Wall Street Masih Terguncang Kebijakan Tarif Trump, Dow Jones dan S&P 500 Rontok


Mayoritas bursa saham Wall Street di Amerika Serikat (AS) bergerak turun pada Senin (7/4), dengan Indeks S&P 500 dan Dow Jones ditutup turun setelah berfluktuasi tajam sepanjang hari. Langkah Presiden AS Donald Tump yang mengancam menaikkan tarif impor lebih tinggi terhadap barang-barang Cina memicu kekhawatiran investor terhadap dampaknya pada kenaikan inflasi dan perlambatan ekonomi Amerika.
Indeks Dow Jones turun 349 poin ke 37.965 dan S&P 500 turun 11 poin ke 5.062. Di sisi lain, Nasdaq justru naik tipis 15 poin ke 15.603. Sejak Trump mengumumkan tarif baru pada Rabu (2/4) lalu, S&P 500 sudah anjlok 10,5% dan kehilangan kapitalisasi pasar hingga US$5 triliun. Ini merupakan penurunan dua hari terbesar sejak pandemi Maret 2020.
Pasar saham AS terpukul karena tarif baru dikenakan ke semua barang impor, termasuk dari negara-negara mitra dagang utama.
Namunm, volume transaksi hari Senin mencetak rekor tertinggi untuk kedua kalinya dalam dua hari. Ketiga indeks utama sempat menyentuh titik terendah dalam lebih dari satu tahun sebelum naik dan turun lagi setelah kabar soal tarif sempat dibantah.
Indeks Volatilitas CBOE (VIX), yang sering disebut "pengukur rasa takut" di Wall Street, melonjak ke atas 60 poin, tertinggi sejak Agustus 2024 dan akhirnya ditutup di 46,98, level penutupan tertinggi dalam lima tahun terakhir.
Mitra di Cherry Lane Investments, sebuah kantor investasi keluarga di New Vernon, New Jersey, Rick Meckler mengatakan, masalah utama di pasar saat ini adalah pendekatan pemerintah AS dalam menangani ketidakseimbangan perdagangan justru dianggap lebih buruk daripada masalah yang ingin diselesaikan.
Menurutnya, para investor sebenarnya menginginkan jeda atau pendekatan alternatif yang lebih bijak. Ia juga menyoroti di kalangan pendukung Trump apalagi di dunia investasi dan bisnis, mulai terlihat keraguan terhadap langkah kebijakan yang diambil.
“Sepertinya tidak ada yang benar-benar mendukung pendekatan pemerintah soal tarif ini,” ujar Meckler, dikutip Reuters, Selasa (8/4).
Pada Jumat (4/4) lalu, Dow Jones masuk fase koreksi karena turun lebih dari 10% dari rekor penutupan bulan Desember 2024. Sementara Nasdaq sudah masuk ke fase bearish setelah anjlok lebih dari 20% dari posisi tertingginya.
Di awal perdagangan Senin, S&P 500 sempat jatuh 20% dari level tertingginya, lalu menguat lebih dari 3% setelah beredar kabar bahwa Trump tengah mempertimbangkan jeda tarif selama 90 hari. Namun, kabar ini langsung dibantah Gedung Putih dan pasar kembali melemah.
Meckler menilai, pergerakan liar pasar tersebut membuat investor cemas. Ia menyebut kondisi seperti ini menciptakan reli naik-turun yang cepat karena investor buru-buru menutup posisi jual atau mencari peluang beli di tengah tekanan pasar.
“Kalau faktanya terus berubah-ubah seperti ini, pasar bisa berbalik naik dengan sangat cepat,” katanya.
Sektor real estate paling terpukul pada perdagangan Senin, turun 2,4% dan mencatat penurunan tertajam di antara 11 sektor utama S&P 500. Sebaliknya, sektor layanan komunikasi meraup keuntungan dengan naik 1%, disusul sektor teknologi yang menguat tipis 0,3%.
Harga aham Apple turun 3,7% dan Tesla melemah 2,6%, menjadi beban terberat bagi indeks S&P. Sebaliknya, harga saham Nvidia melonjak lebih dari 3% dan Amazon naik 2,5%.
Investor kini menanti pidato pejabat The Fed dan rilis data ekonomi penting pekan ini, seperti inflasi konsumen untuk mencari sinyal potensi resesi.
Di New York Stock Exchange (NYSE), saham yang turun jauh lebih banyak dari yang naik dengan rasio 4,45 banding 1. Di Nasdaq, rasio penurunan terhadap kenaikan adalah 2,12 banding 1.
S&P 500 mencatat 168 titik terendah baru dan nol tertinggi baru dalam 52 minggu terakhir. Nasdaq mencetak 999 titik terendah baru dan hanya 10 titik tertinggi.
Volume perdagangan tercatat 29,13 miliar saham, jauh di atas rata-rata 20 hari terakhir yang sebesar 17,13 miliar saham. Bahkan pada Jumat sebelumnya, volume mencapai 26,79 miliar saham, memecahkan rekor sebelumnya yang terjadi pada Januari 2021.