Aksi Merger Smartfren dan XL Samar, Bagaimana Potensi Saham FREN?
Rumor penggabungan usaha alias merger antara PT Smartfren Telecom Tbk (FREN) dan PT XL Axiata Tbk (EXCL) masih samar.
Research Analyst PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia Christopher Rusli mengatakan, rumor merger antara Grup Axiata Malaysia dan Grup Sinarmas dinilai amat terbuka. Apalagi Pemerintah Indonesia tengah mengupayakan konsolidasi industri telekomunikasi untuk efisiensi spektrum. Namun sayangnya belum ada rincian atau pengumuman resmi mengenai potensi merger ini.
"Meskipun kami memberikan peringkat yang not rated untuk FREN, kami melihatnya sebagai perusahaan yang menarik. Hal itu karena potensi pembicaraan merger dengan EXCL yang dapat meningkatkan basis pelanggan, pangsa pasar, dan profitabilitasnya," katanya dalam riset, Rabu (10/1).
Peringkat not rated diberikan buat perusahaan yang sebetulnya kurang diyakini suatu sekuritas, tapi punya potensi ke depan.
Adapun FREN diperdagangkan sedikit di bawah rata - rata rasio price to book value (PBV) 5 tahun dan sedikit di bawah standar deviasi -1. Pada perdagangan Rabu (10/1) pukul 10.42 WIB harga saham FREN tengah menguat 4% ke level Rp 52 per lembar.
Sementara di tahun ini, Smartfren Telecom bakal meningkatkan perluasan jaringannya dengan menyiapkan belanja modal sebesar Rp 1,5 triliun hingga Rp 2 triliun, terutama untuk jaringan baru konstruksi di seluruh Indonesia.
Presiden Direktur Smartfren Telecom Merza Fachys mengumumkan rencana untuk membangun setidaknya 2.000, mungkin hingga 3.000 base transceiver (BTS) baru sebagai respons terhadap permintaan pasar. Perluasan ini mencakup lebih dari 2.000 BTS dan sudah didirikan di wilayah Jawa dan Jakarta dan lainnya di Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi.
Smartfren merupakan penyedia layanan telekomunikasi berbasis teknologi 4G LTE Advanced yang merupakan pengembangan lanjutan dari 4G.
Secara kinerja, FREN mengalami peningkatan pendapatan sebesar 4,1% secara tahunan dari Rp 8,29 triliun menjadi Rp 8,63 triliun di kuartal tiga 2023. Namun kenaikan biaya 5,9% menyebabkan penurunan laba usaha dari Rp 437 miliar menjadi Rp 319 miliar. Sementara kerugian investasi dan beban lainnya menyebabkan Ebitda anjlok dari untung Rp 1,41 triliun menjadi rugi Rp 647 miliar.
Namun munculnya jaringan 5G dengan frekuensi tinggi dan panjang gelombang lebih pendek, untuk kecepatan data lebih cepat memerlukan peningkatan jumlah menara seluler. Permintaan ini memberikan peluang pertumbuhan pendapatan yang besar bagi penyedia infrastruktur telekomunikasi.
Sebelumnya, Menteri Kominfo Budi Arie Setiadi mengatakan kedua perusahaan belum ada pembicaraan dengannya terkait merger. Namun ia membiarkan Smartfren dan XL untuk melakukannya secara business to business.
Pemerintah sebagai regulator setuju adanya merger. Ini dilakukan agar menyehatkan ekosistem di industri telekomunikasi tanah air.
Budi pun mengatakan Indonesia sebaiknya hanya memiliki tiga operator untuk industri telekomunikasi lebih efisien dan sehat. Apalagi menurutnya banyak negara juga memiliki tiga operator saja.
Sedangkan saat ini, Indonesia memiliki empat operator. Yakni Telkomsel, XL Axiata, Smartfren, dan Indosat Ooredoo Hutchison yang merupakan hasil merger Indosat dan Tri.