OJK Menyebutkan IHSG Tumbuh Tipis Sepanjang Kuartal I-2024
Otoritas Jasa Keuangan mencatat kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tumbuh sebesar 0,22%, mengacu pada penutupan transaksi 28 Maret 2024 yang ditutup pada posisi 7.288,81 poin. Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengatakan menurut catatan per 28 Maret tersebut, investor nonresiden membukukan net buy sebesar Rp26,28 triliun year to date (ytd)
Ia mengatakan nilai kapitalisasi pasar mencapai Rp 11.692 triliun atau tumbuh sebesar 0,15% ytd. "Sementara itu, penghimpunan dana oleh korporasi melalui pasar modal di periode yang sama relatif solid, tercatat nilai penawaran umum sebesar Rp48,04 triliun, termasuk oleh 15 emiten baru," kata dia, Jumat (3/5/2024).
Dalam perkembangan hingga 26 April 2024, ia melanjutkan, nilai penawaran umum tercatat sebesar Rp 75,52 triliun. "Namun demikian, OJK mencermati pengaruh dari peningkatan tekanan di pasar keuangan global terhadap kinerja pasar modal domestik, khususnya terkait aksi jual nonresiden di pasar saham yang sampai dengan tanggal 26 April 2024 mengakibatkan akumulasi pembelian saham nonresiden turun," kata dia.
Adapun penurunan net buy (ytd) tercatat sebesar Rp 7,62 triliun. Sementara itu, IHSG ditutup pada posisi 7.036,08 atau terkoreksi sebesar 3,25% ytd per 26 April 2024. Dalam perkembangannya hingga penutupan perdagangan Jumat (3/5/2024), kinerja IHSG terpantau tumbuh 0,24% dengan bertengger pada posisi 7.134,72.
Secara umum, Mahendra mengatakan kinerja pasar saham domestik cukup kuat, bersamaan dengan kinerja ekonomi Indonesia yang masih cukup resilien. Ia menyebutkan ekonomi di triwulan pertama 2024 diperkirakan tetap berada di atas 5,0% dan cenderung menguat dibandingkan dengan triwulan IV 2023.
Menurut Mahendra, secara umum, stabilitas sistem keuangan (SSK) Indonesia pada periode ini dalam kondisi terjaga, dengan didukung kondisi fiskal, moneter, dan sektor keuangan yang stabil. OJK yang tergabung di dalam Komite Stabilitas Sistem Keuangan, kata dia, berkomitmen untuk terus meningkatkan sinergi dalam mengantisipasi risiko ketidakpastian ekonomi global dan potensi ketegangan geopolitik dunia yang eskalatif.
Terutama, kata Mahendra, terhadap rambatannya pada perekonomian dan sektor keuangan domestik. "Termasuk memperkuat coordinated policy response dan kewaspadaan untuk memitigasi berbagai risiko bagi perekonomian dan SSK."