Wall Street Tembus Rekor Tertinggi Sepanjang Masa Didorong Data Inflasi

Nur Hana Putri Nabila
27 Oktober 2025, 06:24
Bursa efek New York atau Wall Street
NYSE
Bursa efek New York atau Wall Street
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Indeks bursa Wall Street di Amerika Serikat (AS) mencetak rekor penutupan tertinggi atau all time high (ATH) pada Jumat (24/10). Kenaikan itu didorong berkat data inflasi AS yang lebih moderat dari perkiraan.

Tak hanya itu, investor juga yakin bahwa Federal Reserve bakal tetap melanjutkan rencana pemotongan suku bunga. Hal ini diharapkan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi dan menopang valuasi saham.

Dow Jones Industrial Average melonjak 472,51 poin atau 1,01% ke level 47.207,12, menandai penutupan pertama kalinya di atas level 47.000 sepanjang sejarah. S&P 500 juga naik 0,79% ke posisi 6.791,69, dan Nasdaq Composite menguat 1,15% menjadi 23.204,87. Ketiganya mencatatkan rekor tertinggi baru.

Dari sisi data ekonomi, menurut Biro Statistik Tenaga Kerja AS, Indeks Harga Konsumen (IHK) atau Consumer Price Index (CPI) AS untuk September, yang sebelumnya sempat tertunda akibat penutupan sebagian pemerintah, menunjukkan kenaikan 0,3% secara bulanan dan 3% secara tahunan. 

Angka ini sedikit di bawah perkiraan ekonom yang disurvei Dow Jones sebesar 0,4% bulanan dan 3,1% tahunan. Apabila tidak memasukkan komponen makanan dan energi, CPI inti naik 0,2% dibanding bulan sebelumnya dan 3% secara tahunan, juga di bawah ekspektasi pasar.

Setelah rilis data CPI, pasar yakin terhadap kemungkinan Federal Reserve (The Fed) memangkas suku bunga. Berdasarkan data dari CME FedWatch Tool, peluang penurunan suku bunga pada Desember melonjak menjadi 98,5%, naik dari sekitar 91% sebelum data inflasi dirilis. Adapun peluang pemangkasan suku bunga pada pertemuan minggu depan tetap tinggi, yakni di atas 95%.

Ekspektasi terhadap longgarnya kebijakan moneter juga mendorong saham-saham perbankan di bursa Wall Street naik. Saham bank besar seperti JPMorgan Chase, Wells Fargo, dan Citigroup masing-masing naik sekitar 2%, disusul oleh Goldman Sachs dan Bank of America yang juga mencatatkan kenaikan.

Kepala Investasi Obligasi Multi-Sektor di Goldman Sachs Asset Management, Lindsay Rosner, mengatakan laporan CPI kali ini tidak menunjukkan hal yang cukup kuat untuk membuat The Fed mengubah arah kebijakan. Ia menyebut pasar tetap memperkirakan adanya pelonggaran suku bunga pada pertemuan berikutnya.

“Pemotongan suku bunga pada Desember juga tetap mungkin, dengan kekeringan data saat ini memberikan sedikit alasan bagi The Fed untuk menyimpang dari jalur yang ditetapkan dalam dot plot,” ucap Rosner dikutip CNBC, Senin (27/10). 

Di samping  itu, pasar saham AS cenderung mengabaikan pernyataan Presiden AS Donald Trump yang menyebut telah menghentikan negosiasi perdagangan dengan Kanada. Pernyataan tersebut muncul setelah Ontario menayangkan iklan yang menampilkan mantan Presiden Ronald Reagan, yang dianggap Trump berbicara negatif mengenai kebijakan tarif. 

Iklan yang disebut “palsu” itu sebenarnya mengutip pidato radio Reagan pada April 1987. Ia menyampaikan hambatan perdagangan justru merugikan pekerja dan konsumen Amerika dalam jangka panjang.

Menanggapi hal itu, Perdana Menteri Ontario Doug Ford menyatakan pada Jumat malam pemerintah provinsi akan menghentikan penayangan iklan tersebut usai pertandingan World Series akhir pekan ini. Hal itu demi negosiasi perdagangan antara AS dan Kanada dapat berlanjut.

Di sisi lain, indeks utama Wall Street mencatat kinerja positif selama dua minggu berturut-turut, masing-masing menguat sekitar 2%. Secara tahunan, S&P 500 telah naik 15% dan Nasdaq menguat 20%.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Nur Hana Putri Nabila

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...