Strategi Jiwasraya Memanfaatkan Dana Rp 22 Triliun dari Pemerintah
Pemerintah bakal menyuntikan dana bail-in dalam bentuk penyertaan modal negara (PMN) senilai Rp 22 triliun kepada PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (Persero) atau BPUI. PMN yang diberikan dalam periode 2021 hingga 2022 mendatang itu, untuk menyelesaikan masalah PT Asuransi Jiwasraya (Persero).
Ekuitas Jiwasraya tercatat negatif hingga Rp 37,6 triliun per Juli 2020 karena liabilitas yang jauh lebih besar dibandingkan dengan aset. Lalu, bagaimana langkah Jiwasraya memanfaatkan PMN yang nilainya lebih kecil dibandingkan liabilitas Jiwasraya untuk memenuhi utang kepada pemegang polis?
Direktur Utama Jiwasraya Hexana Tri Sasongko mengatakan langkah pertama yang dilakukan Jiwasraya adalah menawarkan restrukturisasi kepada pemegang polis. Itu dilakukan dengan pemindahan nasabah ke perusahaan asuransi jiwa baru yaitu Indonesia Financial Group Life (IFG Life), di bawah BPUI.
Karena ada pemindahan ini, IFG Life akan terbebani liabilitas yang nilainya lebih besar dibandingkan PMN yang disuntikan ke BPUI. Untuk itu, IFG Life yang merupakan wajah baru Jiwasraya, tidak langsung membayar lunas utang polis yang sudah jatuh tempo sejak 2018 lalu.
Sebagian dari PMN senilai Rp 22 triliun, akan diinvestasikan oleh IFG Life pada instrumen terjamin seperti surat utang negara. Sebagian lainnya, akan digunakan untuk membayar polis jatuh tempo dengan cara dicicil agar nasabah tidak mengalami penurunan nilai yang besar.
"Tentu investasinya harus ketat, kami menghitung asumsinya. Seperti ditempatkan pada surat utang negara sehingga tidak terulang masalah tidak kembalinya investasi," kata Hexana dalam konferensi pers yang digelar secara virtual, Minggu (4/10).
Skema restrukturisasi yang ditawarkan ke pemegang polis, baik tradisional, JS Saving Plan, maupun korporasi sudah dikantongi tapi belum bisa diungkapkan secara detail. Namun, kata Hexana, program restrukturisasi tersebut untuk semua pemegang polis yang totalnya mencapai 2,63 juta orang.
Untuk pemegang polis tradisional akan diselesaikan dalam bentuk penyesuaian manfaat atas polis yang diterima oleh pemegang polis. Lebih dari 90% dari total nasabah Jiwasraya adalah pemegang polis program pensiunan dan masyarakat kelas menengah ke bawah. "Ada normalisasi, ada penyesuaian manfaat polis," katanya.
Sementara, untuk pemegang polis produk JS Saving Plan, Jiwasraya akan melakukan pemenuhan 100% nilai tunai polis dengan cara dicicil secara bertahap setiap akhir tahun tanpa bunga dalam jangka yang panjang. Hexana mengatakan, akan menyelesaikan nilai tunai pokok ditambah pengembangan uang diakui, kemudian dicicil sekian waktu.
"Namun, apabila ingin menghendaki jangka yang lebih pendek, tentu cicilan akan berubah dan ada penyesuaian atau haircut terhadap nilai tunai," katanya. Sebenarnya produk JS Saving Plan yang paling menjadi beban keuangan Jiwasraya. Per Mei 2020 saja, utang klaimnya mencapai Rp 16,5 triliun yang berasal dari 17.452 peserta.
Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga menjelaskan bail-in yang diberikan kepada perusahaan asuransi milik negara tersebut dengan berbagai pertimbangan. Pertama, karena kasus dan langkah penyelesaiannya ini menyangkut kredibilitas pemerintah terhadap perusahaannya sendiri.
"Sangat wajar kalau sebagai pemegang saham, pemerintah, harus tanggung jawab apa yang terjadi dengan perusahaannya sendiri. Kasus ini sudah ada kasus sejak 10 tahun lalu, sehingga mau tidak mau, pemerintah terpaksa melakukan bail-in," kara Arya pada kesempatan yang sama dengan Hexana.
Dengan cara penyelamatan seperti ini, Kementerian BUMN berharap bisa memberikan kepastian pemenuhan kewajiban Jiwasraya bagi pemegang polis yang sejak 2018 sudah tidak mendapatkan haknya. Sehingga, hak pemegang polis bisa ditanggulangi sesuai yang telah disepakati dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Arya memastikan pemegang polis tetap dapat menerima sebagian haknya. Opsi ini dinilai jauh lebih baik dibandingkan opsi melikuidasi Jiwasraya. "Kalau dilikuidasi, kemungkinan pemegang polis akan mendapatkan lebih kecil lagi, jauh dibandingkan yang sekarang. Sekarang lebih baik, walaupun tidak memenuhi semua haknya pemegang polis," katanya.
Pertimbangan kedua untuk mencairkan PMN adalah untuk menjaga kepercayaan pemegang polis terhadap BUMN, pemerintah, dan industri asuransi secara keseluruhan. Jadi langkah ini untuk menyelamatkan kepercayaan dari masyarakat agar masyarakat tidak sampai ragu dengan industri asuransi di Indonesia.
Ketiga, pemerintah mempertimbangkan untuk mencegah kerugian yang lebih besar dialami oleh Jiwasraya. Kalau pembayaran polis tidak dihentikan dulu karena janji pengembangan dana yang sangat tinggi, bisa membuat Jiwasraya semakin rugi.
"Kami tidak mau seperti itu. Karena semakin lama menyelesaikan masalah, maka Jiwasraya mengalami kenaikan kerugian," ujar Arya.
Arya mengatakan pemerintah juga mendukung upaya penyitaan aset terdakwa yang hingga kini telah mencapai Rp 18,4 triliun. Menurutnya, ini juga merupakan salah satu bentuk tanggung jawab pemerintah sebagai pemegang saham Jiwasraya.
Sebagai informasi, saat ini jajaran Kejaksaan Agung telah berhasil menyita aset-aset milik enam terdakwa kasus dugaan korupsi di Jiwasraya dengan nilai Rp 18,4 triliun. Penyitaan aset dilakukan demi mengganti kerugian negara yang diperkirakan lebih dari Rp 16,8 triliun dari penempatan investasi Jiwasraya selama beberapa tahun ke belakang.
Dengan besarnya kerugian tersebut, ia pun berharap para pemegang polis Jiwasraya dapat memahami upaya ini sehingga bisa menerima adanya opsi penyesuaian nilai tunai dan manfaat dari salah satu skema penyelamatan polis Jiwasraya.
Menurut Hexana, aset terdakwa yang disita Kejaksaan Agung akan menjadi milik negara, karena termasuk dalam kategori Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). "Aset sitaan sudah ditetapkan dan nantinya akan masuk kas negara dalam PNBP. Itu saja yang bisa saya jawab," ujarnya.