Pasar Tertekan, Sri Mulyani Harap Vonis Ahok Tak Ganggu Investor
Pasar saham dan keuangan cenderung melemah dalam beberapa hari terakhir. Salah satu faktor penyebabnya diperkirakan adalah memanasnya kondisi politik nasional pasca vonis penistaan agama dan hukuman dua tahun penjara kepada Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meminta agar pelaku pasar tidak terganggu dengan keputusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang dibacakan Selasa lalu (95/) lalu itu. Ia juga meyakinkan pemerintah akan terus berusaha menjaga suasana keamanan dan ketertiban berpolitik di dalam negeri.
Karenanya, kondisi memanasnya politik yang terjadi saat ini diharapkan tidak berlanjut dalam jangka waktu lama. "Kami akan terus berusaha untuk bisa meyakinkan bahwa suasana keamanan ataupun ketertiban dan proses politik di Indonesia dilihat sebagai proses demokrasi yang aman dan normal,” katanya di Jakarta, Jumat (12/5).
Sri Mulyani pun membandingkan gejolak politik di negara lain dengan di Indonesia yang merupakan aspirasi dari masyarakat. “Kami harap ini tidak ganggu confidence (keyakinan) bagi ekonomi," ujarnya.
Tekanan di pasar obligasi terlihat dari tren kenaikan imbal hasil (yield) instrumen tersebut. Pada perdagangan Jumat (12/5) ini, yield Surat Utang Negara (SUN) 10 tahun mencapai 7,1 persen atau naik dari hari sebelumnya sebesar 7,09 persen.
Artinya, minat pelaku pasar terhadap SUN Indonesia menurun sehingga harganya turun dari 99,4 persen menjadi 98,9 persen. Adapun, derdasarkan data Wallstreet Journal, sepanjang lima hari ini terakhir, yield SUN 10 tahun sudah naik tujuh poin.
Analis Obligasi Mandiri Sekuritas Handy Yunianto memperkirakan dua penyebab kenaikan yield SUN 10 tahun. Pertama, aksi ambil untung investor setelah harganya meningkat tajam.
Kedua, adanya sentimen politik di dalam negeri. Melihat kondisi yang terjadi dalam sepekan ini, Handy berpandangan investor memanfaatkan situasi politik saat ini untuk mengambil untung. Karena itu, penurunan harga SUN tidak akan besar selama sentimen negatif ini hanya sesaat.
Selain itu, investor juga masih akan mempertimbangkan faktor fundamental ekonomi Indonesia yang membaik. Hal ini terlihat dari realisasi pertumbuhan ekonomi kuartal I-2017 sebesar 5,01 persen.
"Kadang pengaruhnya (sentimen negatif) besar, misalnya kalau sentimen jelek dan fundamentalnya juga jelek. Tapi itu jangka pendek," kata dia kepada Katadata.
Adapun untuk jangka panjang, Handy meyakini pasar masih berminat terhadap instrumen investasi Indonesia. Sebab, suku bunga Indonesia masih lebih tinggi dibanding negara yang pasarnya tengah berkembang (emerging market). Ia memperkirakan, yield SUN 10 tahun hingga akhir tahun nanti sebesar 7,25 persen.
Pasar saham juga bernasib sama. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) turun satu persen sejak putusan Ahok tersebut. Pada Selasa lalu (9/5), IHSG turun 0,19 persen dan berlanjut sehari kemudian dengan penurunan 0,77 persen ke level 5.653.
Kepala Riset Bahana Sekuritas Harry Su mengatakan, investor khawatir suhu politik bakal terus memanas hingga Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019. "Belum normalnya suhu politik (membuat pasar khawatir)," katanya. Bila suhu politik terus memanas, ada risiko arus keluar dana asing (capital outflow) dari bursa saham dan obligasi.
Secara sektoral, Harry melihat adanya risiko bagi emiten di sektor properti saat kondisi politik tak stabil. Alasannya, masyarakat lebih berhati-hati bila ingin membelanjakan atau menginvestasikan dananya dalam jumlah besar.
"Kalau (pasar) tidak merasa aman dan nyaman, tidak mau orang beli big-ticket items seperti properti," kata dia.
Di sisi lain, analis senior Bina Artha Securities Reza Priyambada justru menilai investor hanya memanfaatkan vonis Ahok untuk melakukan aksi ambil untung alias profit taking. Pasalnya, IHSG cenderung naik beberapa hari sebelumnya.
“Pelaku pasar memanfaatkan sentimen-sentimen tersebut, terutama sidang Ahok untuk profit taking, jadi seolah-olah sidang Ahok yang membuat IHSG melemah,” ujarnya.
IHSG juga dinilai terimbas oleh penurunan harga saham emiten pertambangan seiring melemahnya harga batu bara dunia. “Mayoritas saham yang berbasiskan penambangan batu bara terkena dampaknya sehingga banyak yang terhempas ke zona merah,” ujarnya.
Sedangkan Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus DW. Martowardojo mencatat dana asing masuk (capital inflow) hingga pekan lalu sebesar Rp 106 triliun. Jumlahnya lebih tinggi dibanding periode sama tahun lalu yang sebesar Rp 75 triliun.
"Jadi menunjukkan secara findamental ekonomi Indonesia dianggap baik dan terus minat ke Indonesia untuk investasi langsung maupun portofolio," ujar dia.