4 Skema Perdagangan Bursa Karbon, Ada Pasar Lelang hingga Marketplace
Bursa Efek Indonesia (BEI) menyatakan telah menyiapkan empat skema perdaganganbursa karbon di Indonesia. BEI diketahui telah mengajukan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai penyelenggara bursa karbon.
Direktur Pengembangan BEI, Jeffrey Hendrik menyatakan, nantinya terdapat empat ruang perdagangan yang bisa dilakukan investor melalui bursa karbon. Tidak seperti aset saham, efek yang diperdagangkan di bursa karbon nantinya berupa perusahaan yang telah mendapat sertifikat karbon dari lembaga terkait.
Jeffrey merinci keempat skema perdagangan itu pertama ialah di pasar reguler. Selayaknya perdagangan saham pada umumnya, pengguna jasa dapat menyampaikan bid dan ask.
Kedua, BEI juga menyiapkan pasar lelang yang merupakan penjualan 1 arah dari pemilik proyek, seperti aksi penawaran umum perdana saham atau initial public offering/IPO. Pada skema ini, unit karbon yang dilelang akan ditetapkan regulator.
Ketiga, mekanisme perdagangan di pasar negosiasi. Hal ini memungkinan jika investor telah memiliki perjanjian di luar bursa dapat ditransaksikan dengan pihak yang sudah melakukan konfirmasi melalui bursa karbon.
"Keempat melalui pasar marketplace, yakni semacam marketplace pada umumnya, proyek dapat diperlihatkan, dan pembeli dapat menyampaikan bidnya," kata Jeffrey, kepada wartawan, Kamis (14/9).
Selain dari aspek aturan main mengenai perdagangan, BEI juga sudah menyiapkan infrastruktur perdagangan bursa karbon. Rencananya, infrastruktur perdagangan terkait bursa karbon akan diluncurkan bulan ini.
Direktur Teknologi Indormasi dan Manajemen Risiko BEI, Sunandar, mengungkapkan mekanisme perdagangan yang ada di bursa karbon akan terpisah dengan sistem perdangan efek Jakarta Automatic Trading System (JATS).
"Sistem itu akan memfasilitasi kepentingan para trader, namanya sistem carbon trading," kata Sunandar, kepada wartawan di Gedung BEI, dikutip Selasa (12/9).
Otoritas Jasa Keuangan sebelumnya menyatakan, perdagangan bursa karbon belum bisa mengakomodasi investor ritel. Pasalnya, pada tahap awal, pelaksanaan bursa karbon ditujukan bagi perusahaan yang memiliki Sertifikat Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (SPEGRK) dan Persetujuan Teknis Batas Atas Emisi Pelaku Usaha (PTBAE-PU) yang diterbitkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) atau lembaga terkait.
Selain itu, para pelaku usaha yang ikut dalam perdagangan karbon harus tercatat dalam Sistem Registrasi Nasional (SRN) Pengendalian Perubahan Iklim di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
"Sangat dimungkinkan ke depan investor ritel bisa masuk, tidak dalam perdagangan karbon, mungkin dalam produk turunannya,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK Inarno Djajadi.