Penurunan Bunga Secara Cepat Dapat Ganggu Perbankan
KATADATA - Sudah tiga kali Bank Indonesia memangkas suku bunga acuan sepanjang satu kuartal pertama ini. Terakhir, Kamis pekan lalu, bank sentral mengurangu BI Rate 25 basis poin menjadi 6,75 persen. Harapannya, meluruhya bunga acuan ini diikuti dengan pengurangan bunga kredit perbankan. Harapannya, likuiditas menyebar ke sektor riil guna mendorong pertumbuhan ekonomi.
Namun Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo menyatakan penurunan bunga kredit yang terlalu cepat berpotensi mengganggu stabilitas perbankan. Hal ini lantaran biaya dana atau cost of fund dan biaya produksi alias overhead cost masih tinggi. Bahkan, penurunan bunga kredit yang teralalu cepat bisa menggagalkan rencana pemerintah menggerakan industri. (Baca: BI Rate Turun 3 Kali, BI Menilai Kebijakannya Belum Efektif).
Sejak awal tahun ini, pemerintah memang berupaya menurunkan bunga kredit perbankan menjadi single digit. Bunga kredit dan deposito Indonesia merupakan yang tertinggi di antara negara ASEAN. Namun Agus melihat penurunan bunga kredit semestinya berdasarkan perkembangan pasar, meski pemerintah hendak mendorong pembiayaan murah bagi industri. Untuk itu, yang memungkinkan diatur yakni simpanan dana pemerintah daerah atau Kementerian dan Lembaga.
Dia menilai yang bisa dilakukan perbankan saat ini hanyalah menurunkan biaya dana agar bunga bisa berkurang. Efisiensi Sumber Daya Manusia dan teknologi pun perlu dilakukan. “Bunga turun berdasarkan market, jangan terlalu diatur. Tapi dana negara bisa diatur supaya perbankan jangan mencari manfaat dari dana negara,” ujar Agus dalam seminar ‘Growth Diagnostic in Indonesia’ di Gedung BI, Jakarta, Rabu, Maret 2016. (Baca juga: BI Berpeluang Akhiri Rezim Bunga Tinggi).
Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo menambahkan ada beberapa elemen yang diperhatikan dalam menentukan bunga kredit. Misalnya, biaya dana, biaya produksi, profit margin, dan pricing of risk. Indikator ini sangat bergantung pada kondisi bank. Jika bagus maka harganya akan menjadi rendah. “Kalau ditanya bunga turun, jelas akan turun. Cuma seberapa cepat? Itu berbeda-beda.”
Otoritas Jasa Keuangan melihat ada elemen yang masih efisien. Elemen itu juga akan mempercepat penurunan suku bunga," kata Perry.
Pandangan serupa diungkapkan Chatib Basri. Menteri Keuangan Periode 2013-2015 ini mengatakan penurunan bunga kredit secara cepat akan membuat risiko meningkat. Bank akan cenderung memilih nasabah lama yang risikonya sudah dipahami. Jika itu yang terjadi, langkah pemerintah mendorong industri melalui pembiayaan murah menjadi percuma.
Dengan penurunan inflasi, yang berdampak pada penurunan BI Rate hingga tiga kali, semestinya mendorong bunga kredit turun lebih cepat. Dia menyarankan agar prosesnya berjalan sesuai pasar. Bila sisi makro stabil, bunga perbankan akan menyesuaikan dengan sendirinya. (Lihat pula: Likuiditas Ketat, GWM dan BI Rate Berpeluang Turun Jadi 6,5 Persen ).
Sebelumnya, Ekonom Universitas Indonesia Anton Gunawan menjelaskan langkah BI menurunkan BI Rate cukup baik. Namun, perbankan masih sulit menurunkan bunga kredit dan deposito dalam waktu cepat. Sebab, biaya produksi untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah masih tujuh persen untuk pengumpulan dana. Karena kebijakan ini BPR bisa kewalahan dan tutup karena kesulitan menyerap likuiditas. “Dengan terlalu cepat, saya khawatir akan ada dampak negatif dari beberapa hal, seperti terjadinya crowding out,” tutur Anton.