Danantara Pastikan Restrukturisasi Garuda Tak Bebani APBN, Ini Langkahnya
Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara alias Danantara memastikan bahwa proses restrukturisasi PT Garuda Indonesia Tbk tidak menimbulkan beban fiskal baru terhadap negara. Penyehatan perusahaan dilakukan melalui optimalisasi aset strategis yang berada dalam pengelolaan negara serta pemanfaatan instrumen investasi yang menjadi mandat Danantara.
Berdasarkan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada 12 November 2025 yang melibatkan, BP BUMN dan Danantara Indonesia telah menetapkan sejumlah rangkaian langkah strategis untuk memperkuat struktur keuangan Garuda Indonesia sekaligus menjamin keberlanjutan operasionalnya.
Langkah-langkah tersebut, mencakup konversi pinjaman pemegang saham menjadi setoran modal untuk memperkuat ekuitas, penyediaan tambahan modal tunai secara terukur guna mendukung program pemeliharaan armada Garuda Indonesia dan Citilink, serta penyelesaian kewajiban operasional Citilink kepada Pertamina yang timbul selama masa pandemi.
Dalam waktu bersamaan, Garuda Indonesia juga menjalankan renegosiasi kewajiban dengan lessor asing untuk memperoleh skema pembayaran yang lebih sehat, memperkuat tata kelola melalui penempatan talenta terbaik dari dalam dan luar negeri, serta mengintegrasikan agenda restrukturisasi dengan penguatan PT Garuda Maintenance Facility Aero Asia Tbk. (“GMF AeroAsia”), yang memperoleh dukungan permodalan dan peningkatan kapasitas usaha seiring kebutuhan MRO yang terus berkembang.
Chief Operating Officer Danantara Indonesia sekaligus Kepala BP BUMN Dony Oskaria, menekankan bahwa restrukturisasi Garuda Indonesia merupakan proses menyeluruh yang dirancang untuk menciptakan fondasi keuangan yang lebih sehat tanpa menimbulkan beban fiskal.
"Pendekatan ini mencerminkan arah baru pengelolaan aset strategis negara yang mengutamakan disiplin keuangan, penciptaan nilai, dan keberlanjutan jangka panjang," ujar Dony dalam keterangan resmi, Kamis (13/11).
Dony juga menjelaskan bahwa agenda restrukturisasi berjalan paralel dengan transformasi operasional yang lebih luas. Ini mencakup modernisasi teknologi, optimalisasi jaringan rute, perbaikan operasi komersial, serta digitalisasi layanan pelanggan. Seluruh proses tersebut, menurut dia, berada langsung dalam koordinasi COO Danantara agar pelaksanaannya konsisten, terintegrasi, dan berorientasi hasil.
Suntikan modal akan dilakukan melalui PT Danantara Asset Management (DAM) menggunakan skema Penambahan Modal Tanpa Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMTHMETD). Penambahan modal ini terdiri dari setoran modal tunai Rp17,02 triliun dan Konversi Utang Pinjaman Pemegang Saham Rp 6,65 triliun.
Direktur Utama GIAA Glenny Kairupan mengatakan persetujuan pemegang saham dalam RUPSLB ini merupakan tonggak penting dalam perjalanan pemulihan dan transformasi perseroan.
"Dukungan dari DAM sebagai bagian dari inisiatif pemerintah mencerminkan kepercayaan terhadap arah strategis dan visi jangka panjang kami dalam mewujudkan maskapai nasional yang sehat, tangguh, dan berkelas dunia," ujar Glenny.
Ia menjelaskan, sekitar Rp8,7 triliun atau 37% dari total suntikan modal akan dialokasikan untuk kebutuhan modal kerja GIAA, meliputi pemeliharaan dan perawatan pesawat. Sedangkan Rp 14,9 triliun atau 63% akan mendukung operasional Citilink, yang terdiri atas Rp 11,2 triliun untuk modal kerja dan Rp 3,7 triliun untuk pelunasan kewajiban pembelian bahan bakar kepada Pertamina periode 2019-2021.
Penyertaan modal akan dilakukan melalui penerbitan 315,61 miliar lembar saham Seri D dengan harga pelaksanaan Rp 75 per lembar saham, sebagaimana telah disetujui dalam RUPSLB.
Glenny mengatakan , angka ini juga memastikan keberlanjutan pencatatan saham GIAA di Bursa Efek Indonesia (BEI), serta memperkuat posisi keuangan perusahaan untuk mendukung akselerasi transformasi jangka panjang.
Wakil Direktur Utama GIAA Thomas Oentoro menyebut, momentum ini menjadi awal baru bagi perseroan untuk mengakselerasi transformasi menyeluruh di seluruh lini bisnis.
"Dengan dukungan permodalan yang solid, kami akan berfokus pada tata kelola operasional yang lebih efektif, optimalisasi jaringan penerbangan, serta peningkatan kualitas layanan yang berorientasi pada pengalaman pelanggan," ujar Thomas.
Ia menegaskan, langkah ini menjadi bagian dari strategi jangka panjang GIAA untuk memperkuat dua pilar utama bisnisnya - Garuda Indonesia dan Citilink - sebagai satu ekosistem penerbangan nasional yang berdaya saing tinggi dan berkelanjutan.
Glenny menyoroti pemulihan bisnis maskapai penerbangan yang memiliki kompleksitas tinggi, mencakup dinamika industri global, fluktuasi biaya operasional, serta kebutuhan adaptasi terhadap tren pasar dan teknologi.
Dengan demikian, menurut dia, setiap langkah strategis yang diambil perseroan memerlukan proses pengambilan keputusan yang prudent, tidak hanya dari aspek tata kelola korporasi yang baik atau Good Corporate Governance (GCG), tetapi juga dari perspektif keberlangsungan bisnis jangka panjang (business sustainability outlook).
“Kami meyakini bahwa setiap kebijakan yang diambil harus berpijak pada keseimbangan antara pemulihan kinerja jangka pendek dan daya tahan bisnis jangka panjang. Dengan fondasi keuangan yang kini lebih sehat, GIAA siap melangkah ke fase pertumbuhan yang lebih berkelanjutan,” ujar Glenny.
Adapun RUPSLB dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili 69,42 miliar lembar saham, atau sebesar 75,88% dari total keseluruhan saham.
Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.
