Citra Borneo IPO, Harga Saham Naik Nyaris 16% Jadi Rp 800
Perusahaan perkebunan PT Citra Borneo Utama Tbk (CBUT) mencatatkan saham perdana di Bursa Efek Indonesia (BEI) hari ini, Selasa (8/11).
Berdasarkan data perdagangan sampai pukul 09.35 WIB, harga saham Cita Borneo Utama melonjak 15,94% ke level Rp 800 per saham dari level harga penawaran umum, yakni Rp 690. Nilai itu terus meningkat dari harga saham saat perdagangan dibuka, yaitu Rp 745.
Volume saham yang diperdagangkan tercatat 18,01 juta dengan nilai transaksinya Rp 23,37 miliar. Sementara itu, frekuensi perdagangannya tercatat sebanyak 6.090 kali.
Berdasarkan prospektus, melalui penawaran umum perdana atau Initial Public Offering (IPO) ini, perusahaan melepas 625 juta lembar saham perdana atau setara 20% dari modal disetor dan ditempatkan perseroan.
Anak usaha Sawit Sumbermas Sarana (SSMS) ini, akan menghimpun dana IPO sebesar Rp 431,2 miliar. Adapun PT BRI Danareksa Sekuritas, Maybank Sekuritas Indonesia, dan Mirae Asset Sekuritas Indonesia bertindak sebagai penjamin pelaksana emisi.
Berdasarkan prospektus, seluruh dana hasil IPO akan digunakan untuk pengembangan usaha. Rinciannya, sekitar 54% akan digunakan untuk membangun refinery extension dan infrastrukturnya. Sisanya akan digunakan untuk meningkatkan modal kerja, termasuk pada pembelian bahan baku, yaitu minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) dan palm kernel guna meningkatkan utilitas produksi pada pabrik kernel crushing dan refinery.
Direktur Utama Citra Borneo Utama, Balakrishnan Naidu Ramasamy, optimistis para investor akan merespons dengan baik penawaran saham yang diberikan perusahaan. Dia juga optimistis penjualan dan laba bersih tahun ini bisa mengalami kenaikan.
"Kami optimis pendapatan dan laba bersih sampai akhir tahun bisa naik 10%‐15%," ujar Balakrishnan
Akhir tahun lalu, perseroan membukukan penjualan Rp 8,66 triliun dan laba bersih Rp 286,6 miliar.
Berdasarkan laporan keuangan terbaru Citra Borneo, pendapatan pada kuartal I 2022 tercatat naik 114% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Hal ini terutama dipicu oleh pertumbuhan produksi dan volume penjualan produk.
Secara akumulasi, margin laba sebelum pajak, depresiasi, dan apresiasi nilai tukar (EBITDA) dalam lima tahun terakhir menunjukkan tren kenaikan. Jika dibandingkan secara tahunan atau Year on Year (YoY) terdapat kenaikan 98,93%, dipicu
peningkatan EBITDA yang lebih tinggi ketimbang kenaikan penjualan.