Sinyal Maharaksa (OASA) dan Skenario Besar Danantara di Proyek Waste to Energy
Sinyal PT Maharaksa Biru Energi Tbk (OASA) ambil bagian dalam proyek Pembangkit Sampah menjadi Energi Listrik (PSEL) atau waste to energy (WtE) Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara atau Danantara Indonesia kian menguat. Meski tak masuk dalam daftar 24 perusahaan yang akan ikut lelang, aksi Maharaksa dalam beberapa waktu terakhir mengarah ke proyek itu,
Belum lama ini OASA mengungkap kabar terbaru proyek yang tengah digarap. Lewat akun sosial media instagram milik perusahaan, manajemen OASA memberikan sinyal terlibat dalam proyek waste to energy yang tengah digarap Danantara.
“Tangerang Selatan dan Jakarta Barat,” tulis Maharaksa Biru Energi dalam komentar media sosial instagram Danantara terkait Waste-to-Energy (WtE), beberapa waktu lalu.
Sebelumnya Danantara telah mengumumkan 24 daftar peserta yang lolos seleksi untuk masuk ke dalam Daftar Penyedia Terseleksi (DPT) pada Pemilihan Mitra Kerja Sama Badan Usaha Pengembang dan Pengelola (BUPP) pembangkit sampah. Dari 24 nama tersebut, muncul nama China TianYing Inc (CNTY).
China Tianying Inc. merupakan perusahaan global yang berfokus pada pengembangan energi bersih nol karbon. Perusahaan juga bergerak pada layanan lingkungan perkotaan berbasis teknologi cerdas, serta pengelolaan dan pemulihan sumber daya.
Kegiatan usahanya meliputi pembangkitan energi terbarukan, investasi, pembangunan, dan pengoperasian pusat energi regional, pusat hidrogen, kawasan industri berbasis ekonomi sirkular, serta fasilitas pembangkit listrik berbasis limbah (waste-to-energy).
Selain itu, CNTY juga menggarap penelitian dan pengembangan, produksi peralatan ramah lingkungan dan sistem penyimpanan energi, penyediaan layanan kota pintar, serta pengelolaan limbah dapur, limbah berbahaya, dan limbah konstruksi secara aman melalui proses reduksi dan daur ulang.
Pada September 2025 lalu, PT Maharaksa Biru Energi Tbk (OASA) memasuki tahap akhir pembentukan usaha patungan bersama dengan China Tianying Inc. (CNTY) untuk menggarap proyek pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa) di Tangerang Selatan.
Dalam skema joint venture ini, OASA melalui anak usahanya, PT Indoplas Energi Hijau (IEH) akan menguasai 76% saham, sementara CNTY akan menggenggam 24% saham.
Adapun proyek PSEL ini memiliki kapasitas 19,6 MW dengan nilai investasi mencapai Rp 2,65 triliun. Nantinya, listrik yang dihasilkan akan dijual kepada PT PLN (Persero) melalui perjanjian kerja sama dengan jangka waktu 27 tahun.
Sebelumnya, IEH dan CNTY telah membentuk konsorsium untuk mengikuti tender PSEL Tangerang Selatan. Nantinya, perusahaan patungan tersebut akan bertindak sebagai badan usaha pelaksana proyek di Tangerang Selatan.
Penulis Katadata.co.id juga telah meminta konfirmasi dan tanggapan lebih lanjut soal rencana OASA. Namun Direktur Utama PT Maharaksa Biru Energi Tbk (OASA) Bobby Gafur Umar enggan menjawab.
Skenario Besar Danantara di Proyek Waste to Energy
Mengenai rencana proyek waste to energy, Danantara menyatakan nantinya 24 daftar peserta yang lolos seleksi akan mengikuti lelang pada 6 November 2025 mendatang. Chief Investment Officer Danantara, Pandu Sjahrir mengatakan seluruh perusahaan tersebut memenuhi syarat dari sisi kepemilikan teknologi dari 200 perusahaan yang berminat.
Dia menjelaskan, 24 perusahaan asing ini harus membangun usaha patungan bersama mitra lokal, baik itu perusahaan pelat merah, perusahaan swasta nasional, maupun perusahaan daerah. Hal tersebut menjadi syarat untuk mengikuti lelang tujuh proyek WTE yang akan dibuka pekan ini.
Secara rinci, ketujuh proyek WTE yang akan dilelang pada gelombang pertama adalah Denpasar, Yogyakarta, Semarang, Bogor Raya, Tangerang Raya, Bekasi Raya, dan Medan Raya.
Seluruh daerah tersebut dipilih lantaran memiliki lahan setidaknya 5 hektare, memiliki limbah rumah tangga setidaknya 1.000 ton per hari, dan memiliki jalur logistik yang dapat menampung hingga 300 truk per hari.
Lalu ia juga mengatakan proyek itu membutuhkan investasi berkisar antara Rp 2,5 triliun hingga Rp 3,2 triliun. Adapun kapasitas pengolahannya mencapai sekitar 1.000 ton per hari.
Pandu memperkirakan, proyek ini akan menyerap 2.000 hingga 3.000 tenaga kerja, baik secara langsung maupun tidak langsung selama masa konstruksi. Sekitar 400 hingga 500 pekerja akan terlibat langsung di lokasi pembangunan, sisanya berasal dari sektor pendukung seperti penyedia bahan bangunan dan jasa terkait lainnya.
Ia juga menyebut pembiayaan proyek waste-to-energy (WtE) akan menggunakan skema ekuitas menggunakan dana yang diperoleh dari Patriot Bond. Danantara akan membeli saham perusahaan patungan yang mengoperasikan fasilitas WTE untuk mendanai proyek tersebut.
Orang Kuat di Balik Akrobat Maharaksa (OASA)
Apabila menilik komposisi pemegang saham, masyarakat memegang porsi mayoritas sebanyak 49,78% atau 3,15 miliar saham. Kemudian ada PT And Indonesia kapital 5,24% atau 332,56 juta, dan PT Maharaksa Biru Indonesia sebanyak 5% atau 317,36 juta saha.
Lalu di posisi teratas ada nama Gafur Sulistyo Umar menjadi pengendali dan pemegang saham terbesar di OASA. Ia menggenggam 39,98% atau sebanyak 2,53 miliar saham per 30 September 2025.
Bobby merupakan Wakil Ketua Umum Koordinator Bidang Investasi, Hilirisasi, dan Lingkungan Hidup Kadin Indonesia periode 2024-2029. Adapun pada periode 2015-2020, ia memegang posisi sebagai Wakil Ketua Umum bidang Energi dan Migas.
Sebelumnya dikenal sebagai Presiden Direktur & CEO PT Bakrie & Brothers Tbk. Jabatan di BNBR ia emban selama sepuluh tahun hingga 2020. Selanjutnya, ia masuk ke OASA pada Juni 2021. Lulusan teknik elektro Universitas Trisakti dan master of business administration (MBA) dari Universitas Arkansas, Amerika Serikat, tersebut juga aktif dalam organisasi Kamar Dagang dan Industri (Kadin), Asosiasi Emiten Indonesia (AEI), dan Persatuan Insinyur Indonesia (PII).
Selain Bobby adapula sosok pengusaha Tanah Air, Hariyadi Sukamdani yang menjabat sebagai Komisaris Utama OASA. Hariyadi merupakan putra dari Sukamdani Sahid Gitosardjono, pendiri Hotel Sahid Group. Ia juga pernah menjabat sebagai Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia atau Apindo.
Mengutip dari laporan tahunan perusahaan, Sukamdani mengatakan OASA memiliki prospek yang cerah pada 2025. Hal itu didukung oleh berbagai inisiatif strategis dan kebijakan dalam pemerintahan baru yang semakin berpihak pada energi terbarukan.
Menurut Sukamdani, pemerintah menargetkan pembangunan kapasitas listrik sebesar 100 gigawatt dalam 15 tahun ke depan, dengan 75% di antaranya bersumber dari energi terbarukan. Hal ini membuka peluang besar bagi industri, termasuk bagi Perseroan yang telah merancang sejumlah proyek unggulan untuk tahun 2025.
Beberapa di antaranya adalah proyek pengolahan sampah di Jakarta senilai Rp 6,4 triliun, proyek PSEL di Tangerang Selatan senilai Rp 2,6 triliun, serta ekspansi pabrik biomassa di Lebak dan Blora.
“Dewan Komisaris sepenuhnya mendukung strategi Direksi dalam menjadikan energi terbarukan sebagai inti bisnis Perseroan,” tulis Sukamdani seperti dikutip Jumat (19/9).
Menurut Sukamdani, secara umum, Dewan Komisaris sepakat dengan strategi yang dirancang oleh manajemen OASA terutama terkait ekspansi portofolio energi yang menjadi salah satu prioritas utama perseroan. Mereka menilai kerja sama dengan pemerintah, institusi keuangan, serta pemangku kepentingan industri terus ditingkatkan untuk mempercepat transisi energi bersih di Indonesia.
