Tawaran Usai, Erick Thohir: 98% Nasabah Ikut Restrukturisasi Jiwasraya
Masa penawaran restrukturisasi pemegang polis PT Asuransi Jiwasraya (Persero) telah berakhir. Data terbaru per 31 Mei 2021 menunjukkan, sudah sekitar 98% pemegang polis setuju ikut restrukturisasi dan pindah ke IFG Life.
"Saya rasa sudah ada persetujuan hampir 98% yang sudah menyetujui restrukturisasi," kata Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir selaku perwakilan pemegang saham Jiwasraya dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Rabu (2/6).
Data progres restrukturisasi berdasarkan jumlah pemegang polis menunjukkan, polis korporasi yang setuju ikut restrukturisasi mencapai 2.088 atau 98% dari total polis. Lalu, polis ritel yang mengikuti restrukturisasi mencapai 156.075 atau 94%. Sementara itu, polis bancassurance sebanyak 16.748 atau 96% ikut restrukturisasi.
Erick mengatakan, pemerintah, direksi, dan Komisaris Jiwasraya sudah berbuat yang terbaik untuk mencari solusi atas gagal bayar polis Jiwasraya. Persoalan yang terjadi di perusahaan asuransi jiwa tertua di Indonesia ini, sebenarnya sudah terjadi jauh sebelum Erick Thohir dan pengurus Jiwasraya saat ini menjabat.
"Kami bukan bagian dari yang korupsi. Justru kami memperbaiki penipuan ini dan kami tidak membiarkan adanya yang namanya perampokan," kata Erick.
Pengamat BUMN dari Universitas Indonesia Toto Pranoto mengatakan, opsi restrukturisasi Jiwasraya dengan memindahkan hak dan kewajiban ke entitas baru IFG Life adalah opsi yang paling menguntungkan bagi nasabah dibanding opsi lainnya.
Dalam program restrukturisasi ini, nilai investasi nasabah Jiwasraya memang tidak akan kembali 100%. Namun, dengan model ini, ada kepastian waktu dan nilai investasi akan kembali.
"Paling tidak recovery bisa sampai 60%-70% sesuai dengan tenor waktu yang disepakati," kata Toto kepada Katadata.co.id, Rabu (2/6).
Toto berharap, entitas baru penerima polis restrukturisasi Jiwasraya, yaitu IFG Life bisa berjalan lebih sustain di masa depan dengan manajemen baru dan komitmen tata kelola perusahaan yang lebih baik.
Suntikan dana pemerintah hampir Rp 22 triliun dan komitmen induk IFG menyuntikan dana Rp 4,5 triliun, dinilai cukup sebagai modal awal pengembangan bisnis. Modal tersebut juga dinilai cukup untuk memenuhi kewajiban polis jatuh tempo jangka pendek.
Toto menilai, bisnis IFG Life bisa berkembang karena memiliki peluang pasar di lingkungan BUMN, kementerian/lembaga, dan pemerintah daerah. IFG Life juga bisa mengimplementasikan teknologi digital untuk menjangkau segmen pasar lain.
"Dalam jangka panjang, mestinya bisnis mereka (IFG Life) akan cukup prospektif," kata Toto.
Berbeda dengan Toto, Analis Senior bidang Perasuransian Irvan Rahadjo mengatakan opsi yang paling menguntungkan nasabah adalah opsi penalangan atau bail out. Sebelumnya, bank mitra juga bersedia mengucurkan dana talangan kepada nasabah, kemudian bisa diganti oleh pemerintah melalui penerbitan obligasi. Selanjutnya, pemerintah mengangsur pembayaran surat utang tersebut.
Namun, opsi ini tidak ditempuh mengingat belum ada aturan terkait bail out dengan industri asuransi, baik dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) maupun Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).
“OJK tidak merestui karena akan menjadi tagihan utang, menurut mereka bail out melanggar undang-undang, padahal bisa didiskusikan seperti apanya,” ujar Irvan.
Pria yang dikenal sebagai Pendiri Komunitas Penulis Asuransi Indonesia (KUPASI) ini mengatakan, opsi lain yang bisa ditempuh pemegang saham adalah likuidasi atau pembubaran perusahaan. Opsi ini harus dengan seizin OJK berdasarkan Undang-Undang (UU) No. 40/2014 tentang Perasuransian.
Namun, opsi likuidasi ini juga tidak diambil karena pertimbangan BUMN lain yang memiliki portofolio pensiun di Jiwasraya. Dampak ekonomi, sosial, dan politiknya besar jika dilakukan likuidasi.
Terakhir, opsi restrukturisasi, transfer, dan bail in. Ketiga langkah itu dilakukan secara bersamaan dengan dukungan dana dari pemegang saham Jiwasraya. Pelaksanaannya dilakukan secara tidak langsung melalui PT Bahana Pembiayaan Usaha Indonesia (BPUI).
Pemegang saham Jiwasraya menempuh opsi ketiga, yakni langkah restrukturisasi, transfer, dan bail-in agar Jiwasraya tidak mewariskan kerugian kepada IFG Life setelah transfer portofolio. Masalah pendanaan yang dibutuhkan dari PMN sebesar Rp 20 triliun ditambah Rp 2 triliun pada 2020 plus bunga surat utang yang akan dimintakan pada RAPBN mendatang (2022).
Menurut Irvan, angka ini masih jauh dari kebutuhan Jiwasraya. Belum lagi, negara juga akan menerima aset sitaan setelah keputusan terhadap perkara Tipikor yang melibatkan enam terdakwa kasus Jiwasraya sebesar Rp 16,8 Triliun.