Tunggu PMN Rp 22 T, Polis Jiwasraya Pindah ke IFG Life Agustus 2021
Perpindahan data polis nasabah PT Asuransi Jiwasraya (Persero) ke IFG Life ditargetkan bisa terealisasi sekitar Juli atau Agustus 2021. Sebelum dipindahkan, Jiwasraya dan IFG Life perlu mempersiapkan beberapa hal penting.
Sebelumnya, Jiwasraya mengalami gagal bayar klaim polis hingga akhirnya menawarkan program restrukturisasi kepada nasabah yang berakhir pada 31 Mei 2021. Pemegang polis yang ikut program restrukturisasi ditawarkan polis baru keIFG Life, asuransi jiwa di bawah holding Indonesia Financial Group (IFG).
Direktur Utama Jiwasraya Angger P. Yuwono mengatakan, salah satu hal penting yang perlu disiapkan adalah pencairan penyertaan modal negara (PMN) senilai Rp 22 triliun kepada IFG. PMN diperkirakan bisa cair antara Juni atau Juli 2021, pasalnya domain penjadwalan ada di tangan pemerintah yang merupakan pemilik Jiwasraya dan IFG.
"Setelah (PMN diberikan) dari pemerintah ke IFG, kemudian (PMN) turun ke IFG Life. Tentu saat ini IFG Life sedang mempersiapkan untuk menerima PMN dari IFG," kata Angger kepada Katadata.co.id, Senin (14/6).
Angger menjelaskan, perpindahan polis ke IFG Life perlu menunggu PMN cair agar neraca keuangan IFG Life tetap sehat meski menerima polis baru. "Perusahaan penerima pengalihan portofolio, siapapun itu, tidak boleh mempengaruhi tingkat kesehatan perusahaan yang menerima," katanya.
Selagi menanti PMN, Jiwasraya melakukan penataan, kelengkapan dokumentasi, penataan penyelesaian kontrak polis yang baru, dan proses persetujuan pemegang saham untuk polis dipindahkan ke IFG Life.
Setelah dirapikan, polis-polis ini akan diaudit dan Grup IFG akan melakukan uji tuntas alias due diligence. Dalam proses due diligence ini, IFG akan melibatkan kantor akuntan publik dan konsultan sehingga kepatuhan rencana ini tetap terjaga.
Selain proses perapihan data nasabah, Jiwasraya juga sedang melakukan pengalihan aset ke IFG Life. Proses ini dinilai tidak sederhana karena perlu tindakan-tindakan yang dasarnya kepatuhan.
"Kemudian IFG Life juga perlu mempersiapkan infrastruktur operasional," kata Angger.
Nasabah Terpaksa Ikut Restrukturisasi
Salah satu nasabah Jiwasraya yang ikut program restrukturisasi, Tulus Abadi mengatakan awalnya menolak keras program restrukturisasi karena sangat merugikan konsumen.
Setelah adanya negosiasi yang menghabiskan waktu lama dan menerima penjelasan sampai tiga kali pertemuan, akhirnya Tulus menyimpulkan bahwa dia tidak memiliki pilihan selain ikut restrukturisasi. Dia terpaksa harus menerima untuk ikut program restrukturisasi bagi nasabah ritel.
"Karena (ikut restrukturisasi) itu pilihan yang paling rasional. Tapi, itu pasti dengan tetap rasa dongkol," kata Tulus kepada Katadata.co.id.
Pasalnya, pilihan lain yang harus dihadapi Tulus adalah menunggu likuidasi dengan status polis tetap berada di Jiwasraya. Menurutnya, menunggu likuidasi risikonya sangat merugikan dan nasibnya tidak jelas.
Jika menempuh jalur hukum dengan melakukan gugatan pailit, dia menganggap nasib pemegang polis juga tidak jelas. Untuk itu, menurutnya, pemerintah mencoba hadir dengan restrukturisasi. Meski tetap merugikan, pilihan itu yang paling rasional.
Pengamat BUMN dari Universitas Indonesia Toto Pranoto mengatakan, opsi restrukturisasi Jiwasraya dengan memindahkan hak dan kewajiban ke IFG Life adalah opsi yang paling menguntungkan bagi nasabah dibandingkan opsi lainnya.
Menurutnya, dengan model ini, ada kepastian bagi pemegang polis bekas Jiwasraya kapan nilai investasi akan kembali dan kapan waktunya. "Memang nilai investasi tidak akan kembali 100%, tapi paling tidak recovery bisa sampai 60%-70% sesuai dengan tenor waktu yang disepakati," kata Toto kepada Katadata.co.id.
Entitas IFG Life juga diharapkan lebih berkelanjutan di masa depan, salah satunya karena mendapat suntikan dana pemerintah Rp 22 triliun dan komitmen IFG dengan tambahan dana Rp 4,5 triliun. Hal ini akan cukup sebagai modal awal pengembangan bisnis dan pemenuhan kewajiban polis jatuh tempo jangka pendek.
IFG Life memiliki potensi pasar yang besar karena sahamnya secara tidak langsung dimiliki pemerintah. Pasar yang bisa ditargetkan IFG Life seperti lingkungan BUMN, kementerian dan lembaga, ataupun pemerintah daerah.
"Mereka juga bisa implementasikan teknologi digital untuk menjangkau segmen market non captive. Jangka panjang mestinya bisnis IFG Life akan cukup prospektif," kata Toto.
Pada kesempatan lain, pakar asuransi Irvan Rahardjo menyampaikan keraguan terhadap kemampuan IFG life menyelesaikan pembayaran semua portofolio yang dilimpahkan oleh jiwasraya. Pasalnya suntikan modal dari pemerintah tidak sebesar kewajiban liabilitasnya.
"IFG Life hanya bergantung pada bail in Rp 22 triliun dari pemerintah, sementara kewajiban pembayaran sebesar Rp 54 triliun," kata Irvan.
Ia pun mengatakan restrukturisasi polis yang dilakukan Jiwasraya merupakan tindakan melawan hukum. "Restrukturisasi telah mengabaikan hukum perdata warga negara yang telah diatur oleh Undang- Undang," katanya.