Wamen BUMN Yakin Harga Saham Mitratel Meroket Awal Tahun Depan
Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) meyakini harga saham PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (Mitratel) akan melampaui harga penawaran umum perdana saham atau initial public offering (IPO) pada Januari-Februari 2022.
Wakil Menteri II Kementerian BUMN Kartika Wirjoatmodjo mengatakan harga saham Mitratel sempat menyusut dari penetapan harga saham perdananya disebabkan oleh dua faktor. Pertama, karena momentum yang kurang tepat, serta adanya pengelola investasi global yang melepas dananya dari pasar modal Tanah Air.
Kendati demikian, harga saham Mitratel diperkirakan membaik dalam kurun satu sampai dua bulan ke depan karena potensi kinerja perusahaan yang baik.
"Momentumnya kurang pas dan ada hedgefund (pengelola investasi global) yang melepas. Kami lihat momentum perbaikan (harga saham Mitratel) cukup baik. Saya yakin 1-2 bulan ke depan akan mulai recover dan melebihi harga IPO-nya," kata pria yang akrab disapa Tiko ini, dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VI DPR, Kamis (2/12).
Berdasarkan data RTI Infokom, investor asing telah jual bersih senilai Rp 450 miliar secara tahun berjalan. Secara rinci, dana asing keluar bersih dari pasar regular senilai Rp 567 miliar, sedangkan dana asing yang masuk bersih di pasar negosiasi dan tunai mencapai Rp 116 miliar.
Kartika menilai pertumbuhan itu disebabkan daya dorong yang besar dari valuasi perseroan berdasarkan rasio valuasi nilai perusahaan dengan penghasilan sebelum bunga, pajak, penyusutan, dan amortisasi atau EV/EBITDA. Adapun, EV/EBITDA adalah rasio yang digunakan untuk menentukan valuasi sebuah perusahaan.
EV/EBITDA Mitratel pasca IPO menjadi 10-12 kali dari posisi pra IPO sebanyak 5,4 kali. Angka itu dinilai konservatif lantaran EV/EBITDA perusahaan menara telekomunikasi di Amerika Serikat pasca IPO dapat mencapai 25-30 kali.
Kartika mencatat EV/EBITDA PT Sarana Menara Nusantara ada di posisi 9-0 kali. Sementara itu, EV/EBITDA PT Tower Bersama Infrastructure ada di kisaran 14-15 kali.
"(Dengan harga penawaran) di Rp 800 per saham, kalau dari sisi market, pendorongnya besar," ucap Kartika.
Pada hari perdagangan perdananya, harga saham Mitratel ditutup anjlok 4,38% ke level Rp 765, dari level harga awal Rp 800. Anak usaha Grup Telkom ini menjadi emiten kedua yang berakhir di zona merah pada hari pertama melantai di pasar modal tahun ini.
Dari 40 emiten yang mencatatkan saham di pasar modal tahun ini, baru emiten energi GTS Internasional Tbk yang berada di zona merah saat hari perdana mencatatkan saham. Pada penutupan perdagangan 8 September lalu, harga saham GTS rontok hingga 7%.
Pada pembukaan perdagangan, harga saham Mitratel melesat ke level Rp 850, bahkan sempat menyentuh level tertinggi Rp 890. Namun, kondisi itu hanya berlangsung beberapa menit pertama, sebelum akhirnya mengarah ke zona merah dan ditutup melemah 4,38% ke level Rp 765.
Berdasarkan data RTI, investor asing melakukan aksi jual bersih saham Mitratel di pasar regular mencapai Rp 296,65 miliar, sementara itu dana asing yang masuk dari pasar negosiasi dan tunai senilai Rp 122 miliar. Alhasil, total jual bersih di seluruh pasar tercatat Rp 173 miliar.