Bakal Borong Bitcoin, Saham DigiAsia Melejit 90% di Bursa AS


Harga saham perusahaan fintech Indonesia, DigiAsia Corp, melonjak hampir dua kali lipat di Nasdaq, Amerika Serikat (AS). Lonjakan ini terjadi setelah perusahaan tersebut mengumumkan rencananya untuk mengumpulkan dana sebesar US$ 100 juta (Rp 1,64 triliun, kurs Rp 16.420/US$) untuk memulai pembelian Bitcoin pertamanya.
Perusahaan yang didirikan oleh Alexander Rusli ini menyatakan dewan direksi telah menyetujui pembentukan "cadangan perbendaharaan" Bitcoin. Selain itu, perusahaan berkomitmen untuk mengalokasikan hingga 50% dari laba bersih yang dihasilkan untuk mendanai akuisisi Bitcoin.
DigiAsia mengatakan mereka juga secara aktif menjajaki penggalangan modal hingga US$ 100 juta (Rp 1,64 triliun) untuk memulai kepemilikan Bitcoin-nya. Perusahaan akan berupaya memperoleh imbal hasil atas kepemilikan Bitcoinnya melalui cara-cara seperti pinjaman dan staking.
Melansir laporan Cointelegraph, DigiAsia telah memulai diskusi dengan mitra yang teregulasi mengenai strategi imbal hasil dan pengelolaan kepemilikan Bitcoin yang direncanakan. Perusahaan itu menambahkan mereka juga sedang menilai apakah akan menawarkan obligasi konversi atau instrumen keuangan kripto yang terkait dengan perolehan Bitcoin yang direncanakan.
Saham DigiAsia Melesat
Harga saham DigiAsia Corp (FAAS) melejit lebih dari 91% pada harga US$ 0,36 (Rp 5.909), pada Senin (19/5), setelah perusahaan mengumumkan rencananya untuk memborong Bitcoin.
Namun setelah perdagangan dibuka pada Selasa (20/5), harga saham DigiAsia turun 22% menjadi US$ 0,28 (Rp 4.596). Saham perusahaan ini sudah turun hampir 53% sejak awal tahun ini. Sebelumnya, harga saham DigiAsia sempat menyentuh level tertinggi di bawah US$ 12 (Rp 196.992) pada Maret 2024.
Dalam pembaruan keuangan pada 1 April, DigiAsia melaporkan pendapatannya tumbuh 36% secara tahunan menjadi US$ 101 juta (Rp 1,66 triliun) pada 2024. Perusahaan memproyeksikan pertumbuhan pendapatan sebesar 24% menjadi US$ 125 juta (Rp 2,05 triliun) pada 2025, serta laba sebelum bunga dan pajak sebesar US$ 12 juta (Rp 196,9 miliar).
Semakin banyak perusahaan yang menambahkan Bitcoin ke dalam aset korporat mereka, mengikuti popularitas yang dibawa oleh Strategy milik Michael Saylor. Perusahaan yang sebelumnya bernama MicroStrategy itu memiliki 576.230 Bitcoin senilai hampir US$ 60,9 miliar (Rp 999,37 triliun). Ini merupakan kepemilikan Bitcoin terbesar oleh sebuah perusahaan publik.
Pada 7 Mei lalu, Strive Asset Management mengumumkan mereka akan bertransformasi menjadi perusahaan treasury Bitcoin. Sementara itu, peritel video game GameStop Corporation (GME) menyelesaikan penawaran obligasi konversi pada 1 April 2025 yang berhasil mengumpulkan US$ 1,5 miliar (Rp 24,6 triliun). Sebagian besar pendanaan itu dialokasikan GME untuk membeli Bitcoin.
Menurut data Bitbo, perusahaan-perusahaan treasury Bitcoin secara kolektif menyimpan lebih dari tiga juta Bitcoin, senilai lebih dari US$ 340 miliar (Rp 5.579 triliun).
Salah satu pendiri dan CEO Blockstream, Adam Back, memperkirakan bahwa perusahaan-perusahaan yang memiliki treasury yang berfokus pada Bitcoin mendorong adopsi global dan dapat mendorong kapitalisasi pasar Bitcoin mencapai US$ 200 triliun dalam satu dekade mendatang.
Menurut data CoinGecko, kapitalisasi pasar Bitcoin saat ini berada di sekitar US$ 2 triliun. Dalam 24 jam terakhir, harga Bitcoin naik 1,6% ke level US$ 106.779 (Rp 1,75 miliar).