Saham DSSA Diramal Tembus Rp 150 Ribu, BEI Catat Transaksi Crossing Rp 32 T
Saham PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA), emiten grup Sinarmas, diproyeksikan menembus hingga Rp 150 ribu per saham. Hal ini seiring dengan kenaikan harga saham DSSA dalam beberapa waktu terakhir.
Samuel Sekuritas menetapkan target tersebut dengan potensi kenaikan 56%. Kenaikan didukung oleh masuknya DSSA ke dalam MSCI Indonesia Global Standard Index hingga mendorong likuiditas, momentum positif, serta meningkatnya minat investor asing.
Tak haya itu, pesatnya perkembangan portofolio telco-tech serta eksposur DSSA terhadap energi terbarukan dinilai menjadi motor pertumbuhan jangka panjang.
“Namun, risiko perusahaan terkait persetujuan regulasi untuk pusat data, pelaksanaan energi terbarukan, dan fluktuasi harga batu bara tetap ada,” tulis Samuel Sekuritas dalam risetnya.
Pada penutupan perdagangan pekan lalu, Jumat (19/9) DSSA mencatatkan transaksi crossing jumbo hingga Rp 32,39 triliun di harga Rp 108.018. Meski begitu, saat ini, saham DSSA turun 1,31% ke level Rp 12.650 pada perdagangan saham siang ini, Senin (22/9) pukul 10.31 WIB.
Katalis Kenaikan Saham DSSA
Analis Samuel Sekuritas menyampaikan DSSA tengah menjalani transformasi bisnis dengan mengurangi ketergantungan pada batu bara dan memperkuat ekspansi ke sektor infrastruktur digital serta komunikasi dalam ekosistem Sinar Mas. Manajemen perusahaan menargetkan kontribusi pendapatan dari segmen non-batu bara dapat mencapai lebih dari 30% dalam kurun 3–5 tahun mendatang.
“Meskipun batu bara masih menyumbang lebih dari 90% pendapatan DSSA pada 1Q25,” ulas Samuel Sekuritas.
Selain itu Samuel Sekuritas DSSA mencatat pertumbuhan pesat di segmen telekomunikasi dan teknologi. Pendapatan diproyeksikan melonjak 75,1% secara tahunan pada 2025 dan tumbuh rata-rata 67% per tahun sepanjang 2022–2027.
Torehan itu ditopang ekspansi broadband MyRepublic yang telah menjangkau 6,8 juta homepass dengan 914 ribu pelanggan per kuartal I-2025, serta pembangunan pusat data SM+ berkapasitas 18 MW.
Ekspansi agresif juga membuat DSSA penyedia broadband fiber-to-home terbesar kedua setelah IndiHome, dengan cakupan lebih dari 70 kota. Jumlah pelanggan tercatat melonjak 88,6% pada kuartal I-2025, sementara homepass hampir dua kali lipat menjadi 7,6 juta.
Untuk memperkuat bisnis digitalnya, SM+ juga tengah menyiapkan pusat data metro Tier IV pertama di Jakarta yang ramah AI dengan kapasitas awal 18 MW dan ditargetkan beroperasi pada akhir 2026.
“DSSA juga memanfaatkan sinergi dalam ekosistem Sinar Mas, memanfaatkan kapasitas satelit 310 Gbps, platform fintech dengan lebih dari 100 juta pengguna, dan potensi kolaborasi dengan XLSmart (merger EXCL–FREN) untuk memperkuat penawaran mobilitas dan konektivitasnya,” katanya.
Samuel Sekuritas juga melihat DSSA memperkuat ekspansi di sektor energi terbarukan sebagai penopang pertumbuhan jangka panjang. Perseroan memiliki portofolio geothermal di enam lokasi, yakni Cipanas, Cisolok, Nage, Jambi, Sumatra Barat, dan Sulawesi Tengah melalui kerja sama dengan EDC dengan kapasitas potensial mencapai 440 MW.
Selain itu, DSSA mengoperasikan pabrik sel surya dan modul terintegrasi pertama di Indonesia dengan kapasitas 1 GW yang bisa diperluas hingga 2 GW, serta tengah mengembangkan proyek pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) kustom dengan total kapasitas 40 MWp.
Samuel Sekuritas menyebut kontribusi bisnis energi terbarukan masih relatif kecil dibandingkan batu bara dan telekomunikasi. Meski begitu, langkah ini dinilai memberi eksposur strategis pada transisi energi Indonesia sekaligus memperkuat posisi DSSA di mata investor berfokus ESG.
