Starlink, Jaringan Satelit Elon Musk yang Bakal Dipakai Indonesia
Starlink Tawarkan Internet Tanpa Fiber Optic
Ide di balik proyek SpaceX membuat Starlink adalah untuk memberikan akses internet berkecepatan tinggi kepada masyarakat di daerah paling terpencil di dunia. Pengembangan jaringan Starlink dimulai pada tahun 2015. Namun satelit prototipe pertama baru meluncur ke orbit pada 2018.
"Ada orang-orang di Inggris yang tak bisa dapat internet berkecepatan tinggi karena tinggal di daerah terpencil. Tapi ada lebih banyak lagi di berbagai belahan dunia, di tempat-tempat seperti Afrika," kata Lucinda King, Manajer Proyek Luar Angkasa Starlink, seperti dilansir dari BBC.
Sejak 2018, SpaceX telah mengorbitkan hampir 3.000 satelit Starlink melalui belasan peluncuran menggunakan roket milik SpaceX, Falcon 9. Starlink menargetkan peluncuran 10.000-12.000 satelit untuk menyediakan cakupan internet bagi seluruh dunia.
Satelit-satelit Starlink tersebut berada di orbit rendah sekitar Bumi agar bisa mendapat koneksi cepat.
Mengutip dari laman resmi Starlink, saat berlangganan pengguna bakal memperoleh dua perangkat, yakni antena penangkap sinyal satelit (Starlink Base) dan WiFi Router.
Cara kerja Starlink memancarkan jaringan broadband ke bumi lewat satelit, kemudian jaringan akan ditangkap oleh Starlink Base di area rumah pengguna. Perangkat WiFi Router berfungsi untuk menyalurkan kembali jaringan tersebut ke gawai pengguna.
Sederhananya Starlink beroperasi mirip layanan internet di Indonesia. Namun Starlink membagikan jaringan broadband dengan memanfaatkan satelit luar angkasa, bukan lewat kabel fiber optic yang biasa dipakai oleh kebanyakan operator Indonesia.
Layanan internet milik Starlink dibanderol dengan harga US$99, setara Rp1,4 juta per bulan. Jumlah tersebut belum termasuk parabola dan router seharganya US$549, setara Rp8,1 juta.