Titah Prabowo dan Beban Koperasi Merah Putih, Apa Dampaknya Bagi Bank Himbara?


Bank-bank Badan Usaha Milik Negara atau BUMN kini dihadapkan dengan pekerjaan rumah baru. Presiden Prabowo Subianto dalam pengumuman terbaru meminta bank pelat merah yang tergabung dalam Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) untuk menyalurkan dana pinjaman ke Koperasi Desa Merah Putih.
Pemerintah memperkirakan pendirian satu Kopdes Merah Putih akan menelan anggaran Rp 3 miliar hingga Rp 5 miliar. Prabowo menargetkan nantinya bakal terbentuk 70 hingga 80 ribu Kopdes Merah Putih.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyebutkan ide membangun koperasi desa dengan melibatkan Himbara merupakan terobosan langsung dari Presiden Prabowo. Pemerintah berharap keberadaan koperasi bisa mendongkrak perekonomian masyarakat.
"Nah ini adalah lompatan seperti ini ide dari Pak Presiden dan sepertinya yang bisa menggerakkan hanya Pak Presiden karena melibatkan Himbara," kata Budi Arie di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (7/3) .
Dia mengatakan selama ini koperasi terhalang mendapat pinjaman dari bank karena perlu jaminan. "Coba pinjam uang ke Himbara kalau enggak ada jaminan segitu aja. Belum tentu dapat," kata dia.
Mengenai teknis pelaksanaan Koperasi Merah Putih nantinya, kini tengah dibahas secara intens. Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Mendes PDT), Yandri Susanto menyampaikan pemerintah terus memastikan keberadaan koperasi tepat sasaran dan berdampak meningkatkan perekonomian di desa.
Menurut Yandri, pembahasan mendetail di antaranya meliputi persoalan keterlibatan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di dalamnya hingga persoalan pendanaan pendirian Kopdes. "Sedang dibahas secara mendetail bagaimana hubungannya dengan BUMDes, pendanaannya, bentuk badan hukumnya, cara memanfaatkan potensi desanya," ujar Yandri.
Kesiapan Bank Himbara Biayai Koperasi Merah Putih
Perintah Prabowo agar bank pelat merah yang tergabung di Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) turut mendanai koperasi merah putih, membuat manajemen bank-bank BUMN bersiap. Sejumlah emiten perbankan seperti PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) hingga PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN).
Sekretaris Perusahaan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) M. Ashidiq Iswara menyampaikan Bank Mandiri menyambut baik dan mendukung inisiatif pemerintah dalam pembentukan Koperasi Desa Merah Putih.
"Ini diharapkan dapat memperluas akses permodalan yang lebih sehat bagi masyarakat desa serta mengakselerasi ekosistem UMKM yang merupakan tulang punggung perekonomian Indonesia," kata Ashidiq dalam keterangannya kepada Katadata.co.id, seperti dikutip Kamis (12/3).
Meski begitu, pekerjaan baru dari Prabowo menjadi beban tersendiri bagi bank pelat merah. Berdasarkan catatan Katadata.co.id, pertumbuhan kinerja bank mengalami perlambatan hingga kekhawatiran likuiditas.
BRI membukukan laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik sebesar Rp 60,15 triliun. Laba bank pelat merah ini hanya mampu menumbuhkan laba 0,09% dibandingkan periode sebelumnya yakni Rp 60,1 triliun.
BBNI mencatatkan laba yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar Rp 16,3 triliun per September 2024. Laba BNI naik 3,52% jika dibandingkan dengan laba kuartal tiga tahun lalu Rp 15,75 triliun.
Selain itu BMRI mencatatkan laba bersih sebesar Rp 55,8 triliun. Capaian ini naik hanya 1,3% secara tahunan (year on year/yoy) dibandingkan laba sepanjang 2023 yakni Rp 55,1 triliun.
Sementara itu Bank BTN (BBTN) memperlihatkan penurunan laba bersih sepanjang 2024 sebesar 14,1% secara tahunan atau year on year (yoy) menjadi Rp 3 triliun. Tahun sebelumnya, BTN mencatatkan laba Rp 3,5 triliun.
Senior Vice President Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan mengatakan, selama ini pemberian kredit ke koperasi sebenarnya sudah dilakukan oleh bank. Ia menyebut hal terpenting yang harus dilakukan yaitu bahwa memang kooperasi tersebut layak untuk mendapatkan kredit yang sampai maksimal Rp 5 miliar.
Untuk membuat koperasi ini terlihat memiliki nilai dan menarik bagi perbankan, kata Trioksa, hal ini menjadi tugas dari kooperasi maupun pemerintah yang membina para kooperasi tersebut.
Ia juga menegaskan dari sisi bank tetap harus profesional, harus melakukan analisis kredit, dan mengutamakan prinsip finansial banking, prinsip kehati-hatian. "Sehingga tidak melonjak atau berkontribusi kepada peningkatan rasio kredit macet nanti ke depannya." tutur Trioksa.
Tantangan Koperasi Merah Putih bagi Bank Pelat Merah
Pelibatan Himbara dalam mendanai Koperasi Merah Putih memang dibayangi harapan agar ekonomi masyarakat terdongkrak. Namun di sisi lain, kebijakan ini dinilai menjadi tantangan baru bagi bank pelat merah.
Analis Samuel Sekuritas Prasetya Gunadi mengungkapkan investor asing mengkhawatirkan kemungkinan intervensi politik pada operasional bank-bank BUMN yang bisa berdampak pada kinerja bisnis. Selain soal koperasi merah putih, sebelumnya bank BUMN juga tengah bersiap konsolidasi dengan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara atau BPI Danantara yang baru diresmikan Prabowo.
“Banyak investor asing memilih untuk underweight saham-saham BUMN menyusul pembentukan Danantara,” kata Prasetya dalam analisis tertulisnya seperti dikutip Kamis (13/3).
Rencana pembentukan Koperasi Merah Putih dinilai menambah keraguan investor asing terhadap kinerja Bank BUMN. Dalam kebijakan terbaru ini, Prabowo menugaskan bank-bank BUMN menyalurkan kredit antara Rp 3 miliar sampai Rp 5 miliar per desa. Kredit akan dibayar dengan dana desa secara mencicil tiga sampai lima tahun.
“Investor khawatir kredit ini, yang bisa mencapai Rp 400 triliun, akan berdampak buruk terhadap kualitas aset bank BUMN,” kata Prasetya lagi.
Hal lain yang tak kalah penting, pelibatan bank pelat merah membiayai Koperasi Merah Putih juga dikhawatirkan akan menambah kredit bermasalah atau NPL. Dalam analisis tertulisnya, Analis BRI Danareksa Sekuritas Victor Stefano dan Naura Reyhan Muchlis melihat adanya risiko kredit koperasi mengerek rasio kredit bermasalah (NPL) bank BUMN dan memengaruhi profitabilitasnya.
Mengacu pada data Pefindo, NPL ke koperasi sebesar 8,5% dari total penyaluran kredit ke sektor itu. Victor menguraikan NPL tinggi koperasi berdampak kecil terhadap kinerja keuangan perbankan.
Berdasarkan data Kementerian UKM, Indonesia memiliki 130 ribu koperasi, dengan total aset Rp 275 triliun. Perbankan hanya berkontribusi sekitar 10% dari total modal eksternal koperasi.
Bila empat bank BUMN konvensional diminta menyalurkan kredit Rp 3 miliar sampai Rp 5 miliar per desa, dan NPL tetap di kisaran 8,5%, maka ini akan mengerek biaya kredit antara 0,49 sampai 0,86 %. Situasi ini pun berpotensi membuat penurunan pendapatan hingga 56%.
Selain itu, BRI Danareksa juga menilai jika bank BUMN diminta menggunakan dana sendiri untuk kredit tersebut maka ada risiko likuiditas yang membuat mereka harus menambah giro wajib minimum di Bank Indonesia. Dengan perhitungan risiko ini, saham-saham bank swasta berpotensi lebih dilirik investor.
Sebelumnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat NPL bruto perbankan bergerak naik dari 2,08% pada Desember menjadi 2,18% pada Januari. Sedangkan total kredit yang mulai dan sudah bermasalah atau Loan at Risk (LAR) naik dari 9,28% pada Desember menjadi 9,72% pada Januari.