Satgas & Ahli Harap Pengembangan Vaksin Nusantara Sesuai Kaidah Ilmiah
Vaksin Nusantara sempat membawa harapan untuk menambah pasokan vaksin Covid-19 di Tanah Air. Namun, vakasin tersebut justru mendapat kritikan sejumlah ahli.
Salah satunya ahli epidemiologi dari Griffith University Australia, Dicky Budiman, yang menyebut vaksin tersebut tidak dipublikasikan secara transparan. Vaksin yang dikembangkan oleh Universitas Diponegero bersama mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto itu juga terlalu over claim terkait efektivitas vaksin tanpa didasari pada data ilmiah.
Di sisi lain, dia menilai Vaksin Nusantara tidak efektif, efisien, dan visibilitas pada penanganan penyakit menular seperti Covid-19. Pasalnya, pengembangan vaksin tersebut menggunakan teknologi baru yaitu dari sel dendritik.
Metode tersebut biasanya digunakan pada pengobatan kanker. "Kalau belum apa-apa kita tahu teknologinya sulit, biayanya mahal, tidak bisa diproduksi massal, untuk apa? Itu yang menyebabkan negara-negara maju tidak fokus pada metode tersebut," kata Dicky pada Selasa (23/2).
Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa sumber daya yang ada saat ini, baik dalam bentuk dana ataupun manusia, bisa difokuskan pada metode pengembangan yang telah ada. Salah satunya pengembangan vaksin dengan messenger RNA (mRNA).
Menurut Dicky, pengembangan vaksin mRNA lebih potensial untuk diproduksi secara massal dan sangat fleksibel terhadap pengembangan strain baru virus corona. Terlebih lagi, pengembangan vaksin berbasis mRNA telah terbukti efektif melawan Covid-19 dalam uji klinis skala besar.
Di sisi lain, Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Prof. Wiku Adisasmito mengingatkan agar seluruh proses pengembangan vaksin dipublikasikan sesuai kaidah ilmiah. Selain itu, seluruh prosesnya harus mengikuti tahapan yang telah ditetapkan oleh lembaga kesehatan.
Adapun tahapan pengembangan vaksin dimulai dengan metode ilmiah dan pengujian di laboratorium. Dari tahapan tersebut akan dihasilkan kandidat vaksin yang potensial.
Selanjutnya, kandidat vaksin diuji praklinis lewat hewan percobaan. Uji praklinis ini bertujuan untuk mengetahui keamanan dan efektivitas kandidat vaksin yang ditimbulkan dari hewan percobaan.
Jika lulus uji praklinis, kandidat vaksin memasuki tahapn uji pada manusia dari fase pertama,kedua, hingga ketiga. Pada proses tersebut, pengembangan vaksin harus melibatkan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
"Seluruh proses pengembangan vaksin dipublikasikan secara kaidah ilmiah," kata Wiku.
Dia pun menyebut bahwa pemerintah terbuka terhadap pengembangan vaksin Covid-19 di dalam negeri. Selain itu, pemerintha berharap pengembangan vaksin yang ada di Indonesia bisa berjalan dengan baik.
Masyarakat dapat mencegah penyebaran virus corona dengan menerapkan 3M, yaitu: memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak sekaligus menjauhi kerumunan. Klik di sini untuk info selengkapnya.
#satgascovid19 #ingatpesanibu #pakaimasker #jagajarak #cucitangan