Menakar Prospek Pertamina Geothermal (PGEO) Saat Harga Saham Terjun di Bawah IPO

Nur Hana Putri Nabila
17 Maret 2025, 07:21
Pekerja memeriksa pipa Pembangkit Listrik Tenaga Panas bumi (PLTP) di Pertamina Geothermal Energy (PGE) Area Karaha, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, Selasa (29/10/2024). Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat hingga tahun 2024, real
ANTARA FOTO/Adeng Bustomi/aww.
Pekerja memeriksa pipa Pembangkit Listrik Tenaga Panas bumi (PLTP) di Pertamina Geothermal Energy (PGE) Area Karaha, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, Selasa (29/10/2024). Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat hingga tahun 2024, realisasi dana bonus produksi dari lapangan panas bumi di Indonesia mencapai angka yang signifikan, yaitu lebih dari Rp950 miliar sejak tahun 2015 dan telah memberikan dampak nyata bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Ringkasan

  • Muhaimin Iskandar mengkritik penurunan target bauran energi baru terbarukan (EBT) oleh pemerintah, dari 23% menjadi 17-19% pada 2025.
  • Cak Imin menekankan pentingnya meningkatkan bauran EBT dan mengimplementasikan pajak karbon untuk mengatasi krisis iklim, yang sayangnya ditunda oleh pemerintah.
  • Data Kementerian ESDM menunjukkan bahwa bauran energi Indonesia masih didominasi batu bara (40,46%) dan minyak bumi (30,18%), sementara EBT hanya berkontribusi 13,09%.
! Ringkasan ini dihasilkan dengan menggunakan AI
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Harga saham emiten Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) terpantau terus turun. Merujuk data perdagangan Bursa Efek Indonesia, harga saham PGEO kini sudah di bawah saat penawaran umum perdana saham atau initial public offering (IPO) pada Februari 2023 lalu.  

Melansir prospektus IPO, perusahaan berkode PGEO ini menetapkan harga per saham Rp 875 dan menawarkan 103 miliar saham saat IPO. Namun apabila menilik perdagangan saham Jumat (14/3) saham PGEO ditutup tergelincir 4,97% ke level Rp 765 per lembar saham. 

Adapun untuk tahun buku 2024, PGEO belum menyampaikan laporan keuangan yang berakhir pada 2024. Apabila menilik laporan keuangan terakhir pada sembilan bulan pertama 2024, PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) mencatat perolehan laba sebesar US$ 133,9 juta atau setara dengan Rp 2,1 triliun (kurs Rp 15.736) sepanjang Januari–September 2024. 

Perolehan tersebut naik 0,30% dari periode yang sama di tahun sebelumnya US$ 133,5 juta. Mengutip laporan keuangan PGEO, meski laba naik, pendapatan Pertamina Geothermal hingga September 2024 tercatat turun 0,9% yoy menjadi US$ 306,02 juta. 

Nilai ini setara dengan Rp 4,8 triliun dari pendapatan September 2023 yaitu sebesar US$ 308,19 juta. Kemudian beban pokok pendapatan dan beban langsung naik 4,4% menjadi US$ 132,19 juta dari sebelumnya US$ 126,21 juta. Sehingga, laba kotor turun 4,5% menjadi US$ 173,82 juta dari US$ 181,98 juta.

Menurut riset INA Sekuritas mengungkapkan bahwa meskipun pendapatan PGEO turun, tetapi laba bersih perusahaan tetap tumbuh 0,3% yoy karena didukung oleh penjualan uap dan listrik yang stabil. PGEO juga mempertahankan kondisi keuangan yang solid dengan kas mencapai US$ 657,6 juta serta penurunan liabilitas. 

Selain itu, strategi transisi energi Indonesia menjadikan panas bumi sebagai salah satu faktor utama pertumbuhan, dengan proyeksi kapasitas nasional mencapai 9,3 GW pada proyeksi tahun fiskal 2035.

“Kami merekomendasikan Buy dengan target harga sebesar Rp 1.230, yang mencerminkan potensi kenaikan 48%,” tulis tim analis INA Sekuritas dalam risetnya, dikutip Senin (17/3). 

Lalu bagaimana prospek Pertamina Geothermal Energy?

Demi menjaga kepercayaan investor, perusahaan yang bergerak di bidang panas bumi itu menargetkan sejumlah proyek raksasa untuk menunjang kinerja PGEO, misalnya proyek pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) Lumut Balai Unit-2. 

Direktur Keuangan Pertamina Geothermal Energy, Yurizki Rio, menyatakan bahwa proyek Lumut Balai Unit 2 merupakan bagian dari rencana PGEO untuk mengoptimalkan pemanfaatan energi listrik dari tambahan kapasitas sebesar 340 megawatt (MW) tahun ini. Ia menargetkan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Lumut Balai Unit 2 dapat memulai operasi komersial atau commercial operation date (COD) pada periode Mei hingga Juni 2025.

“Memang kalau Lumut Balai Unit 2 itu kami memang sudah lagi put all of efforts untuk kami bisa on stream di antara bulan Mei sampai bulan Juni,” kata Yurizki kepada wartawan di Jakarta, Senin (10/3). 

Tak hanya itu, ia menyebut proyek itu akan mendongkrak pada pendapatan perseroan tahun ini. Di samping itu PGEO mengoperasikan total kapasitas sebesar 1.887 megawatt dari 13 wilayah kerja panas bumi saat ini. Hal itu terdiri dari 672 megawatt yang dikelola sendiri dan 1.205 megawatt melalui kontrak dengan klien. 

Kemudian Yurizki menegaskan bahwa proyek co-generation dengan tambahan kapasitas sekitar 45 megawatt (MW) telah dimasukkan dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) terbaru. Terkait proyek Hululais, ia memperkirakan pembangkit tersebut dapat mencapai commercial operation date (COD) pada rentang waktu 2027 hingga 2028.

Sudah Dua Tahun Listing, Dana IPO Pertamina Geothermal (PGEO) Ngendap Rp 4,08 Triliun

Emiten Badan Usaha Milik Negara (BUMN), PGEO masih menyisakan dana IPO sebesar US$ 250 juta atau Rp 4,08 triliun hingga kuartal pertama 2025. Direktur Keuangan Pertamina Geothermal Energy, Yurizki Rio, menjelaskan bahwa kondisi kas perusahaan saat ini mencapai US$ 650 juta atau setara Rp Rp 10,62 triliun (kurs: 16.348 per dolar AS). 

Dari jumlah tersebut dana IPO PGEO masih mengendap US$ 250 juta atau Rp 4,08 triliun, dan sisanya kas internal perusahaan.  Yurizki mengatakan tahun 2025 ini, Pertamina Geothermal Energy berencana memanfaatkan dana tersebut untuk kebutuhan internal, terutama dalam pengembangan organik. 

Ia menyebut dana tersebut akan difokuskan pada proyek-proyek dan rencana pengembangan yang telah disiapkan untuk tahun ini. “Mostly untuk anggaran belanja modal atau capex pengembangan dan beberapa some maintenance capex seperti itu,” kata Yurizki kepada wartawan di Jakarta, Senin (10/3). 

Adapun berdasarkan prospektus IPO yang diterbitkan, perusahaan yang menggunakan kode PGEO ini menetapkan harga per saham Rp 875 dan menawarkan 103 miliar saham. Dengan demikian, anak usaha PT Pertamina ini mengantongi dana hingga Rp 9,05 triliun dari.

Kemudian apabila menilik penggunaan dana setelah dikurangi biaya emisi, seluruh dana yang diperoleh dari IPO akan dialokasikan untuk pengembangan bisnis hingga 2025. Sekitar 85% dana tersebut akan digunakan untuk ekspansi usaha. 

Sebanyak 55% akan dialokasikan untuk belanja modal (CAPEX) guna meningkatkan kapasitas di wilayah kerja panas bumi (WKP) yang sudah beroperasi. Pengembangan ini mencakup metode konvensional serta pemanfaatan teknologi co-generation untuk memenuhi permintaan pelanggan saat ini. Dana ini akan difokuskan pada WKP Lahendong, Hululais, Lumut Balai & Margabayur, Gunung Way Panas, Sungai Penuh, serta Gunung Sibayak - Gunung Sinabung.

Selanjutnya sekitar 33% akan digunakan untuk investasi pengembangan kapasitas tambahan guna menangkap peluang pasar baru. Pengembangan ini juga akan dilakukan dengan metode konvensional serta teknologi co-generation dan difokuskan pada WKP Lumut Balai & Margabayur, Hululais, Gunung Way Panas, serta Kamojang - Darajat.

“Sekitar 12% akan digunakan oleh Perseroan untuk capital expenditure atau investasi pengembangan kemampuan digital, analitik, dan manajemen reservoir untuk mendukung production, operation & maintenance excellence,” demikian tertulis dalam prospektus, dikutip Senin (17/3). 



Reporter: Nur Hana Putri Nabila

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...