BEI Bungkam soal Identitas Emiten yang Diduga Tersangkut Gratifikasi IPO
Bursa Efek Indonesia (BEI) menjelaskan alasan mengapa hasil investigasi internal terkait dugaan gratifikasi initial public offering (IPO) yang melibatkan lima oknum Divisi Penilaian Perusahaan dan emiten terkait, tidak diungkap ke publik.
Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna menyatakan bahwa seluruh perusahaan yang tercatat di BEI telah melewati prosedur evaluasi yang ketat dan memenuhi persyaratan pencatatan bursa. Tak hanya itu, BEI juga terus memantau kinerja perusahaan-perusahaan tercatat serta melakukan pembinaan.
Ia menegaskan bahwa tidak ada pelanggaran peraturan yang dilakukan oleh calon perusahaan yang akan tercatat di Bursa.
“Oleh karena itu, tidak relevan apabila Bursa mendisclose perusahaan tercatat tersebut,” kata Nyoman kepada wartawan, Rabu (28/8).
Nyoman menambahkan bahwa BEI telah memiliki pedoman terkait proses investigasi internal. Akan tetapi, ia menegaskan hasil dari investigasi tersebut tidak dipublikasikan. BEI juga memastikan akan mengambil tindakan tegas terhadap pihak-pihak yang melanggar nilai-nilai BEI.
Selain itu, ia mengatakan tindakan disipliner terhadap pelanggaran etika oleh oknum karyawan merupakan bagian dari upaya BEI untuk menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik atau good corporate governance. BEI juga menerapkan Sistem Manajemen Anti Penyuapan berbasis ISO 37001:2016. Dengan demikian, Nyomen mengatakan informasi ini disampaikan sebagai bentuk transparansi kepada masyarakat.
“Namun, untuk informasi detail terkait kejadian ini bukan merupakan informasi publik,” tambahnya.
Sebelumnya Guru Besar Keuangan dan Pasar Modal FEB Universitas Indonesia (UI) Budi Frensidy mengatakan dirinya sejak lama telah mempertanyakan kualitas IPO di BEI. Hal itu terjadi sejak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan regulator mengejar kuantitas emiten baru sebagai Key Performance Indicator (KPI) mereka.
“Saya pikir dari dulu kualitas emiten baru dipertanyakan. Mungkin juga gara-gara ini,” kata Budi ketika dihubungi Katadata.co.id, Selasa (27/8).
Menurut surat yang diterima oleh ruang wartawan BEI, praktik gratifikasi ini melibatkan beberapa emiten yang saat ini sahamnya telah tercatat di bursa. Selain itu, imbalan uang yang diterima oleh para oknum diduga berkisar antara ratusan juta hingga satu miliar rupiah untuk setiap emiten.
Lebih jauh, sumber yang mengetahui hal ini mengungkapkan bahwa dalam pemeriksaan ditemukan para oknum tersebut membentuk perusahaan jasa penasihat secara terorganisir. Dari perusahaan ini, terakumulasi dana sekitar Rp 20 miliar. Kasus ini mengungkapkan adanya dugaan praktik korupsi yang serius di BEI, dan saat ini sedang dalam penyelidikan lebih lanjut.
Mengambil Jalur Pintas
Merespons hal tersebut, Budi mengatakan banyak pihak yang memanfaatkan situasi di mana calon emiten harus segera menyerahkan dokumen tepat waktu. Jika terlambat, laporan audit mereka menjadi tidak berlaku dan mereka harus melakukan audit baru, yang tentunya akan memakan biaya lebih mahal. Dengan demikian, Budi menyebut waktu yang terbatas untuk menyelesaikan proses IPO serta biaya audit tambahan membuat banyak calon emiten memilih jalur pintas.
“Jamak dilakukan, kemungkinan keluar biaya audit tambahan membuat banyak emiten memilih jalan pintas,” ucapnya.
Tak hanya itu, Budi mengatakan pihak yang dirugikan bisa saja menuntut balik BEI atau oknum yang terlibat jika mereka dapat membuktikan bahwa mereka tidak bersalah. Akan tetapi, ia menilai diungkapnya emiten yang terlibat kasus tersebut dikhawatirkan akan berefek lebih besar ke pasar.
“Harus hati-hati dan dipertimbangkan baik-baik oleh BEI,” jelasnya.