Resmi Merger dengan Sumitomo, BTPN Berambisi Masuk Kelompok Bank Besar
Mulai Jumat (1/2) ini, PT Bank BTPN Tbk. resmi beroperasi sebagai bank baru hasil penggabungan (merger) antara PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk. (BTPN) dengan PT Bank Sumitomo Mitsui Indonesia (SMBCI). Dari hasil penggabungan ini lahir sebuah bank baru dengan fokus bisnis yang baru pula.
Seperti diketahui, BTPN sebelum merger merupakan bank yang fokus pada penyaluran kredit kepada mass market (ritel). Sementara, SMBCI fokus pada segmen korporasi. Sehingga, menurut Direktur Utama BTPN Ongki Wanadjati Dana kedua bank yang memiliki segmen dan model bisnis berbeda ini akan saling melengkapi.
"Bank hasil merger merupakan perpaduan yang ideal antara BTPN yang fokus pada segmen mass market dan usaha kecil dan menegah (UKM), dengan SMBCI yang fokus di segmen korporasi," kata Ongki yang menggantikan Jerry Ng, saat menggelar konfrensi pers di Menara BTPN, Jakarta, Jumat (1/2).
(Baca: Laba Bersih BTPN Tahun 2018 Melesat 61% Berkat Transformasi Digital)
Penggabungan ini, membuat BTPN akan bergerak di kedua segmen dengan komposisi penyaluran pinjaman kepada segmen korporasi sebesar 50% dan kepada segmen ritel dan UKM sebesar 50%. Selain itu mereka juga masih fokus pada bisnis pendanaan dan perbankan digital melalui produk mereka yaitu BTPN Wow! dan Jenius.
Untuk urusan perbankan digital, Ongki mengatakan bahwa BTPN tetap konsisten melanjutkan inovasi dan transformasi. Inovasi dilakukan dengan memperbesar skala model bisnis BTPN pada produk BTPN Wow! dan Jenius sebagai platform untuk melayani nasabah yang lebih luas.
Sementara itu, transformasi dilakukan dengan digitalisasi pada bisnis pensiunan, mikro, kecil dan menengah demi meningkatkan produktivitas dan daya saing.
Selain fokus pada garapan segmentasi retail, UKM, dan korporasi, Ongki mengatakan memiliki rencana mengembangkan sayap bisnis BTPN ke segmen pasar yang belum disentuh oleh mereka. Segmen yang diincar BTPN seperti segmen korporasi menengah dan UKM yang lebih besar (segmen komersial), sambil tetap mengembangkan cakupan bisnis ritel.
Meski begitu, Ongki belum dapat memastikan kapan rencana tersebut akan direalisasikan. "Pertama, kami memastikan proses integrasi dan sinergi kedua bank berjalan lancar. BTPN akan memiliki peluang pembiayaan ke industri yang lebih luas dan mampu berkontribusi kepada perekonomian nasional," kata Ongki.
(Baca: Jelang Merger dengan Bank Sumitomo, Aset BTPN Tembus Rp 100 Triliun )
Ada pun, pemegang saham mayoritas BTPN, Sumitomo Mitsui Banking Corporation (SMBC), baru saja menyelesaikan transaksi pembelian saham milik publik (tender offer). Sehingga bank asal Jepang tersebut memiliki 96,89% saham BTPN saat ini.
Pada kesempatan yang sama, Komisaris Utama BTPN Mari Eka Pangestu mengatakan, dengan begitu membuat BTPN yang baru dapat memiliki konektivitas internasional. Pada 2016, BTPN sudah menjadi bank devisa, meski masih kecil kegiatan devisa tersebut. Tapi, dengan bergabung dengan koneksi global tersebut, Mari percaya bisa mengembangkan kegiatan devisa tersebut.
"Terutama di bidang korporasi yang besar terkait dengan investment, ekspor, financing, manufaktur, maupun di bidang jasa-jasa," kata Mari.
Selain itu, Mari mengatakan, yang menjadi keunggulan SMBC adalah memiliki proyek-proyek infrastruktur yang selama ini mereka biayai. Dengan penggabungan ini, membuat mereka mampu mengakselerasi sektor infrastruktur yang telah dimiliki oleh SMBC melalui SMBCI.
Menurutnya, mereka mempunyai kesempatan untuk bisa mengakselerasi dari segmen mikro sampai korporasi dan dari lokal sampai global. "Kita berharap sinergi yang secara resmi lahir hari ini, kita bisa terus berkinerja sehingga BTPN bisa menyumbang untuk Indonesia," katanya.
(Baca: Dorong Konsolidasi, Perbanas Nilai Idealnya Hanya Ada 50-70 Bank)
Selain itu, dengan penggabungan ini, saat ini BTPN memiliki modal inti sekitar Rp 25 triliun yang menjadikannya sebagai bank umum kegiatan usaha (BUKU) 3 yang memiliki modal inti antara Rp 5 triliun hingga Rp 30 triliun. Ongki mengakui memiliki aspirasi jangka panjang untuk menjadikan BTPN masuk dalam jajaran BUKU 4 yang memiliki modal inti di atas Rp 30 triliun.
"Nah kami berharap dan memperkirakan, jika kita tumbuh organik saja dari laba yang ditahan, kemungkinan besar tahun 2021 kita bisa mencapai tingkat modal yang BUKU 4 tersebut," kata Ongki menambahkan.
Sementara itu, untuk target pertumbuhan laba tahun ini, Ongki masih enggan menyebutkan target tersebut. Sedangkan untuk target pertumbuhan kredit tahun ini, dia hanya mengatakan mengikuti perkiraan pertumbuhan kredit industri perbankan pada 2019. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperkirakan pertumbuhan kredit tahun ini sekitar 12-14%.
(Baca: OJK Masih Kaji Rencana Revisi Aturan Kepemilikan Tunggal Bank)