Kepiawaian Toto Sugiri Tuntun Indonet Gapai Sukses di Papan Bursa
Bursa Efek Indonesia mencatat ada 767 perusahaan publik di Indonesia. Namun hanya tiga emiten pusat data di indeks teknologi: PT DCI Indonesia atau DCII, PT Indointernet, dan Multipolar Technology. DCI dan Indointernet dimiliki Otto Toto Sugiri, konglomerat baru Indonesia di peringkat ke-19 versi Forbes.
Ketika pandemi, industri teknologi terutama pusat data memang semakin dibutuhkan masyarakat. Hal ini juga tercermin pada respons pasar ke perusahaan teknologi. Meski belum setahun melantai di BEI, misalnya, saham Indointernet berkode EDGE meningkat lebih dari 200 % dari harga penawaran saham perdana.
Indointernet, yang kerap disebut Indonet sendiri sudah memiliki catatan cukup panjang di kancah teknologi Indonesia. Garis panjang ini bahkan dapat ditarik dari sebelum reformasi.
Transformasi 27 Tahun Indonet
Indonet pada 1994 dari tangan dingin Otto Toto Sugiri. Dalam penulusuran Katadata, Indonet merupakan penyedia layanan internet (internet service provider/ISP) pertama di Indonesia.
Berdirinya Indointernet berasal dari ide teman Otto untuk membantu para pelajar Indonesia agar mendapat akses materi pembelajaran dari internet dengan murah dan cepat. Pada masa itu, butuh waktu dan uang yang banyak untuk memperoleh buku pelajaran.
Empat tahun berdiri, pada 1998 Indointernet bergabung dengan GRIC Communication dan berhasil menyediakan layanan international roaming. Dilansir dari paparan publik Juni 2021 lalu, Indonet fokus menjadi penyedia jasa internet kepada pelanggan ritel hingga 2000.
Pada masa itu, Indonet memiliki subnet sebanyak 23 cabang. Subnet ini sendiri adalah sebuah pembagian dari satu jaringan Internet Protokol (IP).
Indonet lalu melakukan transformasi bisnis dengan merambah ke layanan data center di 2001 hingga 2010. Target konsumen Indonet semakin luas dan merambah ke korporasi. Untuk mencapai target tersebut, pada 2003 perusahaan mengakuisisi aset berupa bangunan dan peralatan serta bisnis data center dari Global Hostnet & M-Web Indonesia.
Babak ketiga dari transformasi bisnis Indonet terjadi pada selang 2011 hingga 2017. Dalam enam tahun itu, Indointernet menjadi perusahaan Pemungkin Bisnis Digital (Digital Business Enabler) yang berfokus memberi layanan IT kepada pelanggan korporasi.
Seiring babak baru transformasi bisnis, Indonet meresmikan kantor anyar di bilangan Rempoa, Tangerang Selatan, pada Juli 2011. Setahun kemudian, tepatnya 2012 Indonet mengakuisisi Net Soft yang juga berlokasi di Tangerang Selatan. Melansir prospektus perusahaan, Net Soft melakukan kegiatan perdagangan, informasi dan komunikasi, serta jasa.
Pada 2015, Indointernet mengakuisisi Fast Speed Networks (FSN) yang berdomisili di Singapura. Perusahaan ini memiliki kapabilitas untuk melakukan transmisi internasional dengan kabel bawah laut. Di tahun ini juga Indonet mengembangkan layanan berbasis cloud dan penyimpanan data (storage), pemulihan bencana (disaster recovery), dan layanan surel bagi klien perusahaan.
Selanjutnya, Indonet memperluas perusahaannya ke Jawa Barat, tepatnya di Kabupaten Bandung Barat pada 2017. Pada tahun yang sama, muncul anak perusahaan baru: Wiratapura Indo Parahyangan. Perusahaan ini bergerak pada jasa konsultasi perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software) pada komputer. Dan di tahun itu juga Indointernet terpilih menjadi partner resmi dari Alibaba Cloud.
Keberhasilan Indonet untuk bekerja sama dengan Alibaba Cloud mengantarkan perusahaan menuju babak terakhir dari transformasi bisnis. Masih memegang identitas perusahaan sebagai business enabler, di periode 2018 hingga kini Indonet memperluas layanan perusahaan dengan menyediakan EDGE Data Center.
Pendirian Data Center ini ditandai sejak 2018, ketika Toto Sugiri mendirikan anak perusahaan bernama Ekagrata Data Gemilang (EDG) di bilangan Jakarta Selatan. Melalui EDG inilah perusahaan membangun Pusat Data EDGE untuk memberi layanan penyimpanan data, baik kepada perusahaan lokal dan internasional.
Kinerja Saham EDGE
Belum genap setahun melantai di Bursa Efek Indonesia, saham EDGE sudah naik lebih dari 200 % dari harga penawaran saham perdana alias initial public offering (IPO). Indonet melakukan IPO pada 8 Februari 2021 sebanyak 80,8 juta saham dengan harga Rp 7.375 per lembar. Dari aksi korporasi tersebut, saham EDGE meraup dana segar Rp 595,97 miliar.
Pada perdagangan Selasa (11/1/2022), saham EDGE ditutup pada level Rp 22.850 per lembar. Harga tersebut turun 1,4 % dibandingkan penutupan sebelumnya di harga Rp 23.175. Berdasarkan data RTI, saham EDGE cenderung menurun sejak tahun lalu. Penurunan terdalam terjadi dalam enam bulan terakhir, yakni sebanyak 40 %.
Pemegang saham terbesar sekaligus saham pengendali EDGE adalah Digital Edge, sebuah perusahaan data center dari Hong Kong. Pengalihan pemegang saham pengendali ini sendiri baru terjadi Juni 2021 lalu. Digital Edge Hong Kong memegang 59,1 % saham EDGE atau setara 238,7 juta lembar saham perusahaan.
Di posisi kedua, ada Otto Toto Sugiri selaku Presiden Komisioner EDGE menguasai 16,5 % saham emiten atau setara 66,8 juta lembar saham. Kemudian, ada UOB Kay Hian dari Hong Kong memiliki 7,5 % saham perusahaan atau setara 30,3 juta lembar saham.
Di posisi keempat, terdapat nama Han Arming Hanafia dengan kepemilikan saham 7,45 % atau setara 30,09 juta lembar saham. Han Arming juga masuk dalam jajaran 50 Orang Terkaya menurut Forbes dan duduk di posisi 37. Han merupakan kolega Toto Sugiri dalam membangun DCII dan juga EDGE.
Rencana Penggunaan Dana IPO
Menurut laman keterbukaan informasi IDX, Indointernet akan mengalirkan sebagian besar dana IPO kepada anak perusahaannya, Ekagrata Data Gemilang. Berdasarkan data dari prospektus, sebanyak 90 % dari dana IPO bakal digunakan sebagai tambahan setoran modal untuk membangun EDGE Data Center (EDC) di bilangan Jakarta Selatan.
Selanjutnya, sebanyak 6 % akan digunakan untuk belanja modal perseroan. Modal ini berbentuk perangkat pengembangan digitalisasi network, yang merupakan salah satu layanan Indonet. Sisanya, sebanyak 4 % akan digunakan untuk modal kerja pengembangan digitalisasi network.