Bank Mandiri Dapat Peringkat Investment Grade dari S&P Ratings
PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) mendapatkan peringkat layak investasi atau investment grade dari lembaga pemeringkat internasional, Standard & Poor's (S&P). Peringkat utang jangka panjang Bank Mandiri naik menjadi BBB- dengan outlook stabil dari yang sebelumnya BB+.
Direktur Keuangan dan Strategi Bank Mandiri Panji Irawan mengatakan bahwa kenaikan peringkat utang dari S&P tersebut menjadikan Bank Mandiri mendapatkan peringkat investment grade dari tiga lembaga pemeringkat internasional dan satu lembaga pemeringkat nasional.
Di samping S&P, lembaga pemeringkat lainnya yang memberi peringkat investment grade yaitu Moody’s dengan peringkat Baa2 outlook stabil, Fitch Ratings peringkat BBB- dengan outlook stabil, serta Pefindo dengan peringkat idAAA outlook stabil.
“Kami berharap naiknya peringkat utang ini dapat memperkuat kredibilitas Bank Mandiri di mata investor dan para pemangku kepentingan sektor keuangan Tanah Air. Semoga rating yang semakin membaik ini juga ikut berkontribusi pada pertumbuhan investasi di Indonesia,” kata Panji melalui siaran resmi, Senini (1/7).
(Baca: Bank Mandiri Bagikan Dividen, Pemerintah Kantongi Rp 6,7 Triliun)
Bank Mandiri berharap peringkat utang terbaru itu juga akan memberikan dampak positif terhadap akses perseroan di pasar modal serta meningkatkan value bagi investor. Panji mengatakan, pihaknya bakal terus mendorong perbaikan kinerja melalui penajaman fokus bisnis, inovasi produk dan layanan keuangan, serta monitoring kualitas aset yang ketat.
Seperti diketahui, pada triwulan I-2019, Bank Mandiri mencatat kenaikan laba bersih sebesar 23,4% secara tahunan atau year on year (yoy) menjadi Rp 7,2 triliun. Capaian tersebut ditopang oleh pertumbuhan kredit yang tumbuh 12,4% yoy menjadi Rp 790,5 triliun dan membaiknya kualitas kredit alias non-performing loan (NPL) menjadi 2,68%.
Capaian neraca keuangan di akhir Maret 2019 tersebut melanjutkan tren positif sejak akhir 2016. Selama empat tahun terakhir, Bank Mandiri tercatat membukukan pertumbuhan laba tahunan sebesar 23,7%.
Begitu pula dengan penyaluran kredit yang tumbuh double digit dengan kualitas kredit yang semakin membaik. Jika pada akhir 2016 NPL perseroan berada pada level 4,00%, maka pada akhir Maret 2019 NPL turun menjadi 2,68%.
(Baca: Kredit Kuartal I Tumbuh 12,4%, Laba Bersih Bank Mandiri Melesat 23,4%)
Menurut Panji, menurunnya rasio kredit bermasalah tersebut juga mendorong penurunan alokasi biaya pencadangan yang harus disisihkan perseroan. Tercatat, pada triwulan I-2019 biaya pencadangan yang disiapkan perseroan sebesar Rp 2,8 Triliun atau mengalami penurunan 28,1% yoy.
“S&P meyakini perbankan Indonesia akan mendapatkan keuntungan yang lebih dari situasi ekonomi saat ini yang terus membaik, dimana dalam 10 tahun terakhir rata-rata PDB perkapita riil Indonesia tercatat tumbuh sebesar 4,1%, lebih baik daripada rata-rata pertumbuhan negara dengan tingkat upah sama yakni 2,2%," terang Panji.
Di samping itu, S&P menilai agenda percepatan pengadaan infrastruktur pemerintah akan mendorong peningkatan pertumbuhan kredit perbankan yang diharapkan akan berdampak positif terhadap profitabilitas perbankan.
“Di Bank Mandiri sendiri, kami telah berkomitmen untuk terus meningkatkan penyaluran pembiayaan ke sektor infrastruktur mengingat masih banyak proyek pembangunan infrastruktur yang tengah berjalan. Per Maret 2019, portofolio infrastruktur kami sebesar Rp 177,8 triliun atau 26,0% dari total kredit (bank only) yang disalurkan perseroan,” tuturnya.
(Baca: Kredit Seret Bank Mandiri Turun Pasca Fokus ke Korporasi dan Konsumer)
Dari aspek likuiditas, tambahnya, likuiditas Bank Mandiri saat ini terjaga pada level yang aman dengan rasio intermediasi makroprudensial (RIM) bank only di tingkat 94,02% per Maret 2019.
“Ke depan, kami yakin dapat menjaga rasio tersebut di kisaran 91-93% hingga akhir tahun ini, antara lain melalui strategi pertumbuhan dana pihak ketiga khususnya dana murah,” katanya.