AirAsia Lirik Peluang Kerja Sama Operasional dengan Garuda Indonesia
Setelah melakukan Kerja Sama Operasi (KSO) dengan Sriwijaya Group, maskapai penerbangan plat merah Garuda Indonesia kembali dilirik oleh perusahaan maskapai penerbangan. AirAsia Indonesia mengatakan tengah menjajaki peluang kerja sama, sejalan dengan keunggulan yang dimiliki masing-masing maskapai.
Direktur Utama AirAsia Indonesia Dendy Kurniawan mengatakan, pihaknya membuka peluang kerja sama dengan Garuda Indonesia karena perusahan pelat merah itu dinilai memiliki keunggulan di pasar domestik. Sementara, AirAsia merupakan maskapai penyumbang jumlah penumpang internasional terbesar di Indonesia.
Namun menurutnya, pembicaraan yang berlangsung masih dalam tahap awal sehingga belum ada keputusan final terkait keputusan kerja sama itu. "Kami terbuka dengan berbagai bentuk kerja sama yang dapat mendukung perkembangan industri ini," kata Dendy dalam keterangan tertulisnya, Jumat (21/12).
(Baca: Garuda Akan Konversi Utang Sriwijaya Air Menjadi Saham)
Di konfirmasi secara terpisah, Direktur Utama Garuda Indonesia I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra pun tak menampik perihal penjajakan kerja sama itu. Senada dengan Dendy, dia menyatakan penjajakan tersebut baru sampai tahap pembicaraan.
"Ya mereka minta KSO dengan kita, tapi kita belum bicarakan detailnya," kata Ari di Jakarta.
Ari mengatakan, perusahaan belum mengkaji lebih jauh penawaran kerja sama tersebut. Namun dia mengakui, AirAsia saat ini masih memiliki pangsa pasar yang cukup besar pada rute internasional. Dengan potensi yang besar ini, Garuda juga membuka kemungkinan menyinergikan kerja sama tersebut dengan anak usahanya, PT Citilink Indonesia.
"AirAsia ini kuat di (penerbangan) internasional, jadi mungkin kita akan support juga untuk Citilink, kita tetap terbuka saja," ungkapnya.
Sebelumnya, Garuda Indonesia mengambil alih pengelolaan operasi Sriwijaya Grup dengan menyepakai KSO melalui anak usahanya Citilink Indonesia. Dengan kerja sama ini, perseroan mengelola operasional Sriwijaya Air dan NAM Air, sekaligus membantu kinerja keuangan dan operasional Sriwijaya Air Group.
Garuda Indonesia mengakui terbuka opsi untuk pengambilalihan 51% saham Sriwijaya Group sebagai tindak lanjut KSO. Meski begitu, Garuda tetap harus meminta perizinan dari Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk memuluskan rencana pengambilalihan saham Sriwijaya tersebut.
(Baca: Garuda Indonesia Optimistis Catatkan Laba di 2018)
Askhara mengungkapkan, salah satu opsi pengambilan saham Sriwijaya dapat dilakukan dengan mengkonversi utang Sriwijaya Air menjadi saham. Tetapi konversi tersebut menunggu saran dari konsultan terlebih dahulu. Dalam laporan keuangan Garuda Indonesia triwulan III 2018, Sriwijaya Air disebutkan punya kewajiban utang kepada Garuda.
Kewajiban Sriwijaya terhadap Garuda antara lain utang jangka panjang atas pengerjaan overhaul 10 mesin CFM56-3 yang akan dilunasi pembayarannya melalui angsuran selama 36 bulan. Jumlah saldo utang Sriwijaya kepada Garuda per 31 Desember 2018 sebesar US$ 9,15 juta, dengan US$ 4,32 juta akan jatuh tempo dalam waktu satu tahun atau Desember 2018.
Sementara itu saldo utang Sriwijaya kepada Garuda per 30 September 2018 sebesar US$ 9,33 juta, yang mana US$ 4,32 juta akan jatuh tempo dalam waktu satu tahun, atau per 30 September 2019. Dalam laporan keuangan itu juga disebutkan pula bahwa terdapat utang Sriwijaya yang telah jatuh tempo namun belum dilunasi akan dikenakan bunga 0,1% per hari dari jumlah yang belum dibayarkan.