Cina Klasifikasikan Transaksi Kripto sebagai Pencucian Uang
Pemerintah Tiongkok secara eksplisit mengakui transaksi “aset virtual” termasuk aset kripto sebagai metode pencucian uang sebagai bagian dari upaya memperketat Undang-Undang Anti Pencucian Uang. Ketentuan tersebut mulai berlaku efektif pada 20 Agustus 2024.
Mahkamah Agung Rakyat dan Kejaksaan Agung Rakyat Cina mengumumkan perubahan tersebut dalam sebuah konferensi pers, Selasa (20/8). Interpretasi hukum yang baru mengklasifikasikan transaksi aset virtual, termasuk yang dilakukan melalui pertukaran kripto, sebagai tindakan yang menutupi dan menyembunyikan sumber dan sifat hasil kejahatan.
Menurut laporan Decrypt, pihak berwenang Tiongkok sekarang akan menganggap pencucian uang untuk transaksi aset kripto dengan jumlah lebih dari 5 juta yuan (Rp 10,6 miliar) atau menyebabkan kerugian lebih dari 2,5 juta yuan (Rp 5,31 miliar) sebagai pelanggaran berat di bawah hukum.
Ambang batas tersebut memastikan bahwa operasi pencucian uang berskala besar menghadapi pengawasan hukum yang lebih ketat dan hukuman yang lebih berat.
Jika terbukti bersalah dan individu yang melakukan transaksi tersebut akan dijatuhi hukuman penjara jangka panjang hingga lima tahun. Jika dijatuhi hukuman penahanan, individu akan dikenakan denda tidak kurang dari 10.000 yuan (Rp 21,23 juta).
Untuk hukuman yang berkisar antara lima hingga sepuluh tahun, individu akan didenda setidaknya 200.000 yuan (Rp 424,56 juta) sebagai tambahan dari hukuman penjara.
Pengetatan pengawasan terhadap transaksi kripto ini muncul setelah Cina melarang Initial Coin Offering (ICO) pada 2017 dan melarang transaksi kripto pada 2021.
Sementara itu, mantan Presiden AS Donald Trump menekankan pentingnya AS untuk tetap lebih unggul dalam hal kemajuan teknologi dan melampaui Cina.
“Untuk menggerakkan negara kita ke masa depan, termasuk kebutuhan listrik yang terus meningkat dari kecerdasan buatan (AI) dan mata uang kripto - yang merupakan topik yang sangat besar yang akan terus berkembang - kita harus tetap berada di puncak, kita ingin berada di garis depan,” kata Trump. “Jika tidak, Cina dan negara-negara lain akan mengambil alih.”