Evergrande Bangkrut, Tanda Bisnis Properti Cina Tak Baik-baik Saja
Raksasa properti Cina, Evergrande mengumumkan kebangkrutan, Kamis pekan lalu,(17/8/2023), waktu New York, Amerika Serikat (AS). Evergrande mengalami gagal bayar setelah 27 tahun berkiprah di bisnis properti.
Evergrande sudah mengalami utang jatuh tempo sebesar US$340 miliar atau sebesar Rp4.400 triliun sejak tahun 2021 lalu. Mereka kemudian mengajukan perlindungan kebangkrutan Bab 15, agar pengadilan AS dapat turun tangan dalam penyelesaian, ketika kasus kebangkrutan melibatkan negara lain.
Bab 15 kebangkrutan membantu mempromosikan kerja sama antara pengadilan AS, debitur, dan pengadilan negara lain yang terlibat dalam proses kebangkrutan lintas batas.
Evergrande merupakan grup perusahaan induk investasi yang bergerak dalam pengembangan, investasi, hingga pengelolaan real estate. Mereka memiliki lebih dari 1.300 proyek real estat di Cina. Selain bisnis properti, Evergrande juga punya beberapa bisnis non-real estate, termasuk bisnis kendaraan listrik, bisnis perawatan kesehatan, dan bisnis taman hiburan.
Forbes menyebut Evergrande Group memiliki delapan anak usaha yang bergerak di berbagai industri besar. Seperti Evergrande Real Estate, Evergrande New Energy Auto, Evergrande Property Services, HengTen Networks, FCB, Evergrande Fairyland, Evergrande Health, dan Evergrande Spring.
Kebangkrutan Evergrande sempat membuat pelemahan pada pembukaan bursa Asia Jumat pekan lalu. Fenomena kegagalan Evergrande menjadi penanda krisis properti telah dimulai di Cina, meski sektor real estat merupakan salah satu mesin pertumbuhan ekonomi yang menyumbang 30% PDB negara tersebut.
Selain Evergrande, perusahaan properti lain di Cina yang mengalami kebangkrutan adalah Kaisa Group Holdings dan Country Garden. Kaisa sejak 2021 sudah terancam tak bisa membayar utang dan bangkrut. Kaisa menangguhkan perdagangan saham pada 2021 lalu.
Kaisa merupakan perusahaan real estat terbesar ke-27 di Cina. Namun Kaisa menjadi salah satu perusahaan yang memiliki utang besar dan dianggap tidak bisa memenuhi target tenggat waktu utang sebesar US$400 juta setara Rp200,78 miliar.
Sementara itu Country Garden, juga diprediksi bakal mengikuti jejak Evergrande. Perusahaan ini tercatat memiliki utang sebesar US$191,7 miliar.
Jejak Bisnis Evergrande
Melansir dari Forbes, Evergrande berdiri berkat usaha Hui Ka Yan. Ia merupakan ketua Evergrande Group di Hong Kong. Pria berusia 62 tahun ini memulai Evergrande di Guangzhou, Cina Selatan pada tahun 1996.
Hui memulai bisnis propertinya dengan membeli properti harga rendah di pasar kecil. Proyek pertamanya adalah Taman Jinbi di Wuhan, Cina.
Sebelum berganti nama jadi Evergrande, perusahaan ini sempat dikenal dengan nama Grup Gengda. Hui sempat menjadi orang terkaya di Asia. Tapi jumlah kekayaannya terjun bebas setelah kasus Evergrande.
Pada 2021 lalu ia mencatat kekayaan pribadi lebih dari US$10 miliar. Sementara dilansir dari Forbes Real Time Net Worth, Senin, (21/8/2023), Hui Ka Yan punya kekayaan mencapai US$2,8 miliar atau sekitar Rp42,9 triliun.
Hui merupakan pemilik mayoritas saham Evergrande Group, kepemilikan sahamnya mencapai 9,3 miliar saham atau 70,72% dari total saham, berdasarkan data dari Refinitiv. Selain Hui, istrinya, yakni Ding Yumei juga menjadi pemilik terbesar saham Evergrande dengan kepemilikan saham mencapai 791,25 juta saham atau 5,97%.
Sebelum memulai bisnis properti, Hui pernah bekerja sebagai teknisi di sebuah pabrik baja selama 10 tahun, pasca selesai kuliah, pada tahun 1982.