Lo Kheng Hong Soal Bursa Karbon, Apa Katanya?
Bursa karbon tengah menjadi perbincangan hangat para pelaku pasar akhir-akhir ini. Apalagi sejak Presiden Joko Widodo secara resmi meluncurkan Bursa Karbon Indonesia (IDXCarbon) di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI) 26 September lalu.
Mencermati itu, Lo Kheng Hong investor ritel tersukses di Indonesia yang notabene sudah tidak asing dengan BEI, justru mengaku tak paham dengan Bursa Karbon.
“Belum mengerti karena itu sesuatu yang baru. Apa itu Bursa Karbon?,” kata Lo Kheng Hong kepada Katadata.co.id di sela-sela acara PermataBank “Wealth Wisdom Harmonious Wealth Journey” dikutip Rabu (4/10).
Terkait peserta Bursa Karbon, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan bahwa dalam waktu dekat perdagangan karbon memang terbatas hanya untuk pelaku usaha, bukan untuk ritel.
"Apakah investor ritel akan ikut bertransaksi?. Untuk tahap awal tentu belum. Tapi tentu sangat mungkin ke depannya bisa masuk, tapi bukan ke perdagangannya, melainkan ke produk-produk turunannya," kata Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Deriatif dan Bursa Karbon OJK Inarno Djajadi dalam Konferensi Pers RDK Bulanan OJK.
Adapun perdagangan Bursa Karbon pada sepekan dari peluncuran perdananya minim transaksi. Direktur Pengembangan BEI Jeffrey Hendrik mengatakan secara alamiah, transaksi bursa karbon tidak selikuid bursa saham. Sebab masih berupa tahap awal di mana perdagangan dilakukan atas dasar sukarela dan minimnya jumlah pengguna jasa.
“Alaminya bursa karbon memang tidak selikuid bursa saham. Sosialisasi dan pertemuan masih kami lakukan dengan perusahaan potensial. Diharapkan nantinya jumlah demand dan supply akan cukup banyak sehingga Bursa Karbon akan lebih likuid,” kata Jeffrey kepada wartawan, Rabu (4/10).
Saat pertama diluncurkan, total volume hingga akhir perdagangan yaitu sebanyak 459,95 tCO2. Lalu total transaksi yaitu 27 transaksi dengan 15 total pembeli, serta satu penjual.
Kemudian transaksi di pasar reguler yaitu 17 kali, pasar negosiasi sebanyak 3 kali, dan pasar lelang yakni 2 kali. Total pengguna jasa saat itu yaitu 16 pengguna jasa. Sementara harga pembukaan pasar reguler yakni Rp 69.600 dan harga penutupan pasar reguler Rp 77.000.
Sebagai informasi, izin usaha penyelenggara Bursa Karbon telah diberikan kepada BEI oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 18 September 2023 lalu. Sesuai dengan Peraturan OJK (POJK) Nomor 14 Tahun 2023 tentang Perdagangan Karbon Melalui Bursa Karbon, IDXCarbon sebagai Penyelenggara Bursa Karbon menyediakan sistem perdagangan yang transparan, teratur, wajar, dan efisien.
Selain memberikan transparansi pada harga, perdagangan IDXCarbon juga memberikan mekanisme transaksi yang mudah dan sederhana. Saat ini, terdapat empat mekanisme perdagangan IDXCarbon, yaitu Auction, Regular Trading, Negotiated Trading, dan Marketplace.
IDXCarbon terhubung dengan Sistem Registri Nasional Pengendalian Perubahan Iklim (SRN-PPI) milik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), sehingga mempermudah administrasi perpindahan unit karbon dan menghindari double counting.
Pelaku usaha berbentuk perseroan yang memiliki kewajiban dan atau memiliki komitmen untuk secara sukarela menurunkan emisi gas rumah kaca, dapat menjadi pengguna jasa IDXCarbon dan membeli unit karbon yang tersedia. Selain itu, pemilik proyek yang sudah memiliki unit karbon yang tercatat di SRN-PPI, dapat menjual unit karbonnya melalui IDXCarbon.
Pada awalnya, penyedia unit karbon yaitu Pertamina New and Renewable Energy (PNRE) yang menyediakan unit karbon dari Proyek Lahendong Unit 5 dan Unit 6 PT Pertamina Geothermal Energy Tbk.
Lalu perusahaan-perusahaan yang berperan sebagai pembeli unit karbon pada perdagangan perdana IDXCarbon, yaitu di antaranya PT Bank Central Asia Tbk, PT Bank CIMB Niaga Tbk, PT Bank DBS Indonesia, PT Bank Mandiri Tbk, PT BNI Sekuritas, dan PT BRI Danareksa Sekuritas.
Kemudian ada juga PT CarbonX Bumi Harmoni, PT MMS Group Indonesia, PT Multi Optimal Riset dan Edukasi, PT Pamapersada Nusantara, PT Pelita Air Service, PT Pertamina Hulu Energi, PT Pertamina Patra Niaga, PT Truclimate Dekarbonisasi Indonesia, dan PT Udara Untuk Semua (Fairatmos).