30% Pengajuan KPR Subsidi Ditolak Akibat Tunggakan Pinjol
Kepala Ekonom PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) Winang Budoyo mengingatkan agar nasabah tak menilai sepele tunggakan pinjaman online atau pinjol. Sebab sebanyak 30% pengajuan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) subsidi ditolak karena nasabah masih memiliki tunggakan pinjol.
“Minimal di BTN itu terpaksa kami tolak karena dia terlibat pinjol, maksudnya di pinjol itu dia memiliki tunggakan,” kata Winang dalam Media Gathering Perhimpunan Bank-bank Nasional di Padalarang, Jawa Barat, Kamis (24/11).
Meskipun jumlah tunggakan nasabah terkadang bukan nominal yang besar, namun bank harus menolak permohonan KPR dari nasabah tersebut. Terutama pengajuan KPR di BTN. Sebab kebutuhan KPR masih tinggi dan sekitar 12,7 juta keluarga masih belum memiliki rumah.
“Yang menyedihkan tunggakannya itu Rp 100.000 sampai Rp 200.000. Tapi dengan menunggak Rp 100.000 dia jadi tidak bisa ikut KPR. Itu kenyataan yang harus dihadapi,” ucap Winang.
Sebagai informasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah meluncurkan aturan baru pinjol. Regulasi anyar ini mencakup bunga pinjol, pembatasan utang hinga debt collector. Sebelumnya bunga pinjol diatur oleh Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia AFPI. Kini OJK yang menetapkan bunga layanan teknologi finansial pembiayaan alias fintech lending.
Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK Agusman menyampaikan, bunga pinjol sektor konsumtif dan produktif akan dipisah. Hal lain yang diatur yakni masyarakat kini hanya bisa meminjam maksimal di tiga perusahaan pinjol.
“Diatur bahwa penerima dana tidak menerima pendanaan dari lebih dari tiga penyelenggara pinjol,” kata Agusman.
Dengan demikian, penyelenggara pinjol wajib menganalisis permohonan utang guna mengukur kemampuan peminjam untuk membayar kembali dari peminjam. Caranya yakni:
- Memverifikasi keaslian dokumen yang disampaikan oleh calon peminjam sesuai prosedur operasional standar.
- Melakukan klarifikasi dan konfirmasi, baik melalui tatap muka secara langsung maupun elektronik, dan atau tidak tatap muka secara elektronik kepada calon peminjam. Sebagaimana diatur dalam POJK tentang penerapan program anti pencucian uang, pencegahan pendanaan terorisme, dan pencegahan pendanaan proliferasi senjata pemusnah massal di sektor jasa keuangan.
- Melakukan pengolahan data dari pihak lain yang relevan dengan kebutuhan penilaian, jika diperlukan.
- Menganalisis calon peminjam dari sisi watak, kemampuan membayar kembali, modal, prospek ekonomi, dan objek jaminan penilaian terhadap kemampuan membayar kembali calon peminjam . Itu dilakukan dengan menelaah perbandingan jumlah pembayaran pokok dan bunga. OJK membatasi perbandingannya 50% pada 2024, 40% pada 2025, dan 30% pada 2026.
Analisis itu juga bertujuan mencegah praktik pemberian dana secara berlebihan kepada peminjam. Agusman memperiingati jangan sampai calon peminjam yang sebenarnya tidak memiliki kemampuan keuangan, tetapi meminjam uang lewat pinjol.