Bahlil Tetapkan Kuota Biodiesel 15,65 Juta KL pada 2026, Hemat Devisa Rp 139 T
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menetapkan alokasi volume Bahan Bakar Nabati (BBN) jenis biodiesel untuk 2026 sebesar 15.646.372 kiloliter (kl).
Ketetapan ini tertuang dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 439.K/EK.01/MEM.E/2025 tentang Penetapan Badan Usaha Bahan Bakar Minyak (BU BBM) dan Badan Usaha Bahan Bakar Nabati (BU BBN) Jenis Biodiesel serta Alokasi Volume BBN Jenis Biodiesel untuk Pencampuran Bahan Bakar Minyak Jenis Minyak Solar Tahun 2026.
Biodiesel adalah bahan bakar alternatif terbuat dari minyak nabati atau hewani yang dapat digunakan untuk menggantikan solar pada mesin diesel. Indonesia saat ini telah menerapkan campuran biodiesel 40% atau B40.
Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Eniya Listyani mengatakan, alokasi untuk biodiesel dibagi menjadi dua kategori utama, yakni alokasi subsidi atau Public Service Obligation (PSO) sebesar 7.454.600 kl dan alokasi non-subsidi sebanyak 8.191.772 kl.
“Pelaksanaan program mandatori biodiesel 2026 ini akan didukung oleh sinergi dari 32 BU BBM dan 26 BU BBN yang telah ditunjuk oleh Pemerintah. Namun tetap mempertahankan skema insentif bagi sektor PSO sebagaimana ketentuan pada tahun sebelumnya,” ujar Eniya dalam siaran pers, dikutip Rabu (24/12).
Hemat Devisa Rp 139 Triliun
Penetapan alokasi ini merupakan langkah pemerintah untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor BBM (solar), memperkuat ketahanan serta kemandirian energi nasional, meningkatkan pemanfaatan sumber daya energi domestik, dan mendukung pencapaian target penurunan emisi gas rumah kaca.
Dari perhitungan Kementerian ESDM, program biodiesel untuk 2026 diperkirakan akan mendorong pertumbuhan industri hilir dan rantai nilai swati nasional. Jumlah peningkatan nilai tambah CPO menjadi biodiesel sebesar Rp 21,8 triliun.
Program ini juga dapat menghemat devisa dari impor solar sebesar Rp 139 triliun, menyerap tenaga kerja hingga lebih dari 1,9 juta orang, dan menurunkan emisi gas rumah kaca sekitar 41,5 juta ton CO2e.
Pemerintah akan memperkuat tata kelola, pengawasan, dan transparansi melalui penetapan alokasi yang terukur berbasis kapasitas dan kinerja. Langkah ini mencakup monitoring standar mutu biodiesel secara ketat, pengawasan distribusi di titik serah, hingga pelibatan surveyor independen untuk melakukan verifikasi volume serta kualitas biodiesel yang disalurkan.
Pengawasan ini bertujuan agar program Biodiesel 40% (B40) berjalan optimal dan memberikan manfaat maksimal bagi seluruh pemangku kepentingan. Selain itu, Pemerintah juga membuka ruang untuk melakukan penyesuaian ketetapan mandatori apabila di masa depan terdapat perubahan target alokasi volume sesuai dengan kebutuhan dan kebijakan strategis nasional.
B50 Mulai Semester II 2026
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia sebelumnya mengatakan, penerapan biodiesel 50% atau B50 akan dimulai pada semester II 2026. Saat ini, pemerintah sedang menguji penerapannya di beberapa kendaraan untuk keempat kalinya, seperti kereta, alat berat, kapal, hingga mobil.
“Kalau sudah dinyatakan clear and clean, insyaallah semester kedua 2026, kami akan luncurkan untuk B50,” kata Bahlil di Investor Daily Summit 2025, Kamis (9/10).
Indonesia telah memulai penerapan biodiesel sejak 2016 melalui penerapan B-10 dan bertambah secara bertahap hingga saat ini sudah B-40 pada 2025. “(Biodiesel) bisa mengurangi impor kita soal solar agar uang negara tidak lari keluar. Atas arahan Bapak Presiden dan sudah diputuskan bahwa 2026 kami dorong B50 sehingga tidak lagi melakukan impor Solar,” ujarnya.
Untuk memenuhi kebutuhan biodiesel pemerintah telah menetapkan beberapa langkah. Pertama melakukan intensifikasi lahan yang ada, kedua berpotensi membuka lahan baru dan ketiga mengurangi kuota ekspor.
“Kalau intensifikasi dan pembukaan lahan itu bagus ya tidak mengurangi ekspor,” ucapnya.
