Bank Terancam Gagal Bakal Dapat Suntikan Dana LPS, Ada Syarat Agunan
Lembaga Penjamin Simpanan mendapatkan kewenangan baru untuk menempatkan dana di bank bermasalah yang belum ditetapkan sebagai bank gagal oleh Otoritas Jasa Keuangan. Penempatan dana ini pun tetap harus disertai agunan dari bank.
"Sebagaimana lazimnya penempatan dana, tentu kami meminta adanya agunan. Agunan ini sebagai langkah mitigasi risiko bagi LPS," kata Ketua Dewan Komisioner LPS Halim Alamsyah dalam konferensi pers secara virtual, Jumat (10/7).
Dia menjelaskan, ada beberapa jaminan yang dapat diserahkan bank kepada LPS, di antaranya aset milik pemegang saham pengendali atau aset milik bank tersebut. Selain itu, agunan juga dapat berbentuk pernyataan pengalihan hak atas kepemilikan saham dari pemilik bank.
"Tentu bank bisa memberikan jaminana piutang kredit. Tapi ada kriterianya, sudah pasti kredit harus lancar. Kemudian kalau lancar, kami akan meneliti profil risiko dari kredit itu untuk menentukan diskonnya berapa," ujarnya.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2020, LPS mendapatkan sejumlah kewenangan baru yang salah satunya mencakup penempatan dana pada bank yang mengalami masalah likuiditas dan terancam gagal.
(Baca: Jokowi Beri Kewenangan Baru ke LPS, Selamatkan Bank Sebelum Gagal)
Pasal 11 ayat 3 mengatur, total penempatan dana pada seluruh bank paling banyak 30% dari jumlah kekayaan bank. Penempatan dana pada satu bank paling banyak 2,5% dari total kekayaan LPS. Adapun periode penempatan dana paling lama satu bulan dan dapat diperpanjang paling banyak lima kali.
Jika masa perpanjangan tersebut sudah selesai tetapi masalah likuiditas bank belum selesai, maka LPS tetap akan menarik dana yang ditempatkannya tersebut. Namun, kalau bank tersebut tidak memiliki dana yang cukup untuk mengembalikan dana, maka LPS bisa mengeksekusi agunan yang menjadi salah satu syarat tadi.
"Setelah itu kami serahkan bank ke OJK, dan OJK akan menangani sesuai peraturan perundang-undangan," ujar Halim.
Untuk memperoleh penempatan dana dari LPS, menurut Halim, bank harus menyampaikan permohonan kepada OJK dengan menyatakan tengah mengalami kesulitan likuiditan. Kebutuhan dana juga disampaikan kepada LPS melalui OJK. Adapun penempatan dana juga baru dapat diberikan LPS jika pemegang saham pengendali tak dapat membantu kesulitan likuiditas bank.
Penempatan dana LPS di bank juga harus telebih dahulu disertai analisis kelayakan yang dilakukan OJK. Pemberitahuan dan permintaan dari OJK kepada LPS sedikitnya berisikan catatan hasil penilaian perkiraan kemampuan bank untuk mengembalikan penempatan dana tersebut.
(Baca: Total Aset Rp 128 T, LPS: Bantalan Cukup untuk Tangani Masalah Bank)
Sementara itu, BI akan juga akan memberikan asesmen terhadap riwayat sistem pembayaran bank, serta kondisi dampak dari bank tersebut kepada sistem keuangan maupun sistem pembayaran.
Selain penempatan dana, LPS juga kini memiliki kewenangan untuk menangani bank bermasalah sejak dalam pengawasan intensif.
Lembaga tersebut dapat melakukan penjajakan atas bank bermasalah kepada bank lain yang bersedia untuk menerima pengalihan sebagian dan/atau seluruh aset dan/atau kewajiban bank setelah berkoordinasi dengan OJK. Hal ini dapat dilakukan jika dalam waktu paling lama 1 tahun sejak ditetapkan sebagai bank dalam pengawasan intensif oleh OJK.
OJK pun berkewajiban untuk memberikan pertukaran data dan/atau informasi kepada LPS, melakukan pemeriksaan bersama, dan kegiatan lain dalam rangka persiapan resolusi bank.
Sebelumnya, LPS hanya diberikan kewenangan untuk menangani bank jika sudah ditetapkan sebagai bank gagal oleh OJK sesuai dengan Undang-undang LPS.