CIO Danantara Pandu Sjahrir Ungkap Dampak Perang Tarif Trump ke Pasar Modal RI


Chief Investement Officer (CIO) Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (BP Danantara), Pandu Sjahrir, mengungkapkan dampak pengumuman tarif dagang terbaru oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump terhadap pasar modal RI. Donald Trump sebelumnya telah menerapkan tarif timbal balik 32% terhadap impor dari Indonesia.
Pandu mengatakan ketegangan perang dagang yang berlangsung antara AS dan Cina dinilai memberikan dampak luas, termasuk bagi Indonesia. Meski begitu ia mengatakan pernyataan Presiden AS Donald Trump yang mengecualikan produk elektronik dari daftar tarif serta rencana dialog langsung dengan Presiden China Xi Jinping menjadi sinyal meredanya ketegangan.
Menurut Pandu, sejauh ini pasar modal Indonesia cukup resisten dalam menghadapi gejolak pasar. Hal ini tercermin dengan penguatan pasar modal Indonesia yang naik hampir 1% pada hari berikutnya.
Selain itu, ia juga menilai bahwa perang dagang justru mendorong Indonesia untuk lebih fokus berbenah, khususnya melalui deregulasi dan peningkatan iklim investasi. Langkah Presiden RI Prabowo Subianto juga dinilai positif untuk memperkuat fondasi ekonomi nasional.
“Yang terjadi dengan perang tarif ini in a way blessing in disguise buat Indonesia,” kata Pandu kepada wartawan di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Senin (14/4).
Terkait minat investor Amerika Serikat terhadap Indonesia, Pandu mengungkapkan bahwa banyak investor kini tengah mencari cara untuk memperoleh imbal hasil yang menarik di tengah ketidakpastian global. Selain itu terkait peluang investasi, ia menyebut telah berdiskusi dengan sejumlah investor besar, baik di pasar publik maupun privat.
Menurut Pandu, para investor asing mulai melirik Indonesia karena dinilai memiliki situasi politik yang stabil dan kebijakan yang relatif baik. “Malah mereka melihat Indonesia mungkin politiknya bersih, rapih, relatively secara policy juga bagus kan kita banyak fokus ke food security dan energy security,” tambah Pandu.
Bos OJK Ungkap Penopang Sektor Jasa Keuangan
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) optimistis stabilitas sektor jasa keuangan masih terjaga di tengah tantangan perekonomian global. Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, mengatakan sektor jasa keuangan Indonesia memiliki fundamental yang kuat sehingga bisa bertahan.
Data ekonomi terbaru menunjukkan Amerika Serikat (AS) mencatatkan pertumbuhan ekonomi di bawah perkiraan, sementara Eropa dan Tiongkok justru melampaui ekspektasi sebelumnya. Ia menjelaskan, gejolak di pasar keuangan masih tinggi akibat ketidakpastian arah kebijakan ekonomi global dan meningkatnya risiko geopolitik.
Organisasi OECD juga merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia, turun menjadi 3,1% pada tahun 2025 dan 3% di 2026. Penurunan terutama disebabkan naiknya hambatan perdagangan dan ketidakpastian kebijakan AS.
Sementara itu, OECD juga merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini, turun menjadi 4,9%. “Namun penurunan itu masih sejalan dengan perbandingan peer countries ataupun negara-negara berkembang di kawasan dan di keluar kawasan kami,” ucap Mahendra dalam Konferensi Pers Hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) OJK Maret 2025 secara virtual, Jumat (11/4).
Mahendra menjelaskan bahwa pada kuartal keempat 2024, ekonomi AS tumbuh sebesar 2,4%. Meski begitu, Bank Sentral AS memproyeksikan akan terjadi kontraksi pada kuartal pertama 2025.
Melambatnya ekonomi di AS juga tercermin dari naiknya tingkat pengangguran menjadi 4,2%. Lebih lanjut, The Fed masih mempertahankan suku bunga acuan dan diperkirakan hanya akan menurunkan Fed Fund Rate sebanyak satu hingga dua kali sepanjang tahun ini. Sementara itu, di Tiongkok, pemerintah mendorong konsumsi melalui stimulus ekonomi.
Menurut Mahendra, tanda-tanda pemulihan permintaan terlihat dari naiknya angka penjualan ritel dan kendaraan bermotor. Di dalam negeri, inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Maret 2025 tercatat tetap terkendali di angka 1,03%.