model yang bisa direplikasi di berbagai wilayah Asia untuk memastikan perubahan yang berkelanjutan,” kata dia.

Selain fokus pada transisi energi, The Rockefeller Foundation juga mendorong transformasi ekonomi melalui Inisiatif Kredit Energi Bersih, yang menargetkan penciptaan ratusan ribu pekerjaan baru di sektor energi bersih hingga 2030.

Elizabeth menambahkan, keberhasilan Asia dalam mengatasi krisis iklim dan mempercepat transisi energi tidak hanya akan mengubah kawasan ini, tetapi juga menjadi solusi bagi dunia.

“Ini adalah hal yang selalu menghalang dan sangat menarik untuk melihat bagaimana Asia berkelanjutan dan keuangan yang memberikan transisi, menciptakan pekerjaan, membuat energi bersih, sesuatu yang tidak hanya ambisius, tetapi juga bisa dicapai,” tandasnya.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Nuzulia Nur Rahmah

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...