OJK: Indonesia Butuh US$ 5,7 Miliar untuk Dukung Transisi Energi
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut Pemerintah Indonesia membutuhkan anggaran US$5,7 miliar atau sekitar Rp 90,6 triliun untuk mendukung transisi menuju energi yang ramah lingkungan.
"OJK dan kementerian-kementerian lainnya terus mendiskusikan bagaimana menyeimbangkan proses transisi menuju green economy dengan tetap mempertahankan pertumbuhan ekonomi," ujar Inarno Djajadi, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, di Mandiri Sustainable Forum, di Jakarta, Kamis (7/12).
Untuk menutup kesenjangan anggaran transisi energi dan mengurangi dampak negatif perubahan iklim, OJK telah mengambil langkah-langkah sejak 2015. Misalnya, OJK telah menerbitkan Sustainable Finance Roadmap 2015-2019.
"Sebagai hasil dari tahap pertama pada sustainable roadmap, kami bisa menerapkan regulasi keuangan berkelanjutan, regulasi obligasi hijau (green bond), dan pedoman penerapan dan pelaporan keuangan berkelanjutan," ujar Inarno.
OJK juga sudah menerbitkan Peta Jalan Keuangan Berkelanjutan atau Sustainable Finance Roadmap 2021-2025. Peta jalan itu bertujuan untuk memperkuat ekosistem keuangan berkelanjutan yang juga menjadi basis dari peluncuran taksonomi hijau pada 2020. Saat ini, taksonomi hijau tersebut telah dikembangkan menjadi taksonomi berkelanjutan.
Pada 2023, OJK meluncurkan Peraturan OJK Nomor 14 Tahun 2023 mengenai Perdagangan Karbon melalui Bursa Karbon. Adapun Bursa Karbon atau IDX Carbon diluncurkan pada 26 September lalu.
"Bursa Karbon diharapkan menjadi pusat perdagangan karbon global karena bursa itu sejalan dengan strategi nasional untuk pengembangan pasar keuangan," ujar Inarno.
Penerbitan obligasi hijau atau obligasi yang ramah lingkungan juga terus bertumbuh dan saat ini mencapai lebih dari Rp 20 triliun. Sebanyak 13 manajer investasi telah menggunakan Indeks Sri Kehati untuk menerbitkan reksa dana yang sesuai dengan prinsip-prinsip lingkungan hidup, keberlanjutan, dan tata kelola yang baik. Nilai dana kelolaan reksa dana hijau itu mencapai Rp 6 triliun.
"Meskipun ada tantangan di dalam ekonomi yang berkelanjutan, Indonesia memiliki potensi untuk melawan dampak negatif perubahan iklim dan mencapai target net zero emission," lanjut Inarno.