Saham Emas ARCI, PSAB, BRMS hingga ANTM Menangguk Berkah Harga, Intip Prospeknya
Harga emas dunia kembali mencetak rekor tertinggi (all time high/ATH) setelah naik 0,79% menjadi US$ 3.713 per ons. Bahkan, sejumlah analis memproyeksikan logam mulia ini berpotensi menembus US$ 4.000–US$ 5.000 per ons pada tahun depan. Sentimen positif ini langsung memberi berkah bagi deretan saham emiten emas di Bursa Efek Indonesia.
Kenaikan harga emas Antam sejalan dengan pergerakan emas global yang terdorong oleh kebijakan pemangkasan suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat . Mengutip Reuters, harga emas di pasar spot sempat menyentuh US$ 3.711,55 per ons sebelum bergerak ke US$ 3.709,29 per ons pada Senin (22/9) siang WIB. Sementara harga emas berjangka AS untuk kontrak Desember naik 1% ke US$ 3.743,4.
“Emas kembali menemukan momentumnya, dengan investor fokus pada potensi kenaikan harga hingga akhir tahun, seiring ekspektasi penurunan suku bunga lanjutan dari The Fed,” ujar Kepala Analis Pasar KCM Trade, Tim Waterer.
Sepanjang tahun berjalan, harga emas telah naik hampir 42%. Kenaikan tersebut didorong ketidakpastian geopolitik, pelonggaran moneter, serta akumulasi pembelian emas oleh bank sentral. Bahkan, logam mulia berpotensi mencetak rekor baru pekan ini apabila data makro AS mendukung sikap dovish The Fed.
Tidak hanya emas, harga komoditas logam mulia lain juga ikut terangkat. Perak di pasar spot naik 1,3% menjadi US$ 43,64 per ons—level tertinggi dalam 14 tahun terakhir. Platinum dan paladium masing-masing naik 1,2% ke US$ 1.420,48 dan US$ 1.163,24.
Deret Saham Diuntungkan dari Kenaikan Harga Emas
Sentimen kenaikan emas ini langsung tercermin di lantai bursa. Pada perdagangan Senin (22/9) pukul 14.25 WIB, saham PT Archi Indonesia Tbk (ARCI) melesat 6,78% ke Rp 945.
Saham emiten emas lainnya juga tercatat mengalami lonjakan. Saham PT Hartadinata Abadi Tbk (HRTA) naik 5,36% ke Rp 885. Juga ada saham PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) terangkat 5,04% ke Rp 2.500.
Saham lain yang naik adalah PT J Resources Asia Pasifik Tbk (PSAB) naik 4,76% ke Rp 550. Namun, saham PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS) justru terkoreksi 6,92% ke Rp 605 per saham.
Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta, menilai prospek harga emas masih sangat positif. Ia mengutip proyeksi Goldman Sachs yang memperkirakan emas berpeluang mendekati US$ 5.000 per troy ons jika ketidakpastian global terus meningkat. Faktor pemicu utamanya adalah instabilitas politik di AS, intervensi terhadap The Fed, ekspektasi pemangkasan suku bunga, tekanan inflasi, pelemahan pasar tenaga kerja, hingga dinamika geopolitik yang kian kompleks.
“Emiten emas yang berpotensi diuntungkan mencakup ANTM, ARCI, BRMS, HRTA, MDKA, PSAB, UNTR, ditambah EMAS yang akan IPO pada 23 September 2025,” kata Nafan.
Senada, riset BRI Danareksa Sekuritas mengutip proyeksi Deutsche Bank yang mematok rata-rata harga emas di US$ 4.000 per troy ons pada 2026. Nilai ini lebih tinggi dari estimasi sebelumnya US$ 3.700.
Lonjakan harga emas diperkirakan ditopang oleh rencana pemangkasan suku bunga Fed tiga kali tahun ini serta pembelian besar-besaran emas oleh bank sentral, terutama Tiongkok yang berpotensi menambah hingga 900 ton pada tahun depan.
“Model valuasi masih menunjukkan ruang kenaikan harga emas, karena pembelian bank sentral menciptakan premi di atas nilai fundamental,” tulis riset BRI Danareksa.
Ramalan Baru JP Morgan
Harga emas dunia saat ini telah melampaui ramalan JP Morgan. Bank investasi asal AS ini sebelumnya meramalkan harga emas akan terus menanjak dan mencapai rata-rata US$ 3.675 per ons pada kuartal terakhir 2025.
Kepala Strategi Komoditas Global J.P. Morgan Natasha Kaneva memperkirakan harga emas dunia dapat menyentuh US$ 4.000 per ons pada kuartal kedua tahun depan. Berbagai risiko ketidakpastian ekonomi akan menjadi penopang kenaikan harga.
Pada umumnya, dolar yang melemah dan suku bunga AS yang lebih rendah meningkatkan daya tarik pada instrumen emas batangan. Ketidakpastian ekonomi dan geopolitik juga cenderung menjadi pendorong positif bagi emas, karena statusnya sebagai safe haven dan kemampuannya untuk tetap menjadi penyimpan nilai yang andal.
Emas memiliki korelasi yang rendah dengan kelas aset lainnya, sehingga dapat bertindak sebagai asuransi selama pasar jatuh dan masa-masa tekanan geopolitik.
“Bagi investor, kami pikir emas tetap menjadi salah satu lindung nilai paling optimal untuk kombinasi unik stagflasi, resesi, penurunan nilai, dan risiko kebijakan AS yang dihadapi pasar pada tahun 2025 dan 2026,” kata Gregory Shearer, kepala Strategi Logam Dasar dan Mulia di J.P. Morgan.
Prakiraan J.P. Morgan Research untuk harga emas yang naik hingga tahun depan didasarkan pada permintaan emas investor dan bank sentral (bank sentral) yang terus kuat. Pembelian emas diproyeksikan rata-rata sekitar 710 ton per kuartal secara neto tahun ini.
Bank sentral diperkirakan akan membeli 900 ton emas pada tahun ini, mengingat kondisi makro saat ini serta ekspansi lebih lanjut dalam kepemilikan investor, terutama dari dana yang diperdagangkan di bursa (ETF) dan Tiongkok.
Menurut data IMF, kepemilikan emas oleh bank sentral global mencapai hampir 36.200 ton dan mencakup hampir 20% dari cadangan resmi, naik dari sekitar 15% pada akhir tahun 2023.
AS, Jerman, Prancis, dan Italia masih memiliki sekitar 16.400 ton emas secara gabungan. Jumlah ini mewakili hampir setengah dari cadangan emas resmi global yang dilaporkan, sedangkan AS sendiri memegang hampir seperempat dari cadangan emas global yang dilaporkan.
Masing-masing dari keempat negara ini memiliki lebih dari 70% dari total cadangan emasnya. Jika tidak termasuk keempat pemegang saham besar ini, porsi emas dalam cadangan resmi akan turun menjadi hanya sekitar 11%.
