Prospek Penurunan Suku Bunga AS, Tensi Geopolitik Dorong Harga Emas

Hari Widowati
29 Juli 2024, 16:13
Harga emas menguat di tengah ekspektasi penurunan suku bunga Amerika Serikat (AS) pada September dan meningkatnya ketegangan geopolitik di Timur Tengah.
ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/foc.
Harga emas menguat di tengah ekspektasi penurunan suku bunga Amerika Serikat (AS) pada September dan meningkatnya ketegangan geopolitik di Timur Tengah.
Button AI SummarizeBuat ringkasan dengan AI

Harga emas menguat di tengah ekspektasi penurunan suku bunga Amerika Serikat (AS) pada September dan meningkatnya ketegangan geopolitik di Timur Tengah.

Harga emas spot naik naik 0,5% ke level US$2.397,65 (Rp 39,07 juta) per ounce, pada Senin (29/7). Sementara itu, harga kontrak emas berjangka AS naik 0,7% menjadi US$2.396,70 (Rp 39,05 juta) per ounce.

Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) Bank Sentral AS akan bertemu pada 30-31 Juli dan diperkirakan akan mempertahankan suku bunga acuannya di kisaran 5,25%-5,50%. Namun, data pekerjaan AS yang lebih lemah di bulan Juni, pendinginan dan komentar dari pejabat tinggi The Fed telah mendorong pasar suku bunga berjangka untuk sepenuhnya memperhitungkan penurunan suku bunga sebesar 25 basis poin pada September.

Menurut laporan Reuters, logam mulia secara historis terkenal dengan stabilitasnya sebagai lindung nilai yang disukai terhadap risiko geopolitik dan ekonomi, tumbuh subur di lingkungan dengan tingkat suku bunga rendah.

Dari sisi geopolitik, kabinet keamanan Israel memberikan wewenang kepada pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk memutuskan “cara dan waktu” untuk merespons serangan roket di Dataran Tinggi Golan yang diduduki Israel. Serangan itu menewaskan 12 remaja dan anak-anak. Israel dan AS menuduh kelompok bersenjata Hizbullah dari Lebanon sebagai dalang di balik serangan tersebut.

Para pelaku pasar saat ini menunggu laporan ketenagakerjaan nasional dan laporan upah di sektor non-pertanian (non-farm payroll) AS yang akan dirilis minggu ini.

Premi emas di India melonjak ke level tertinggi dalam satu dekade terakhir minggu lalu. Hal itu terjadi setelah pemerintah India memangkas bea impor emas demi menurunkan harga di pasar domestik, sehingga memicu lonjakan permintaan.

Proyeksi JP Morgan: Reli Harga Emas Berlajut

JP Morgan dalam risetnya 15 Juli lalu menyebut harga emas terus mencapai level tertinggi baru di tahun 2024 karena berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut mencakup meningkatnya risiko geopolitik dan prospek suku bunga hingga kekhawatiran defisit anggaran, lindung nilai inflasi, dan pembelian bank sentral.

Reli emas tahun ini sebagian didorong oleh ekspektasi pasar bahwa Federal Reserve (The Fed) akan memangkas suku bunga sebanyak tiga kali pada tahun 2024. Pasalnya, inflasi yang membandel mulai berkurang. Namun, proyeksi saat ini menunjukkan hanya satu penurunan suku bunga yang akan terjadi selama sisa tahun 2024.

Secara tradisional, dolar AS yang lebih lemah dan suku bunga AS yang lebih rendah meningkatkan daya tarik emas batangan yang tidak memberikan imbal hasil. Namun, pemisahan yang signifikan mulai muncul pada awal 2022 dan hubungan emas dengan imbal hasil riil AS semakin melemah tahun ini.

“Kami secara struktural bullish terhadap emas sejak kuartal keempat 2022 dan dengan harga emas melonjak melewati US$2.400 (Rp 39,11 juta) pada April, reli telah terjadi lebih awal dan jauh lebih tajam dari yang diharapkan," ujar Gregory Shearer, Kepala Strategi Logam Dasar dan Logam Mulia di JP Morgan.

Fakta ini sangat mengejutkan mengingat hal ini bertepatan dengan penurunan suku bunga Fed yang telah diperhitungkan dan imbal hasil riil AS bergerak lebih tinggi karena data tenaga kerja dan inflasi yang lebih kuat di AS.

JP Morgan menilai ketidakpastian ekonomi dan geopolitik cenderung menjadi pendorong positif untuk emas, karena statusnya sebagai safe haven dan kemampuannya untuk tetap menjadi penyimpan nilai yang andal. Emas memiliki korelasi rendah dengan kelas aset lainnya, sehingga dapat bertindak sebagai asuransi selama pasar jatuh dan masa-masa tekanan geopolitik.

Selain faktor pendorong suku bunga dan kekhawatiran geopolitik, data menunjukkan bahwa ada keengganan dari para pemilik emas fisik untuk menjual emas. Keengganan umum untuk menjual emas batangan secara finansial, meskipun terjadi reli besar, menggarisbawahi penggerak bullish emas secara struktural di luar imbal hasil riil AS.

“Di tengah geopolitik yang bergejolak, peningkatan sanksi dan de-dolarisasi, kami mengamati peningkatan minat untuk membeli aset riil termasuk emas,” kata Shearer.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...