Iuran Naik, Sri Mulyani Segera Bayar Rp 14 Triliun ke BPJS Kesehatan
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengaku akan segera menggelontorkan dana kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sebesar Rp 14 triliun. Dana tersebut merupakan selisih pembayaran kenaikan iuran peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan Peserta Penerima Upah (PPU) yang dibayarkan pemerintah.
"Akan kami bayarkan. Sekitar Rp 14 triliun. Nanti kami akan lihat lagi (anggarannya) karena kami juga bayar untuk daerah," ujar Sri Mulyani di Jakarta, Kamis (31/10).
Sesuai Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 yang diteken Presiden Joko Widodo pada 24 Oktober 2019, iuran bagi peserta PBI naik dari Rp 23 ribu menjadi Rp 42 ribu berlaku Agustus 2019. Pemerintah pusat juga akan mensubsidi selisih kenaikan iuran PBI yang menjadi tanggung jawab pemerintah daerah sebesar Rp 19 ribu untuk Agustus hingga Desember 2019.
Selain itu, pemerintah juga harus membayarkan selisih iuran BPJS Kesehatan untuk peserta PPU yang dibayarkan pemerintah pusat yang berlaku Oktober 2019. Peserta PPU yang dimaksud mencakup pejabat negara, pemimpin dan anggota DPR, PNS, serta TNI dan anggota Polri.
(Baca: Soal Kenaikan Iuran BPJS, Wamenkeu: Bandingkan dengan Asuransi Swasta)
Gaji atau upah yang dikenakan sebagai dasar perhitungan peserta PPU tersebut mencakup gaji atau upah pokok, tunjangan keluarga, tunjangan jabatan, tunjangan umum, tunjangan profesi, tunjangan kinerja, dan tunjangan penghasilan bagi PNS daerah. Sebelumnya, dasar perhitungan upah hanya mencakup gaji pokok dan tunjangan keluarga.
Berdasarkan data BPJS Kesehatan, total peserta program Jaminan Kesehatan Nasional pada akhir September 2019 mencapai 221,2 juta orang. Total peserta PBI yang dibayarkan APBN mencapai 94,15 juta, sedangkan peserta PBI APBD sebanyak 37,18 juta.
Dengan jumlah total peserta tersebut, maka selisih iuran yang harus dibayarkan pemerintah untuk peserta PBI APBN dan subsidi PBI APBD mencapai Rp 12,47 triliun.
Sementara itu, peserta penerima upah yang dibayarkan pemerintah mencapai 17,49 juta. BPJS Kesehatan tak merinci jumlah PPU yang dibayarkan pemerintah pusat dan daerah. Adapun perubahan perhitungan bagi PPU yang dibayarkan daerah baru berlaku pada 1 Januari 2020.
(Baca: Menkes Jamin Kenaikan Iuran BPJS Sebanding dengan Pelayanan)
Di samping itu, pemerintah juga menaikkan iuran bagi peserta mandiri dan PPU yang dibayarkan badan usaha mulai 1 Januari 2020. Kenaikan paling signifikan terjadi pada jenis kepesertaan mandiri atau Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP) terutama yang mencapai hingga dua kali lipat.
Iuran peserta mandiri kelas 1 dan 2 naik dari semula masing-masing Rp 80 ribu dan Rp 55 ribu menjadi Rp 160 ribu dan Rp 110 ribu. Sementara iuran peserta kelas 3, naik dari Rp 25.500 menjadi Rp 42 ribu.
Besaran kenaikan iuran ini sesuai dengan usulan Sri Mulyani sebelumnya yang terlihat dalam databooks di bawah ini.
Kenaikan iuran peserta mandiri berlaku pada 1 Januari 2020 bersamaan dengan ketentuan baru perhitungan iuran untuk peserta penerima upah badan usaha.
Pemerintah menaikkan maksimal batas upah yang digunakan untuk dasar perhitungan iuran bagi peserta penerima iuran badan usaha dari Rp 8 juta menjadi Rp 12 juta. Adapun presentase iuran tetap sebesar 5%, terdiri dari 4% pemberi upah dan 1% pekerja.
Sebelumnya, Staf Ahli Bidang Kebijakan Pengeluaran Negara Kemenkeu Suminto menjelaskan, pemerintah telah membayarkan iuran peserta PBI BPJS Kesehatan secara penuh untuk seluruh tahun ini. Hal ini seiring dengan percepatan pembayaran yang dilakukan pemerintah guna membantu arus kas lembaga asuransi negara itu.
Namun, iuran yang dibayarkan menggunakan tarif Rp 23 ribu untuk 96,8 juta peserta.
"Sekarang usulan pemerintah, iuran PBI BPJS Kesehatan naik pada Agustus. Kalau disetujui Rp 42 ribu, selisihnya berarti Rp 19 ribu dikali 96,8 juta selama 5 bulan, dibayarkan kalau sudah ditetapkan Perpresnya," ujar Suminto saat ditemui di Gedung Ombudsman, Jakarta, Kamis (12/9).