BRI Catatkan Saham Baru Rp 96 Triliun, Terbesar ke-7 di Dunia
Penerbitan saham baru oleh PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI menjadi yang terbesar ke-7 di dunia sejak 2009. Nilai dari aksi korporasi itu mencapai Rp 95,9 triliun dengan kelebihan permintaan (oversubscribed) mencapai 1,53%.
Sejak 13 September 2021, BRI mulai menawarkan 28,2 miliar saham baru dengan harga Rp 3.400 per saham dalam aksi penambahan modal dengan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) atau rights issue.
"Rights issue ini menjadi yang terbesar di Indonesia, tertinggi di Asia Tenggara, peringkat 3 di Asia, dan masuk 7 besar seluruh dunia sejak 2009," kata Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Inarno Djajadi dalam sambutan pencatatan saham baru BRI di bursa, Rabu (29/9).
Secara rinci, total nilai right issue yang mencapai Rp 95,9 triliun ini terdiri dari, Rp 54,7 triliun dalam bentuk partisipasi non-tunai pemerintah dan Rp 41,2 triliun dalam bentuk tunai dari pemegang saham publik. Sebanyak Rp 27,9 triliun di antaranya berasal dari pemegang saham asing.
Inarno mengatakan, rights issue bank milik pemerintah ini merupakan pencapaian yang membanggakan, terutama di tengah kondisi menantang akibat pandemi Covid-19. Melihat antusiasme investor asing dan lokal, Inarno yakin dunia luar masih percaya pada prospek ekonomi Indonesia di masa depan.
"Semoga dana dari rights issue ini bisa mengembangan ekosistem ultra mikro untuk akselerasi ekonomi kerakyatan demi kesejahteraan perekonomian bersama," kata Inarno.
Inarno mengatakan, dengan potensi bisnis yang besar, saham bank tersebut akan bertambah menarik dan meningkatkan optimisme investor untuk apresiasi saham BBRI. "Semoga terus sukses dan inovatif sehingga membuat pasar modal Indonesia makin atraktif," kata Inarno.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir selaku perwakilan pemegang saham BRI mengatakan, rights issue ini spesial karena bisa membuat pasar modal Tanah Air bergairah di tengah turbulensi. Indonesia dinilai memiliki pasar modal yang besar karena tidak semua negara punya posisi seperti di Indonesia.
"Ini membuktikan kita punya market yang sangat besar sehingga pertumbuhan ekonomi akan terus berlangsung," kara Erick Thohir.
Dia berharap kondisi pasar modal yang bergairah membuka pemikiran pelaku pasar untuk terus bertransaksi, karena pasar modal Tanah Air adalah aset yang mahal, bukan hanya aset sekedar diperdagangkan banyak pihak saja. Sehingga pasar modal bisa memastikan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Erick menjelaskan, latar belakang pembentukan holding ultra mikro yang dipimpin BRI, karena usaha mikro, kecil, dan menengah bisa menjadi sumber pertumbuhan ekonomi. Selain itu, Erick mengingatkan, UMKM bukan objek, melainkan subjek yang harus didukung.
"Ini jadi peringatan bawah UMKM bukan objek, tapi subjek yang dharus didukung. Bukan subjek yang diperebutkan, tapi sebuah kebijakan yang harus didorong bersama," kata Erick.
Dalam proses pembentukan holding ultra mikro, awalnya banyak pihak yang pesimis. Banyak yang mengatakan, jangan mengubah model bisnis PT Pegadaian (Persero) dan PT Permodalan Nasional Madani (Persero) karena kedua perusahaan akan dimasukan sebagai anak usaha BRI melalui skema inbreng.
Erick mengatakan, justru dengan sinergi ketiga perusahaan, bisa memastikan UMKM mendapatkan 3 hal. Pertama, mendapatkan akses dana mudah karena punya jaringan yang besar. Kedua, mendapatkan pendampingan yang lebih luas. Terakhir, memiliki akses untuk naik kelas menjadi korporasi.