Sektor Perbankan Diprediksi Menggeliat usai BI Tahan Suku Bunga Acuan
Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menahan suku bunga acuan di level 5,75% setelah menaikkan sebesar 225 basis poin (bps) sejak Agustus 2022. Keputusan BI ini dinilai akan membuat sektor perbankan lebih menarik.
Research and Consulting PT Infovesta Utama Nicodemus Anggi mengatakan dengan kebijakan moneter yang berpotensi tidak agresif lagi dapat membuat sektor perbankan menggeliat. Sebab keputusan BI akan memacu pertumbuhan penyaluran kredit.
“Permintaan untuk kredit akan semakin banyak karena konsumen menilai tidak akan ada kenaikan suku bunga lagi yang akan memberatkan pembayaran bunga mereka,” kata Nico pada Katadata.co.id, Selasa (28/2).
Senada, analis Equity Research PT Henan Putihrai Sekuritas, Jono Syafei mengatakan bagi perbankan, dengan suku bunga yang tetap tentu masih berdampak positif, yaitu dapat meningkatkan pertumbuhan kredit. “Karena bagi perusahaan yang mau mengambil pinjaman, beban bunga yang diberikan bank masih rendah,” ujarnya.
Sebagai informasi, BI memproyeksikan pertumbuhan kredit yang lebih solid tahun ini yakni sekitar 10-12%. Pada 2022 kredit perbankan tercatat tumbuh sebesar 11,35%.
Diberitakan sebelumnya, BI telah menaikkan suku bunga acuan mencapai 2,25% sepanjang tahun lalu menjadi 5,75%. Gubernur BI Perry Warjiyo menyebut suku bunga tersebut telah memadai untuk mengendalikan inflasi hingga akhir tahun ini.
“Tidak diperlukan lagi suatu kenaikan suku bunga karena pertimbangannya inflasi akan kembali ke target dan sebagai bagian dari sinergi mendukung pertumbuhan ekonomi,” kara Perry dalam acara CNBC Economic Outlook 2023.
Sebelumnya pada saat memberikan keterangan pers terkait hasil Rapat Dewan Gubernur BI pada Kamis (16/2), Perry mengatakan bahwa kebijakan suku bunga BI selalu diarahkan untuk memastikan inflasi akan kembali kepada sasaran. "Dalam kondisi setelah penyesuaian BBM tentu indikator inflasi yang utama adalah inflasi inti," ujarnya.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan pada Desember 2022 penyaluran kredit perbankan tumbuh 11,35% dibanding setahun sebelumnya (year-on-year/yoy). Dengan demikian, jika dihitung dari data OJK Desember 2021, nilai kredit perbankan pada akhir 2022 sudah mencapai sekitar Rp 6,42 kuadriliun.
Pertumbuhan ini dipicu oleh jenis kredit modal kerja yang mampu tumbuh 12,17% (yoy) serta pertumbuhan kredit korporasi sebesar 15,44% (yoy).
Angka tersebut menunjukkan pada Desember 2022 kredit perbankan telah pulih dari dampak pandemi, karena pertumbuhannya sudah menyamai level pra-pandemi seperti terlihat pada grafik.
Pertumbuhan kredit perbankan sempat melambat saat awal terjadinya pandemi Covid-19, seiring kontraksi ekonomi nasional pada 2020. Namun, nilai kredit perbankan masih menunjukkan tren tumbuh dalam empat tahun terakhir.
Pertumbuhan kredit perbankan nasional juga disertai dengan membaiknya kualitas aset, seiring turunnya risiko kredit yang didukung oleh likuiditas dan permodalan kuat.
Hal ini tercermin dari rasio kredit bermasalah (non-performing-loan/NPL) gross yang turun menjadi 2,44% pada Desember 2022, dibanding 3% pada Desember 2021. Rasio NPL perbankan tersebut merupakan yang terendah sejak awal pandemi.