Mengenal Apa Itu TPPO, Aktivitas yang Bakal Ditindak Tegas Mahfud MD
Munculnya dugaan adanya sindikat perdagangan orang, membuat Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD bakal berangkat ke Batam, Kamis (6/4). Kedatangannya bertujuan untuk menindak tegas kasus dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
"Pada Kamis besok mau ke Batam, mau menindak ini (perdagangan orang)," kata Mahfud saat menyampaikan ceramah tarawih di Yogyakarta, Minggu (2/4) malam sebagaimana dilansir dari Antara.
Dia menjelaskan, lokasi yang akan dikunjungi terdapat pusat-pusat pembagian paspor gratis, kemudian penerima paspor akan dikirim ke luar negeri, dengan dijanjikan bakal mendapat pekerjaan.
"Dikirim ke luar negeri, kerja di kapal-kapal, kerja di luar negeri, enggak digaji," katanya.
Bahkan, selain tidak digaji, Mahfud mengatakan bahwa para korban juga mendapat perlakuan kejam, disiksa, hingga dibuang ke laut jika meninggal dunia.
Sebelumnya, Mahfud MD tidak menampik adanya dugaan bahwa sindikat perdagangan orang sengaja menenggelamkan perahu yang mengangkut pekerja migran Indonesia untuk mengelabui aparat.
Dugaan itu merupakan hasil investigasi dari Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), terhadap kasus tewasnya sejumlah pekerja migran Indonesia akibat kapal pengangkut mereka karam di Perairan Johor Baru pada 15 Desember 2021.
Mahfud menyampaikan bahwa kasus TPPO dengan modus semacam itu mulai muncul di Indonesia. Di mana aksi kejahatan perdagangan orang sudah mulai terjadi, sehingga membutuhkan tindakan sesuai undang-undang yang sudah ada.
Melansir Databoks, menurut laporan Departemen Luar Negeri Amerika Serikat yang bertajuk 2022 Trafficking in Person Report menunjukkan, ada 90.354 orang korban perdagangan manusia yang terindentifikasi secara global pada 2021. Jumlah tersebut menurun 17,27% jika dibandingkan tahun sebelumnya (year-on-year/yoy). Pada 2020, jumlah korban perdagangan manusia secara global sebanyak 109.216 orang.
Berdasarkan wilayahnya, korban perdagangan manusia terbanyak pada 2021 berasal dari wilayah Asia Selatan dan Tengah, yakni 38.426 orang. Kemudian dari wilayah Amerika dan negara-negara Barat sebanyak 12.343 orang, serta wilayah Afrika 11.450 orang.
Untuk mengenal lebih lanjut apa itu TPPO dan seperti apa modus hingga dampak yang ditimbulkan, berikut Katadata.co.id telah merangkum pengertian, serta beragam upaya pencegahan.
Mengenal Apa Itu TPPO?
Masa pandemi menjadikan sebagian besar orang menjalankan hubungan sosialnya lewat media sosial, tanpa pandang usia. Hal itu rentan disalahgunakan sebagai media atau sarana terjadinya TPPO, terutama pada kelompok rentan seperti perempuan dan anak.
Menurut Undang-Undang No.21 Tahun 2007, TPPO merupakan tindakan perekrutan, pengangkutan, atau penerimaan seseorang, dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.
Melansir laman Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana di Kalimantan Tengah, tercatat adanya beberapa kasus TPPO yang dimulai dari penggunaan media sosial. Modus yang digunakan, awalnya hanya berkenalan dan berteman di dunia maya kemudian berujung pada jerat TPPO.
Adapun modus perekrutan yang ditemukan dari kasus yang ditangani, mulai dengan cara bujuk rayu, hal itu dilakukan pelaku dengan remaja-remaja yang biasanya ditawari kemewahan dan uang. Ada pula yang menggunakan cara penawaran pekerjaan di luar kota/negeri dengan gaji yang besar. Bahkan, terdapat kasus di mana ada teman yang baru dikenal di Facebook menjadikan seorang anak sebagai korban dengan mengajak berjumpa terlebih dahulu.
Para korban umumnya sulit keluar dari jerat TPPO karena banyak faktor. Salah satunya rasa enggan untuk melapor. Dalam sejumlah kasus, rasa malu, merasa aib, merasa tidak nyaman, menjadi dikhawatirkan, menjadi heboh di lingkungannya, menjadi penyebab korban enggan melapor.
Pelaku TPPO biasanya memilih kelompok rentan sebagai korban, khususnya wanita dan anak yang berekonomi lemah dan minim ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, penting untuk dapat melakukan upaya-upaya pencegahan agar TPPO dapat dihindari.
Adapun beberapa upaya yang bisa dilakukan, diantaranya dengan kedekatan hubungan di dalam keluarga, jika menghadapi masalah agar dapat menceritakan kepada orang terdekat, bukan ke media sosial ataupun orang yang baru dikenal. Selain itu, melakukan pengawasan dan pendampingan bagi anak dalam penggunaan sosial media dan relasi sosialnya, kedekatan hubungan emosional terhadap anggota keluarga (perempuan dan anak), serta menyediakan rasa nyaman dalam keluarga.
Para pelaku TPPO kebanyakan merupakan kelompok yang terorganisir, serta menggunakan jaringan yang tidak mengenal batas wilayah, ataupun mempedulikan nilai moral. Faktor belum adanya standarisasi monitoring dan sistem komunikasi dan koordinasi, menjadi celah persoalan dalam upaya pemberantasan TPPO.
Upaya Pencegahan TPPO
Melansir laman Kementerian Komunikasi dan Informasi, TPPO dianggap sebagai sebuah bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat, sehingga memerlukan penanganan dan pencegahan serius. Apalagi, sebagian besar korban TPPO adalah perempuan dan anak.
Untuk itu, dalam penanganan TPPO, seluruh pihak terkait perlu bertindak tegas dan melakukan upaya-upaya sistematis, yang sekiranya dapat dilakukan oleh masing-masing instansi. Adapun beberapa upaya telah dilakukan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika dalam upaya pencegahan TPPO berupa:
- Pemanfaatan surveillances dan pemberantasan situs-situs pada ranah digital yang menawarkan lowongan kerja palsu bagi Pekerja Migran Indonesia (PMI).
- Pemanfaatan Pusat Data Nasional Sementara yang memiliki kapasitas besar dan dapat digunakan oleh setiap Kementerian/Lembaga.
- Sosialisasi dan advokasi melalui seluruh penjuru kanal, khususnya memaksimalkan penggunaan Government Public Relations (GPR) secara aktif.
- Koordinasi dan kolaborasi lintas Kementerian/Lembaga.
Di sisi lain, pemerintah terus berupaya mencegah terjadinya TPPO, salah satunya dengan menerbitkan Perpres No. 69 Tahun 2008 tentang Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Untuk memperkuat pencegahan TPPO dan mempertegas hukuman pada pelaku, maka pemerintah menyiapkan beleid pendukung, yakni Rencana Perpres Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (RPerpres RAN
PP TPPO).
Melansir laman Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), tujuan penyusunan RPerpres RAN TPPO adalah untuk meningkatkan kordinasi dan kerjasama dalam upaya pencegahan dan penanganan korban, serta penindakan terhadap pelaku TPPO.
Kehadiran RPerpres RAN PP TPPO juga bertujuan menjamin sinergitas dan kesinambungan langkah-langkah pemberantasan tindak pidana perdagangan orang secara terpadu.
Pada tahun 2000, Majelis Umum PBB mengadopsi Protokol Palermo untuk Mencegah, Menekan, dan Menghukum Tindak Pidana Perdagangan Orang, khususnya perempuan dan anak-anak. Protokol ini berfokus pada pendekatan beragam untuk mengatasi masalah TPPO, seperti pencegahan perdagangan orang, perlindungan korban perdagangan orang, dan penuntutan terhadap pelaku perdagangan orang.
Panduan tersebut juga menambahkan unsur kerja sama, agar menyesuaikan dengan konteks Indonesia. Itu karena, semakin luasnya jejaring kerja sama, maka akan semakin lengkap data TPPO yang bisa dikumpulkan, dan semakin kuat upaya pemberantasan TPPO.
Dampak TPPO
Beragam dampak bisa ditimbulkan dari munculnya aksi TPPO, mulai dari dampak fisik pada korban, psikologis, hingga dampak sosial dan emosional. Tak hanya korban, dampak tersebut juga bisa merambat ke keluarga korban hingga lingkungan.
Adapun dampak yang ditimbulkan seperti terkucilkan, depresi (gangguan jiwa berat), bila mengalami penyiksaan akan terjadi cacat fisik, putus asa dan hilang harapan, terganggunya fungsi reproduksi, kehamilan yang tidak diinginkan, bila dilacurkan akan beresiko terinfeksi HIV-AIDS, kematian bagi si korban, adanya rasa malu yang dialami oleh keluarga korban, merasa adanya pandangan negatif oleh masyarakat sekitar, dan dampak lainnya.