4 Saham RI Terdepak dari Indeks MSCI, Guru Besar UI Ungkap Dampak ke Pasar Modal

Nur Hana Putri Nabila
16 Mei 2025, 10:39
Saham
ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto
Pengunjung mengamati pergerakan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Senin (28/10/2019).
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Guru Besar Keuangan dan Pasar Modal Universitas Indonesia (UI) Budi Frensidy membeberkan alasan makin banyak emiten Tanah Air yang terdepak dari indeks global. Kabar terbaru adalah keluarnya empat emiten dari indeks bergengsi Morgan Stanley Capital International atau MSCI. 

“Karena bobot saham kita yang semakin kecil yaitu 3,5%,” kata Budi Frensidy, Guru Besar Keuangan dan Pasar Modal UI, di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Kamis (15/5). 

Morgan Stanley sebelumnya mengevaluasi indeks MSCI periode efektif 2 Juni 2025–1 September 2025. Empat emiten yang justru didepak dari penghuni MSCI Small Cap. Di antaranya PT Harum Energy Tbk (HRUM), PT Indika Energy Tbk (INDY), PT Summarecon Agung Tbk (SMRA), dan emiten Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Wijaya Karya Tbk (WIKA). 

Selain membuang empat emiten, MSCI memasukan dua emiten indonesia yakni PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (MTEL) dan PT Merdeka Battery Materials Tbk (MBMA) ke dalam MSCI Small Cap Index. 

“Evaluasi selanjutnya akan diumumkan pada 12 Agustus 2025 dengan tanggal efektif 1 September 2025,” tulis pengumuman MSCI, dikutip Stockbit Sekuritas, Rabu (14/5). 

Menurut Budi adanya penyesuaian atau rebalancing dari indeks MSCI membuat bobot emiten Indonesia yang masuk indeks bergengsi tersebut menjadi lebih kecil. Akibatnya, dana asing yang masuk ke pasar saham Indonesia juga menurun. 

Ia menyebut investor asing sempat banyak keluar dari pasar Indonesia, salah satunya karena prospek ekonomi Indonesia yang semakin tidak pasti. Tapi faktor lainnya juga karena bobot Indonesia di indeks MSCI makin kecil. 

Budi mengatakan hal ini menyebabkan Indonesia makin tidak dianggap penting dalam indeks regional besar seperti MSCI. Salah satu penyebabnya adalah saham-saham berkapitalisasi besar (big cap) dari Indonesia tidak bisa masuk ke indeks, karena terkena aturan seperti full call auction (FCA) dan sejenisnya. 

Menurut Budi otoritas BEI harus berhati-hati saat memberikan sanksi seperti suspensi, aturan FCA karena dampaknya bisa bertahan hingga setahun ke depan. Apabila saham-saham big cap Indonesia bisa masuk ke dalam indeks MSCI, Budi menilai Indonesia bisa meraup lebih banyak investasi dari institusi besar seperti dana pensiun. 

Budi mengatakan indeks MSCI biasanya menjadi indikator sejumlah lembaga dalam menyesuaikan portofolio. “Jadi begitu bobotnya 2%, maka dia akan masuk 2% di dalam portofolio kita,” tambah Budi.

Lebih lanjut, ia juga menanggapi perihal otoritas BEI yang menyurati MSCI beberapa pekan lalu. BEI mengirimkan surat meminta MSCI meninjau ulang sejumlah saham yang masuk dalam indeks MSCI, terutama terkait aktivitas perdagangan yang tidak wajar atau Unusual Market Activity (UMA) serta full call auction (FCA).

Budi mengatakan MSCI perlu transparan untuk mengkaji syarat emiten Indonesia yang akan masuk ke indeksnya.  “Sekarang ada yang tidak transparan artinya lain-lain, itu kan gak jelas dan emiten-emiten yang kena itu kan sebenarnya ya mengeluh. Mengeluhnya ya karena gak jelas,” ucap Budi. 

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Nur Hana Putri Nabila

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan