Rupiah Berpotensi Balik Arah, Menguat Dipicu Data Keyakinan Konsumen AS
Nilai tukar rupiah hari ini diprediksi menguat seiring dengan merosotnya tingkat keyakinan konsumen Amerika Serikat (AS) pada Februari 2025. Data yang dirilis pada (25/2) malam ini menunjukkan hasilnya jauh lebih rendah dari ekspektasi pasar yakni 98,3 versus 102,7 dan realisasi bulan sebelumnya 105,3.
“Menurut catatan, ini penurunan terbesar yaitu sekitar tujuh poin dibandingkan bulan sebelumnya dalam 2,5 tahun terakhir,” kata pengamat pasar uang, Ariston Tjendra kepada Katadata.co.id, Rabu (26/2).
Data ekonomi ini memicu dolar AS berbalik turun lagi. Ariston mengatakan, dolar AS pada pagi ini bergerak di kisaran 106.27 dibandingkan pagi sebelumnya di kisaran 106.75.
Ariston menilai, turunnya tingkat keyakinan konsumen AS ini dikaitkan dengan ekspektasi kenaikan tarif impor Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Kebijakan ini akan menaikan harga-harga konsumsi dalam negeri AS.
Penurunan tingkat keyakinan konsumen AS ini bisa berujung pada perlambatan ekonomi AS. “Sehingga ini membuka harapan pemangkasan tingkat suku bunga acuan di AS,” ujar Ariston.
Di sisi lain, kenaikan tarif perdagangan uang akan menjadi langkah Trump masih menjadi momok dan memberikan sentimen negatif untuk aset berisiko. Ariston mengatakan, tingkat keyakinan konsumen yang anjlok bisa menjadi bukti bahwa kebijakan tarif Trump memberikan dampak negatif untuk pertumbuhan ekonomi.
“Jadi mungkin potensi penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS hari ini terbatas. Potensi penguatan rupiah ke arah Rp 16.300 per dolar AS dengan potensi pelemahan ke arah Rp 16.400 per dolar AS,” ucap Ariston.
Berdasarkan data Bloomberg pagi ini pukul 09.15 WIB, rupiah dibuka melemah pada level Rp 16.381 per dolar AS. Level ini turun 10 poin atau 0,06% dari penutupan sebelumnya.
Senada, senior Economist KB Valbury Sekuritas, Fikri C Permana juga memproyeksikan rupiah akan menguat hari ini. “Saya berharap ada apresiasi hari ini pada level Rp 16.250 per dolar AS hingga Rp 16.450 per dolar AS,” kata Fikri.
Fikri menjelaskan, penguatan ini dikarenakan data keyakinan konsumen AS pada Februari 2025 mengalami penurunan. Lalu diikuti dengan indeks dolar AS yang turun sebagai konfirmasi ekspektasi penurunan perekonomian.
“Di sisi lain ada risiko politik di Jerman mengalami penurunan dan risk off global pun turun,” ucap Fikri.
